Diagnosis Sindrom Nefrotik
Diagnosis sindrom nefrotik (SN) pada dewasa dapat ditegakkan jika terjadi proteinuria masif (≥ 3,5 g per 24 jam) atau sebanding dengan ≥ 3,5 g/gCr at spot urine, hipoalbuminemia (≤ 3,0 g/dL), edema, serta dislipidemia. [1-3]
Sementara itu, menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kriteria diagnosis sindrom nefrotik (SN) adalah proteinuria masif (> 40 mg/m2 luas permukaan tubuh/jam, atau 50 mg/kg/hari, atau rasio protein/kreatinin urin sewaktu > 2, atau dipstik ≥ 2+), hipoalbuminemia (< 2,5 g/dL), edema, serta dapat disertai hiperkolesterolemia (> 200 mg/dL). [11]
Anamnesis
Anamnesis mengenai keluhan dan faktor risiko dapat menentukan penyebab dari sindrom nefrotik (SN). Manifestasi klinis klasik dari SN, antara lain edema pada wajah terutama pagi hari saat bangun tidur, yang ditandai dengan pembengkakkan kelopak mata. Selain itu, edema juga terjadi pada ekstremitas bawah. Edema dapat menjadi difus sehingga menyebabkan edema anasarka dengan ascites, hidrokel, atau efusi pleura. [2,3,7]
Gejala lain yang dapat dikeluhkan pasien adalah urin berbusa, kelelahan, sesak napas, penurunan nafsu makan, kenaikan berat badan karena edema, ruam kemerahan, fotosensitivitas, arthralgia, serta nyeri neuropati.
Selain itu, juga perlu ditanyakan mengenai faktor risiko seperti diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik (SLE), keganasan, infeksi, amiloidosis, reaksi alergi, serta penggunaan obat (heroin, interferon alfa, lithium, atau pamidronate). [2,6,8]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik (SN), dapat ditemukan malnutrisi protein yang menyebabkan hilangnya massa tubuh pada proteinuria masif. Namun, tanda ini dapat tersamarkan oleh kenaikan berat badan karena edema simultan. Pada pemeriksaan tanda vital, dapat ditemukan peningkatan tekanan darah. [7,8] Selain itu, pada pemeriksaan fisik juga bisa tampak periorbital edema, edema pada ekstremitas bawah, atau genital. [2,3]
Pada pemeriksaan thorax, saat inspeksi dapat ditemukan trakea terdorong, penurunan fremitus vokal saat palpasi, pekak pada hemithorax yang abnormal saat perkusi, serta penurunan atau hilangnya suara napas pada auskultasi. Hal tersebut menunjukkan adanya efusi pleura. Bila terdapat ascites dapat ditemukan shifting dullness pada pemeriksaan abdomen.
Temuan fisik lainnya, antara lain xanthelasma akibat hiperkolesterolemia berat, ruam SLE, Muehrcke's lines pada kuku akibat hipoalbuminemia, mudah memar dan neuropati pada amiloidosis, tes darah samar positif pada SN akibat keganasan gastrointestinal, serta pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan retinopati diabetik. [2,3]
Diagnosis Banding
Diagnosis sindrom nefrotik (SN) antara lain focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), membranous nephropathy, nefropati diabetik, dan nefropati IgA.
Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS)
Pada focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), pasien dapat asimptomatik atau terjadi edema, gejala disfungsi renal, reflux nephropathy, riwayat infeksi HIV, dan penggunaan obat-obatan tertentu seperti pamidronate dan heroin.
Hasil pemeriksaan fisik umumnya nonspesifik. Diperlukan pemeriksaan penunjang untuk membedakan dengan SN, antara lain pemeriksaan serial kreatinin, glomerular filtration rate (GFR) abnormal, dan pada biopsi renal ditemukan sklerosis fokal dan segmental pada glomerulus. [2,8]
Membranous Nephropathy
Membranous nephropathy dapat terjadi secara primer atau idiopatik dan sekunder akibat neoplasma, infeksi hepatitis, sifilis, atau SLE. Pada biopsi renal akan ditemukan penebalan membran dasar dan subepithelial electrondense deposits. Pemeriksaan penunjang seperti rontgen thorax, feses lengkap, uji serologi dapat dilakukan untuk menentukan etiologi sekunder. [2,7]
Nefropati Diabetik
Pada nefropati diabetik, didapatkan riwayat diabetes melitus, gangguan penglihatan pada pasien yang memiliki komorbid retinopati, disfungsi renal, serta pembengkakkan ekstremitas.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan funduskopi untuk mendeteksi retinopati diabetik. Pada funduskopi akan ditemukan mikroaneurisma, soft/ hard exudates, mikroinfark, edema makula, dan neovaskularisasi. [3,8]
Pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan kadar HbA1c meningkat. Pada biopsi renal dapat ditemukan mesangiolysis, glomerulosclerosis, dan Kimmelstiel-Wilson nodule. Pada urinalisis dapat ditemukan mikroskopik hematuria. [3,7,8]
IgA Nephropathy
Pada IgA nephropathy, dapat ditemukan keluhan urin berwarna gelap yang seringkali bersamaan dengan faringitis, riwayat penyakit hepar, seronegative arthropathy, Celiac disease, Henoch- Schonlein purpura, serta melena. Pada pemeriksaan fisik, jarang ditemukan edema. Selain itu, pada biopsi renal ditemukan deposit IgA pada mesangium. [1-3]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, serta menentukan etiologi primer atau sekunder dari sindrom nefrotik (SN).
Urinalisis
Urinalisis merupakan pemeriksaan pertama pada sindrom nefrotik (SN). Pada urinalisis dapat ditemukan peningkatan protein urin, albuminuria, glukosuria, serta darah dan protein Bence Jones. Pemeriksaan protein urin diukur dalam periode 24 jam. Normalnya, kurang dari 150 mg protein total dalam pengumpulan urin 24 jam. Rasio protein dan kreatinin urin yang lebih besar dari 2, menunjukkan adanya protein urin melebihi 3 g per hari. [2,14]
Selain itu, pada pemeriksaan sedimen urin dapat ditemukan sel dan atau cast seperti waxy casts yang menandai penyakit ginjal proteinurik. Dengan menggunakan mikroskop polarisasi, dapat ditemukan oval fat bodies dan fatty casts yang memberikan gambaran Maltese cross. [1,14]
Biopsi Renal
Biopsi renal merupakan pemeriksaan definitif untuk sindrom nefrotik (SN). Beberapa indikasi pemeriksaan biopsi renal, adalah SN kongenital, anak usia > 8 tahun saat awitan, resistensi steroid, tingkat kekambuhan tinggi atau ketergantungan steroid, serta manifestasi nefritik yang signifikan. SN primer atau idiopatik pada dewasa juga memerlukan pemeriksaan biopsi renal. [1-3]
Pemeriksaan Laboratorium
Pada sindrom nefrotik (SN) tanpa komplikasi, dapat ditemukan kadar serum kreatinin dalam kisaran normal. Kadar serum kreatinin dewasa normal sekitar 1 mg/dL, sedangkan pada anak usia 5 tahun sekitar 0,5 mg/dL. [2,14]
Umumnya, kadar serum albumin pada SN rendah. Pada pemeriksaan lipid, ditemukan peningkatan kolesterol total, LDL, VLDL, dan trigliserida.
Beberapa pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk mengetahui etiologi SN, antara lain pemeriksaan hepatitis B dan C, HIV, sifilis, antinuclear antibody (ANA), anti-double stranded DNA (anti-dsDNA), antistreptolisin O, elektroforesis protein serum atau urin, cryoglobulin, dan faktor reumatoid. [1,2,14]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk mengidentifikasi jumlah, ukuran, bentuk dan obstruksi renal. Apabila hanya terdapat 1 renal, rentan terjadi glomerulosklerosis fokal dan merupakan kontraindikasi relatif untuk dilakukan biopsi renal. Peningkatan ekogenisitas renal menandakan adanya fibrosis intrarenal. Selain itu, USG pada abdomen dapat menilai ascites serta komplikasi lain, misalnya deep vein thrombosis (DVT). [1,3,14]
Selain USG, rontgen thorax dapat dilakukan jika dicurigai terjadi efusi pleura dan kongesti paru. Pada kasus yang dicurigai neoplasma, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan seperti CT Scan, MRI, dan aspirasi sumsum tulang belakang sesuai indikasi. [2,14]