Efektivitas Stoking Kompresi untuk Deep Vein Thrombosis

Oleh :
Graciella N T Wahjoepramono

Efektivitas stoking kompresi untuk pasien deep vein thrombosis (DVT) telah diteliti, termasuk keuntungan dan kerugian penggunaannya. Stoking kompresi (elastic compression stockings) kerap kali disarankan untuk digunakan pada pasien-pasien dengan trombosis vena dalam pada ekstremitas bawah dan pelvis.[1]

Trombosis vena diestimasikan terjadi sebanyak 104-183 per 100,000 orang per tahun pada etnis Eropa, dan angka insidensi lebih rendah pada etnis Asia. Trombosis juga sering berulang, dimana sekitar 30% pasien akan mengalami trombosis ulang dalam kurun waktu 10 tahun.[1]

Efektivitas Stoking Kompresi untuk Deep Vein Thrombosis-min

Penyebab dan Komplikasi DVT

Kondisi deep vein thrombosis (DVT) sebenarnya dapat membaik dengan sendirinya tanpa komplikasi. Namun, jika terjadi emboli paru berisiko menyebabkan kematian. Trombosis disebabkan multifaktorial, yang sering melibatkan kombinasi faktor didapat (acquired) dan faktor kongenital. Penyebab tersering di antaranya imobilisasi sementara (misalnya saat penerbangan lama atau operasi anestesi umum) dan imobilisasi jangka panjang (misalnya pasien rawat inap, stroke, atau paraplegi).[2]

Mekanisme Kerja Stoking Kompresi

Stoking kompresi adalah salah satu pilihan terapi, selain beberapa jenis alat lainnya seperti bandages elastik dan nonelastik, sepatu bot, hosiery, dan alat pneumatic. Mekanisme kerja stoking kompresi adalah memberikan tekanan paling tinggi di bagian pergelangan kaki, dengan tingkat tekanan menurun secara progresif di bagian atas garmen.[2,3]

Garmen stoking kompresi ini memastikan aliran darah melaju ke arah atas atau ke arah jantung, bukan ke bawah atau ke vena superfisial lainnya. Kompresi akan mengurangi diameter vena mayor sehingga meningkatkan kecepatan dan volume aliran darah.[2,3]

Efektivitas Stoking Kompresi

Indikasi klinis untuk penggunaan stoking kompresi adalah penyakit vena kronik primer (primary chronic venous disease), pasien pasca operasi atau tata laksana intervensional varises, pencegahan tromboembolisme vena, sindrom pascatrombosis, limfedema dan edema kaki kronis, tromboflebitis superficial, dan kehamilan.[3]

Pada artikel ini, pembahasan difokuskan pada tromboembolisme vena dan sindrom pascatrombosis.[3]

Pencegahan Tromboembolisme Vena

Pencegahan tromboembolisme vena sering dilakukan pada pasien rawat rumah sakit pasca operasi, serta pasien yang berencana menempuh perjalanan jauh dengan penerbangan. Pasca operasi menyebabkan pasien imobilisasi sehingga perlu pencegahan tromboembolisme. Pengencer darah sebaiknya dihindari pada pasien-pasien pasca operasi, sehingga dipertimbangkan penggunaan kompresi.[4]

Tinjauan sistematis Cochrane tahun 2018 menganalisis 20 penelitian terkait penggunaan bertahap stoking kompresi untuk mencegah trombosis vena selama perawatan di rumah sakit, yang melibatkan 1681 pasien dan 1172 kaki. Studi ini menyimpulkan bahwa bukti berkualitas tinggi menunjukkan stoking kompresi dapat mengurangi risiko DVT pada pasien rawat inap yang telah menjalani operasi umum dan ortopedi, dengan atau tanpa pemberian tromboprofilaksis lainnya.[4]

Selain itu, terdapat bukti berkualitas sedang terkait penggunaan stoking kompresi dalam mengurangi risiko DVT proksimal, dan bukti berkualitas rendah tentang stoking kompresi mengurangi risiko emboli paru.[4]

Tinjauan sistematis Cochrane tahun 2016 membandingkan angka DVT pada penumpang pesawat (selama 5 jam lebih) yang diminta menggunakan stoking dengan yang tidak. Peserta penelitian tidak ada yang mengalami DVT bergejala, tetapi ditemukan DVT yang tidak bergejala.[5]

Angka kejadian DVT yang tidak bergejala menurun dari +10 per 1000 penumpang hingga 2‒3 per 1000 penumpang pada pasien yang menggunakan stoking. Studi ini juga menyatakan bahwa hanya sedikit pasien yang mengeluh tidak nyaman dengan penggunaan stoking.[5]

Sindrom Pasca Trombosis

Sindrom pasca trombosis adalah komplikasi yang sering dialami oleh pasien DVT, yang akan meningkatkan morbiditas dan membebani pasien secara sosioekonomi. Gejala mencakup gangguan kulit, seperti eritema ringan dan indurasi lokal, hingga pembengkakan ekstremitas, ulserasi, dan nyeri kronis. Gejala juga dapat muncul berbulan-bulan hingga tahunan setelah kejadian DVT.[2]

Uji acak oleh Yang et al mengevaluasi efektivitas stoking kompresi elastis untuk mencegah sindrom pasca trombosis pada pasien DVT proksimal yang tidak menjalani prosedur pengangkatan trombus. Uji ini melibatkan 232 yang secara acak dimasukkan ke dalam kelompok ECS (memakai stoking kompresi elastis) dan kelompok kontrol (tidak memakai stoking kompresi elastis). Luaran primer adalah kejadian sindrom pasca trombosis berdasarkan skala Villalta pada 24 bulan.[6]

Penelitian ini menunjukkan bahwa stoking kompresi elastis dapat mencegah sindrom pasca trombosis pada pasien DVT di vena Iliofemoral dan pasien trombosis di vena poplitea femoral yang tidak menjalani prosedur pengangkatan trombus.[6]

Rekomendasi American College of Chest Physician tahun 2012 menyatakan bahwa pasien dengan akut DVT disarankan menggunakan stoking kompresi selama 2 tahun, dan lebih lama lagi bila terjadi sindrom pasca trombosis. Stoking juga disarankan untuk pasien stroke, pasien dengan risiko tromboembolisme saat kehamilan, dan beberapa kondisi lainnya.[7]

Namun, pedoman tahun 2016 dari organisasi ini menyebutkan bahwa stoking kompresi sebaiknya tidak digunakan secara rutin untuk pencegahan sindrom pasca trombosis.[8]

Ulasan oleh Cochrane tahun 2017 mengenai penggunaan stoking kompresi untuk pencegahan sindrom pasca trombosis menyatakan bahwa secara keseluruhan penggunaan stoking kompresi untuk mengurangi kejadian sindrom pasca trombosis memiliki low quality evidence. Penggunaan stoking tidak mengurangi angka sindrom pasca trombosis berat dan tidak ada hasil jelas mengenai angka rekurensi DVT.[11]

Efek Samping Stoking Kompresi

Penggunaan stoking kompresi dapat menyebabkan beberapa efek samping, terutama penggunaan oleh pasien lansia atau malnutrisi. Stoking kompresi yang terlalu ketat atau distribusi tekanan yang tidak merata dapat menyebabkan luka di kulit, yang dapat memburuk menjadi ulkus.[10]

Efek samping lainnya dari penggunaan stoking adalah dry skin, berkeringat, gatal, kesemutan (skin tingling), gangguan pergerakan, serta rasa konstriksi, gatal, terbakar, atau nyeri. Keluhan-keluhan tersebut dapat mengurangi kepatuhan pasien dalam penggunaan stoking, sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian stoking yang optimal.[11]

Kesimpulan

Stoking kompresi merupakan sebuah alat yang sering digunakan pada pencegahan deep vein thrombosis (DVT) dan sindrom pasca trombosis. Mekanisme kerja stoking kompresi adalah memberikan tekanan paling tinggi di bagian pergelangan kaki dan tekanan menurun progresif di bagian atas, sehingga aliran darah melaju ke arah atas dan diameter vena mayor mengecil.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stoking kompresi dapat mengurangi risiko DVT pada pasien rawat inap yang telah menjalani operasi umum dan ortopedi. Angka DVT juga lebih kecil pada penumpang pesawat selama 5 jam lebih yang menggunakan stoking. Sementara, kegunaan stoking kompresi untuk mencegah sindrom pasca trombosis memiliki low quality evidence, sehingga sebaiknya tidak digunakan secara rutin.

Stoking kompresi memiliki efek samping yang dapat mengganggu kenyamanan pasien. Efek samping terutama terjadi pada pasien lansia atau malnutrisi, dan jika stoking digunakan terlalu ketat atau distribusi tekanan yang tidak merata.

 

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi