Epidemiologi Meconium Aspiration Syndrome
Menurut data epidemiologi, meconium aspiration syndrome (MAS) atau sindrom aspirasi mekonium lebih banyak terjadi pada kehamilan posterm. Morbiditas dan mortalitas akibat kondisi ini dilaporkan lebih tinggi pada negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah.[2,5]
Global
Meconium-stained amniotic fluid (MSAF) terjadi pada 4–22% kelahiran cukup bulan dan lewat bulan, dengan probabilitas yang meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan. Dari neonatus yang terpapar MSAF, sekitar 3–12% mengalami MAS. Secara global, MAS memengaruhi lebih dari 4 juta bayi setiap tahunnya, dengan insidensi berkisar antara 43 hingga 380 per 100.000 kelahiran hidup di negara-negara berpenghasilan tinggi.[2,5]
Di Amerika Serikat, data rumah sakit melaporkan insidensi sekitar 249 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara itu, data dari negara berpenghasilan menengah hingga rendah masih terus menunjukkan morbiditas yang cukup tinggi. Sebuah studi kasus di Pakistan melaporkan perkembangan MSAF menjadi MAS terjadi pada 14,9% kasus.[5]
Nepal melaporkan insiden 200 per 100.000 kelahiran hidup, sementara di Tiongkok, insiden yang dilaporkan berkisar antara 200–1.300 per 100.000 (2–13%) kelahiran hidup.[5]
Indonesia
Data epidemiologi MAS di Indonesia masih terbatas. Meskipun begitu, terdapat studi lokal kecil yang meneliti insiden MAS pada 22 neonatus yang dirawat di NICU rumah sakit Dr. Soetrasno Rembang, Jawa Tengah. Berdasarkan studi tersebut, MAS terjadi pada 12 neonatus aterm dengan berat badan normal. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5 neonatus membutuhkan terapi ventilasi mekanik dan kelimanya dilaporkan meninggal.[11]
Mortalitas
Tingkat mortalitas MAS secara global diperkirakan sekitar 5–12%. Pada negara berpenghasilan tinggi, angka kematian telah menurun drastis menjadi 0,96 per 100.000 kelahiran hidup dari angka sebelumnya (22–28 per 100.000). Di Amerika Serikat, tingkat mortalitas dilaporkan sekitar 1,2%, yang mana nilai ini lebih rendah dibanding negara-negara berkembang.[2,5]
Di Tiongkok, tingkat kematian dilaporkan sebanyak 7–15,8%, sementara studi di sebuah rumah sakit di Thailand melaporkan tingkat kematian kasus sebesar 17,6%. Beberapa faktor yang memengaruhi mortalitas meliputi skor APGAR<3, kebutuhan bantuan ventilator dalam 48 jam, penggunaan agen vasopressor berulang, dan keterbatasan layanan prenatal.[3–5]