Diagnosis Deep Vein Thrombosis
Diagnosis deep vein thrombosis (DVT), atau thrombosis vena dalam, dapat dicurigai sejak awal secara klinis dan ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang berupa modalitas imaging (ultrasonografi, CT scan, atau MRI). Alur penegakkan diagnosis DVT saat ini dapat diurutkan sebagai berikut:
- Anamnesis dan pemeriksaan fisik
- Kriteria Wells (pretest probability assessment) untuk menentukan kemungkinan diagnosis DVT (likely atau unlikely)
- Bila DVT likely; lakukan imaging (ultrasonografi atau imaging lainnya yang sesuai). Bila hasil positif, maka DVT ditegakkan. Bila hasil negatif, maka bukan DVT.
- Bila DVT unlikely; lakukan uji D-dimer. Hasil D-dimer negatif mengeksklusi diagnosis DVT. Namun bila D-dimer positif, ulangi ultrasonografi setelah 6-8 hari.
Algoritma ini tidak dimaksudkan untuk pasien yang sedang hamil karena D-dimer dapat false positive selama masa kehamilan.[1]
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis untuk pasien yang dicurigai DVT harus menggali faktor-faktor risiko DVT, gejala DVT, serta riwayat thrombosis sebelumnya. Sementara itu, pemeriksaan fisik yang umumnya ditekankan pada DVT adalah ditemukannya tanda klasik DVT, yaitu Homans sign atau adanya nyeri betis pada saat dorsofleksi kaki dengan lutut lurus.
Tanda dan gejala DVT yang perlu diperhatikan yaitu:
Nyeri Tungkai Bawah
Thrombus yang belum menyebabkan obstruksi aliran vena seringkali tidak nyeri. Hanya separuh (50%) kasus DVT yang menimbulkan keluhan nyeri, sebagian kasus asimptomatik.
Dahulu, pemeriksaan fisik Homans sign positif dianggap mendukung diagnosis DVT, namun studi menunjukkan bahwa Homans sign lebih mungkin positif pada pasien tanpa DVT pada pemeriksaan pencitraan. Maka dari itu, sebaiknya, pemeriksaan ini tidak digunakan lagi. [25]
Nyeri pada DVT umumnya terbatas pada otot betis atau sepanjang perjalanan vena dalam di sisi medial paha, nyeri di luar area itu umumnya bukan DVT. Selain itu, nyeri pada DVT tidak berkorelasi dengan ukuran, lokasi, atau keparahan thrombus. [1, 14]
Edema Tungkai Bawah
Edema tungkai bawah umumnya terjadi unilateral, namun dapat juga terjadi bilateral bila lokasi thrombus di bifurcatio iliaca, vena pelvis, atau vena cava. Edema dapat disertai dengan eritema dan teraba hangat saat palpasi. [1, 2, 14]
Perubahan Warna
Salah satu perubahan warna tungkai yang bisa didapatkan adalah phlegmasia alba dolens (milk leg) yang ditandai dengan edema, nyeri, dan tungkai bawah tampak pucat. Hal ini disebabkan thrombus / oklusi vena dalam utama tanpa adanya oklusi vena superfisial atau kolateral.
Perubahan warna lain adalah phlegmasia cerulea dolens (blue leg) yang ditandai edema masif dengan sianosis dan nyeri (iskemia), umumnya disertai petekie. Hal ini disebabkan thrombosis atau oklusi vena dalam dengan vena superfisial atau kolateralnya. [1, 14]
Tanda Dan Gejala Emboli Paru
Tanda dan gejala emboli paru ditemukan sebagai gejala primer pada 10% pasien DVT. Tanda yang bisa muncul adalah peningkatan frekuensi napas, nyeri dada pleuritik, dan takikardia. [14]
Kriteria Wells
Hasil dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk memperkirakan risiko DVT dengan kriteria Wells (1997), di mana kriteria ini sudah diperbaharui pada publikasi tahun 2003 seperti dijabarkan dalam tabel di bawah.[15]
Table 1. Kriteria Wells untuk memprediksi kemungkinan diagnosis DVT
Karakteristik Klinis | Skor |
Kanker aktif (sedang dalam pengobatan dalam 6 bulan atau sedang dalam terapi paliatif) | 1 |
Paresis, paralisis, atau imobilisasi akibat bidai pada ekstremitas bawah | 1 |
Tirah baring ≥3 hari atau baru menjalani bedah mayor dalam 12 minggu terakhir | 1 |
Nyeri lokal terbatas pada daerah sesuai distribusi sistem vaskular vena dalam | 1 |
Pembengkakan seluruh tungkai bawah | 1 |
Pembengkakan betis ≥3cm dibandingkan tungkai yang asimptomatik (diukur 10cm di bawah tuberositas tibia) | 1 |
Pitting edema hanya pada tungkai yang simptomatik | 1 |
Kolateral vena-vena superfisial (non-varises) | 1 |
Riwayat DVT sebelumnya | 1 |
Diagnosis alternatif yang sama memungkinkannya dengan DVT | -2 |
Sistem skoring kriteria Wells[15] yaitu sebagai berikut:
- ≤1 : DVT unlikely
- ≥2 : DVT likely
Diagnosis Banding
Hanya seperempat dari pasien yang dicurigai DVT benar terbukti DVT. Kongesti vena yang cukup parah dapat memberikan penampilan klinis serupa dengan selulitis (hangat, eritema, edema, dan nyeri). Oleh karena itu, pasien dengan keluhan tungkai bawah yang nyeri, hangat, kemerahan, dan bengkak harus dievaluasi untuk selulitis dan DVT, karena DVT sendiri seringkali menyebabkan selulitis sekunder, sementara selulitis primer sering pula menyebabkan DVT sekunder. Selain selulitis, tromboflebitis superfisial juga seringkali didasari DVT yang tidak terlalu nampak secara klinis.
Berikut beberapa diagnosis banding dari DVT yang perlu dipertimbangkan.[14]
- Selulitis
- Tromboflebitis septik
- Tromboflebitis superfisial
- Gagal jantung kongestif
- Emboli paru
- Baker cyst
- Budd-chiari syndrome
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah modalitas utama untuk menegakkan diagnosis DVT. Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendiagnosis DVT yaitu berupa pemeriksaan laboratorium maupun radiologis.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk kasus DVT adalah uji D-dimer. D-dimer adalah produk hasil degradasi fibrin akibat respon fibrinolitik terhadap adanya thrombus dalam tubuh. Meskipun demikian, elevasi D-dimer tidak spesifik untuk thrombosis karena hal ini dapat disebabkan berbagai kondisi klinis lainnya seperti keganasan, kondisi inflamasi, kehamilan, penyakit hepar, periode pasca operasi, atau pasca trauma.[1]
Berdasarkan pedoman dari NICE, uji D-dimer untuk DVT terbilang sensitif (75-100%) namun tidak spesifik (26-83%) untuk DVT. Oleh karena sensitifitasnya yang tinggi, D-dimer positif dapat digunakan untuk rule in DVT pada pasien risiko tinggi, misalnya pasien dengan skor Wells > 2. Sedangkan hasil D-dimer yang negatif tidak bisa digunakan untuk eksklusi DVT..[1, 2, 16]
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis atau imaging untuk DVT meliputi:
Ultrasonografi / USG vena
- DVT ditegakkan bila probe USG tidak berhasil mengkompresi vena. Pemeriksaan ini sekarang sudah menjadi modalitas lini pertama.
- Keunggulan : aman, relatif mudah, efektif, reliabel, non invasif, dan dapat menentukan ukuran, kronisitas, dan derajat oklusi thrombus[2]
- Keterbatasan : tidak dapat mendeteksi DVT distal dengan sensitivitas 94.2% untuk mendeteksi DVT proksimal dan 63.5% untuk mendeteksi DVT distal. Hasil juga tergantung pada kemampuan operator. [17]
Conventional Contrast Venography
- Pemeriksaan ini adalah gold standard untuk DVT tungkai bawah. DVT ditegakkan bila terdapat filling defect persisten di beberapa tampilan gambar serial.
- Dilakukan dengan memasang tourniquet di proksimal paha dan mengkanulasi vena dorsalis pedis (untuk injeksi media kontras) dan diambil gambar radiografi serial.
- Keterbatasan: ketersediaan, kurang nyaman bagi pasien, user-dependent, visualisasi inadekuat, tidak dapat digunakan untuk pasien yang alergi kontras ataupun insufisiensi renal [2]
Computed Tomography Scan / CT scan (CT venography)
- Dilakukan dengan menginjeksi media kontras ke lengan dan pengambilan gambar dilakukan di waktu tertentu bila opasitas vena dalam di tungkai bawah telah tercapai
- Keunggulan: mudah, sangat sensitif dan spesifik, serta dapat melihat potongan cross-sectional
- Keterbatasan: paparan radiasi dan media kontras, tidak dapat untuk pasien dengan alergi kontras atau insufisiensi renal. [2]
Magnetic Resonance Imaging / MRI (MR venografi)
- Mirip dengan CT scan dalam segi non-invasif dan memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi
- Keunggulan: dapat memvisualisasi vena dalam tanpa media kontras, tidak ada paparan radiasi
- Keterbatasan: lebih mahal, lebih lama (terkait dengan tolerabilitas pasien), ketersediaan masih terbatas