Patofisiologi Campak
Patofisiologi campak (measles) atau rubeola dimulai saat virus campak masuk ke tubuh melalui mukosa saluran nafas atas atau kelenjar air mata. Infeksi awal dan replikasi virus terjadi secara lokal pada sel epitel trakea dan bronkus.
- Fase viremia pertama terjadi setelah 2-4 hari setelah invasi, akibat replikasi dan kolonisasi virus pada kelenjar limfe regional yang kemungkinan dibawa oleh makrofag paru
-
Fase viremia kedua terjadi setelah 5-7 hari setelah infeksi awal akibat penyebaran virus pada seluruh sistem retikuloendotelial. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan gejala batuk, pilek, mata merah (3 C’s: cough, coryza, conjunctivitis) dan demam yang semakin tinggi. Gejala akan semakin memberat sampai hari kesepuluh setelah infeksi virus dan mulai timbul ruam makulopapular berwarna kemerahan. Ruam akan menjadi gelap pada masa konvalesens diikuti dengan terjadinya proses deskuamasi dan hiperpigmentasi
Infeksi virus campak menyebabkan proses imunosupresi pada tubuh yang ditandai dengan penurunan reaksi hipersensitivitas tipe lambat, penurunan produksi interleukin (IL)-12 dan penurunan sistem limfoproliferatif antigen-spesifik yang bertahan beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi. Hal ini yang menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi oportunistik sekunder seperti bronkopneumonia dan ensefalitis yang meningkatkan angka mortalitas pada anak. Jika virus mencapai paru-paru maka akan membentuk infiltrat pada paru dan menyebabkan bronkopneumonia. Pada individu dengan defisiensi imunitas selular, dapat terjadi giant cell pneumonia yang bersifat fatal dan progresif. Jika virus mencapai otak dapat menyebabkan pembengkakan atau edema pada otak dan jika bereplikasi pada susunan saraf pusat (SSP) maka dapat menimbulkan gejala ensefalitis. Pada individu yang imunokompeten umumnya virus dapat dieliminasi dan menimbulkan kekebalan seumur hidup.[2]