Patofisiologi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Patofisiologi Sindrom Distres Pernapasan Akut / Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan proses yang sangat kompleks. ARDS terjadi akibat inflamasi sistemik dan lokal yang menyebabkan kerusakan jaringan paru, sehingga terjadi gangguan pertukaran gas, penurunan komplians paru, ventilation perfusion mismatch (V/Q mismatch), dan kenaikan tekanan arteri pulmonal (seperti pada hipertensi pulmonal). Proses ARDS umumnya berlangsung dalam 3 fase, yaitu:
- Eksudatif atau inflamasi
- Proliferatif
- Fibrotik [3,7-9]
Fase Eksudatif / Inflamasi
Sistem imun innate sangat berperan dalam proses inflamasi pada ARDS melalui neutrofil, makrofag, sel dendritik, spesies reaktif oksigen, serta sitokin seperti IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α.
Fase eksudatif awal ditandai dengan adanya kerusakan alveolus akibat reaksi inflamasi intrapulmonal dan ekstrapulmonal. Reaksi inflamasi dapat mempengaruhi epitel bronkus, makrofag alveolus, dan endotel pembuluh darah paru. Makrofag alveolus berperan dalam menstimulasi neutrofil serta sirkulasi mediator inflamasi (limfosit, monosit, sitokin, sel epitel, sel stem mesenkimal, spesies reaktif oksigen) pada bagian paru yang mengalami kerusakan.
Mediator inflamasi yang aktif kemudian menyebabkan reaksi inflamasi lebih lanjut yang menyebabkan penumpukan cairan kaya protein dalam alveolus, sehingga menyebabkan edema serta hipoksemia. Reaksi inflamasi tersebut juga dapat menghancurkan sel epitel alveolus tipe 2. Sel ini berperan dalam produksi surfaktan yang berfungsi sebagai pelindung paru bagian dalam, menurunkan tekanan permukaan alveolus, dan mengatur transport ion paru. Kedua mekanisme ini kemudian akan menyebabkan gangguan pertukaran gas dan gerakan mekanis paru. Aktivasi endotel dan kerusakan mikrovaskular paru juga memperburuk ARDS. [3,7-9]
Fase Proliferatif
Fase proliferatif mengikuti fase eksudatif. Fase ini merupakan proses penting pada patofisiologi ARDS, karena pada fase ini terjadi perbaikan homeostasis jaringan yang ditandai dengan ekspansi fibroblas, pembentukan matriks provisional, proliferasi sel progenitor dan sel epitel alveolus tipe 2 baru. Sel-sel baru yang terbentuk akan mengalami infiltrasi ke dalam alveolus dan membentuk membrane hialin pada membran basal alveolus. Setelah integritas epitel kembali terbentuk, edema dalam alveolus akan mengalami resorpsi. Matriks provisional juga akan memperbaiki struktur dan fungsi alveolus. Pada beberapa pasien, resolusi ini tidak terjadi melainkan terjadi fase fibro-proliferatif yang ditandai dengan pembentukan matriks ektraseluler dan penumpukan sel inflamasi akut serta kronis yang dapat menyebabkan remodelling struktur paru yang buruk. [3,7-9]
Fase Fibrotik
Fase fibrotik tidak terjadi pada seluruh pasien. Apabila terjadi, fase ini menyebabkan peningkatan mortalitas dan kebutuhan akan ventilasi mekanik yang lebih panjang. Pada fase fibrotik, terjadi kerusakan membran basal secara ekstensif, reepitelisasi terlambat atau tidak adekuat yang kemudian menyebabkan fibrosis interstisial dan intra-alveolar serta metaplasia sel skuamous. Sel-sel yang berperan pada fase ini adalah akuaporin 5 (AQP5), regulator transmembran fibrosis kistik (CFTR), faktor stimulasi koloni makrofag granulosit (GM-CSF), faktor regulasi interferon 4 (IRF4), faktor pertumbuhan keratinosit (KGF), faktor pertumbuhan insulin (IGF), faktor pertumbuhan hepatosit (HGF), reseptor mannose (MR), faktor pertumbuhan turunan platelet (PDGF), dan faktor perubahan pertumbuhan β (TGF- β). [3,7-9]