Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Ruptur Limpa general_alomedika 2021-07-30T12:09:13+07:00 2021-07-30T12:09:13+07:00
Ruptur Limpa
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Ruptur Limpa

Oleh :
dr. Jocelyn Prima Utami
Share To Social Media:

Penatalaksanaan ruptur limpa bergantung pada derajat cedera limpa, etiologi dari ruptur, dan kondisi stabilitas hemodinamik pasien. Penatalaksanaan dapat berupa terapi nonoperatif, pembedahan, dan embolisasi.

Ruptur limpa dapat menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa. Oleh karena itu, diagnosis dan manajemen adekuat sangat diperlukan. Apabila memungkinkan, tata laksana nonoperatif yang bertujuan mempertahankan fungsi limpa harus diutamakan.

Instabilitas Hemodinamik

Sesuai protokol Advanced Trauma Life Support (ATLS®), apabila pasien tidak stabil secara hemodinamik dan hasil pemeriksaan focused assessment with sonography in trauma (FAST) positif, maka eksplorasi abdomen diperlukan segera untuk menentukan sumber perdarahan intraperitoneal.[21]

Pasien Stabil

Pasien yang stabil secara hemodinamika dengan cedera limpa derajat rendah (I hingga III) dan tidak memiliki kecurigaan terkait cedera organ lain, ekstravasasi kontras aktif, ataupun blush pada CT scan, dapat diobservasi terlebih dulu.[21]

Penatalaksanaan Nonoperatif

Penatalaksanaan nonoperatif pada kasus ruptur limpa bertujuan untuk mempertahankan limpa dan fungsinya. Terapi nonoperatif ini menjadi pilihan pada kasus ruptur limpa dengan hemodinamik yang stabil, tanpa adanya tanda-tanda peritonitis dan perdarahan aktif. Selain itu, pasien dengan kadar hemoglobin yang stabil selama 12-48 jam, berusia di bawah 55 tahun, dan dengan derajat cedera limpa yang ringan juga merupakan suatu kriteria untuk melakukan penanganan nonoperatif. Tata laksana nonoperatif tidak dipilih pada pasien dengan instabilitas hemodinamik, peritonitis generalisata, atau pasien dengan cedera intraabdomen lain yang membutuhkan pembedahan.

Tata laksana nonoperatif dilakukan dengan observasi ketat, pemberian cairan, antibiotik, serta transfusi darah. Tata laksana ini dikatakan menurunkan risiko infeksi pasca splenektomi, menghindari komplikasi berkaitan dengan tindakan operatif, menghasilkan waktu perawatan inap yang lebih singkat, serta biaya perawatan yang lebih rendah.[2,9,11,19]

Embolisasi

Tindakan embolisasi arteri besar dan kecil dari limpa merupakan salah satu pilihan untuk pasien trauma dengan hemodinamik stabil yang gagal dalam penatalaksanaan konservatif. Akan tetapi, tidak semua fasilitas kesehatan memiliki fasilitas radiologi intervensi yang lengkap sehingga prosedur ini mungkin sulit dilakukan. Alat yang dapat digunakan untuk embolisasi antara lain coil, microsphere, spons gelatin absorbable, atau vascular plug.

Embolisasi dapat dilakukan pada pasien dengan derajat cedera limpa 3 ke atas, adanya hemoperitoneum dan perdarahan aktif, terdapat pseudoaneurisma dan fistula ateriovena, serta terdapat trauma multipel. Embolisasi dikontraindikasikan secara relatif pada pasien berusia di atas 55 tahun karena risiko kegagalan yang lebih tinggi. Komplikasi yang dapat terjadi akibat prosedur embolisasi adalah infark limpa, perdarahan, infeksi, deep vein thrombosis, sindrom pasca embolisasi, serta terbentuknya abses. [1,2,11,13,19]

Penatalaksanaan Operatif

Tindakan operatif dan splenektomi pada pasien ruptur limpa bertujuan untuk menyelamatkan jiwa. Tindakan operatif umumnya dilakukan pada pasien dengan kondisi hemodinamik tidak stabil, adanya peritonitis, adanya perdarahan aktif, cedera pada organ lain dari abdomen, serta adanya pseudonaneurisma.

Pada keadaan yang tidak gawat, tindakan splenorafi merupakan salah satu pilihan dengan mereseksi secara parsial dan ligasi pembuluh darah sehingga menghentikan perdarahan aktif. Splenorafi atau splenektomi parsial dapat dilakukan bila terdapat satu per tiga jaringan limpa yang masih dapat berfungsi dengan baik. Sementara itu, splenektomi total dilakukan apabila terdapat bukti bahwa limpa merupakan penyebab perdarahan yang masif. Meski demikian, karena pasien yang tidak memiliki limpa akan memiliki angka mortalitas tinggi terkait sepsis, splenektomi sebaiknya hanya dilakukan jika tidak ada pilihan lain yang lebih baik.[1,2,11,13,19]

Kegagalan Penatalaksanaan Nonoperatif

Kegagalan penatalaksanaan nonoperatif atau embolisasi didefinisikan sebagai keperluan tindakan operatif yang umumnya berkaitan dengan perdarahan aktif. Hal tersebut bisa ditandai dengan kebutuhan transfusi atau resusitasi terus menerus, ataupun instabilitas hemodinamik.

Risiko kegagalan berkisar antara 6-20% tergantung pada usia, keparahan cedera, derajat ruptur limpa, dan kecocokan pasien untuk mendapat terapi nonoperatif atau embolisasi. Terdapat studi yang menunjukkan bahwa hingga 40% pasien yang mengalami kegagalan adalah mereka yang tidak memiliki indikasi adekuat untuk mendapat terapi nonoperatif.[22,23]

Tata Laksana Pasca Bedah: Vaksinasi dan Profilaksis Antibiotik

Pasca splenektomi atau spleen repair, fungsi limpa pasien akan tetap terganggu seumur hidup, sehingga pasien berisiko seumur hidup untuk mengalami infeksi berat dan sepsis. Prinsip manajemen utama adalah vaksinasi untuk bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophilus sp., Neisseria meningitidis (meningococcus); serta penggunaan profilaksis antibiotik.

Ada dua pendekatan utama untuk menggunakan antibiotik pada kelompok pasien ini, yaitu penggunaan profilaksis antibiotik harian dan pengobatan antibiotik empiris ketika tanda-tanda infeksi muncul.

Antibiotik Profilaksis Harian

Antibiotik profilaksis harian direkomendasikan untuk pasien asplenik dan hiposplenik yang berisiko tinggi mengalami infeksi berat, seperti anak-anak berusia di bawah 5 tahun, pasien imunokompromais, dan pasien pada tahun pertama pasca splenektomi. Agen yang dapat dipilih untuk profilaksis harian adalah penicillin V dan amoxicillin. Sefalosporin seperti  cephalexin dapat menjadi alternatif penicillin. Anak yang tidak dapat menggunakan sefalosporin dapat menggunakan makrolida seperti azithromycin.

Antibiotik Empiris

Pasien yang diterapi dengan pengobatan antibiotik empiris disarankan untuk menyimpan persediaan antibiotik darurat yang akan digunakan jika mengalami demam atau tanda-tanda infeksi sistemik lainnya (seperti muntah, diare, atau sakit kepala) dan perlu diedukasi untuk segera melapor ke unit gawat darurat terdekat.[2,11,24]

Referensi

1. Akoury T, Whetstone DR. Splenic Rupture. [Updated 2020 Aug 21]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK525951/
2. Bjerke S, Bjerke J. Splenic Rupture. Medscape. 2017. https://emedicine.medscape.com/article/432823-overview
9. Barbeiro S, Atalaia-Martins C, Marcos P, Nobre J, Gonçalves C, Aniceto C. Splenic rupture as a complication of colonoscopy. GE-Portuguese Journal of Gastroenterology. 2017;24(4):188-92.
11. Waseem M, Bjerke S. Splenic Injury. [Updated 2021 Feb 10]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441993/
13. Girard E, Abba J, Cristiano N, Siebert M, Barbois S, Létoublon C, Arvieux C. Management of splenic and pancreatic trauma. Journal of visceral surgery. 2016 Aug 1;153(4):45-60.
19. Roy P, Mukherjee R, Parik M. Splenic trauma in the twenty-first century: changing trends in management. The Annals of The Royal College of Surgeons of England. 2018 Nov;100(8):650-6.
21. Berg RJ, Inaba K, Okoye O, Pasley J, Teixeira PG, Esparza M, Demetriades D. The contemporary management of penetrating splenic injury. Injury. 2014 Sep;45(9):1394-400. Epub 2014 Apr 18
22. Bhangu A, Nepogodiev D, Lal N, Bowley DM. Meta-analysis of predictive factors and outcomes for failure of non-operative management of blunt splenic trauma. Injury. 2012;43(9):1337. Epub 2011 Oct 13.
23. Maung, Kaplan. Management of splenic injury in the adult trauma patient. Uptodate. 2021.
24. Pasternack M. Prevention of infection in patients with impaired splenic function. Uptodate. 2020.

Diagnosis Ruptur Limpa
Prognosis Ruptur Limpa
Diskusi Terbaru
dr. Gabriela Widjaja
Hari ini, 15:55
Penggunaan Epinefrin dengan Anestesi Lokal di Jari Tangan dan Kaki Aman - Artikel SKP Alomedika
Oleh: dr. Gabriela Widjaja
1 Balasan
ALO Dokter!Penggunaan epinefrin sebagai tambahan anestesi lokal dulunya didogma berbahaya karena dianggap bisa menyebabkan nekrosis akibat vasokonstriksi....
Anonymous
Hari ini, 11:11
Vitamin A diberikan sampai anak umur berapa
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Dok untuk pemberian vitamin A yg rutin di bulan Febuari dan Agustus itu rutin diberikan sampai anak umur berapa? apa cukup di 1 tahun pertama saja atau harus...
Anonymous
Hari ini, 09:42
Induksi persalinan di puskesmas
Oleh: Anonymous
3 Balasan
Alo dok.Izin bertanya, kapan kita bisa memutuskan induksi persalinan dg oxytocin jika setting nya di puskesmas ?Dan bagaimana prosedurnya yang tepat dlm...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.