Pembedahan Dini untuk Regurgitasi Trikuspid Parah yang Terisolasi – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Hendra Gunawan SpPD

Early Surgery is Associated with Improved Long-term Survival Compared to Class I Indication for Isolated Severe Tricuspid Regurgitation

Wang TKM, Akyuz K, Xu B, Gillinov AM, Pettersson GB, Griffin BP, Desai MY. Early surgery is associated with improved long-term survival compared to class I indication for isolated severe tricuspid regurgitation. The Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery. 2023 Jul;166(1):91-100. PMID: 34446287.

studibobrok

Abstrak

Latar belakang: pembedahan katup trikuspid yang terisolasi memiliki mortalitas yang lebih tinggi daripada pembedahan katup tunggal lainnya. Waktu optimal dan indikasi pembedahannya masih kontroversial. Pembedahan lebih awal yang dilakukan sebelum penyakit berkembang menjadi indikasi bedah kelas I diharapkan dapat memperbaiki luaran. Peneliti bertujuan untuk membandingkan karakteristik dan luaran bedah pada regurgitasi trikuspid terisolasi berdasarkan indikasi bedah kelas I vs. bedah lebih awal.

Metode: perekrutan dilakukan secara konsekutif pada pasien yang hendak menjalani bedah trikuspid terisolasi atas indikasi regurgitasi trikuspid tanpa penyulit dari katup lain, di pusat pelayanan kesehatan peneliti dari tahun 2004–2018. Indikasi bedah dibagi menjadi indikasi kelas I dan bedah lebih awal (pada regurgitasi trikuspid berat yang asimtomatik tetapi disertai dilatasi ventrikel dan/atau disfungsi ventrikel) untuk analisis komparatif karakteristik dan luaran. Luaran primer penelitian ini adalah mortalitas.

Hasil: penelitian ini melibatkan 159 subjek, di mana 91 subjek (57,2%) berjenis kelamin perempuan. Dari 159 subjek tersebut, 115 menjalani bedah indikasi kelas 1, sedangkan 44 menjalani bedah dini. Rerata usia subjek adalah 59,7±15,6 tahun dan 119 subjek (74,8%) menjalani bedah repair. Median waktu follow-up adalah 5,1±4,0 tahun.

Mortalitas secara umum didapatkan sebesar 5,1% atau sebanyak 8 subjek (kelas I 7%; operasi awal 0%; p=0,107), dan indikasi bedah kelas 1 memiliki morbiditas komposit lebih tinggi daripada bedah dini (35,7% [n=41] vs. 18,2% [n=8]; p=0,036).

Dengan analisis Cox-proportional hazard model, tampak bahwa faktor risiko mortalitas yang lebih tinggi selama follow-up adalah bedah indikasi kelas 1 daripada bedah dini (HR 4,62; 95%IC 1,09–19,7; p=0,04), usia yang lebih tua (HR 1,03; 95%IC 1,0–1,07; p=0,046), dan diabetes (HR 2,50; 95%IC 1,13–5,55; p=0,024).

Kesimpulan: pasien dengan indikasi kelas 1 bedah pada operasi katup trikuspid yang terisolasi memiliki kesintasan lebih rendah daripada pasien yang menjalani operasi lebih awal sebelum penyakit berkembang menjadi indikasi kelas I. Operasi dini dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan kesintasan pada pasien risiko tinggi tersebut.

RegurgitasiTrikuspid

Ulasan Alomedika

Regurgitasi katup trikuspid berat merupakan penyakit katup jantung yang dikaitkan dengan luaran lebih buruk daripada regurgitasi katup jantung lainnya. Operasi katup trikuspid yang terisolasi juga jarang dilakukan karena tingginya mortalitas dibandingkan operasi katup jantung terisolasi yang lain.

Saat ini pedoman dari The American College of Cardiology/American Heart Association tidak memiliki rekomendasi kelas I untuk bedah regurgitasi trikuspid terisolasi. Pedoman dari European Society of Cardiology (ESC) pun memuat hanya satu rekomendasi kelas I untuk bedah ini. Bedah untuk pasien asimtomatik tertentu, misalnya dengan dilatasi dan/atau disfungsi ventrikel kanan, termasuk dalam indikasi kelas IIa atau IIb.

Peneliti dalam studi ini ingin mengevaluasi apakah pembedahan yang lebih awal dapat memberikan luaran yang lebih baik daripada pembedahan indikasi kelas I. Namun, ada beberapa isu serius dalam metode penelitian ini, yang menyebabkan hasil penelitian tidak dapat menjawab pertanyaan tentang waktu terbaik operasi regurgitasi trikuspid.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini bukan merupakan penelitian prospektif melainkan merupakan penelitian retrospektif terhadap rekam medik yang tercatat dari Januari 2004 hingga Desember 2018. Penentuan tingkat keparahan regurgitasi katup trikuspid dilakukan berdasarkan hasil echocardiography dalam rekam medik.

Indikasi bedah kelas I mengikuti pedoman ESC, yaitu adanya regurgitasi katup trikuspid simtomatik. Operasi dini didefinisikan sebagai operasi pada pasien regurgitasi katup trikuspid berat asimtomatik, yang seleksinya dilakukan berdasarkan adanya dilatasi dan/atau disfungsi ventrikel kanan.

Kriteria eksklusi penelitian ini adalah pasien dengan penyakit jantung kongenital, endokarditis infektif, dan riwayat transplantasi jantung sebelumnya. Stratifikasi risiko pembedahan dilakukan dengan skor Society of Thoracic Surgeons (STS). Mortalitas didefinisikan sebagai mortalitas terkait operasi (mortalitas saat perawatan hingga 30 hari pasca perawatan) dan mortalitas tidak terkait operasi.

Ulasan Hasil Penelitian

Penelitian ini melibatkan data 159 pasien dengan operasi katup trikuspid terisolasi yang dilakukan oleh 17 ahli bedah dalam rentang waktu 14 tahun. Proporsi pasien yang menjalani bedah trikuspid dengan indikasi bedah kelas 1 adalah 115 orang, sedangkan sisanya merupakan operasi yang dilakukan lebih awal.

Pasien-pasien yang menjalani bedah dengan indikasi kelas 1 berusia rerata lebih tua (61,7 vs. 54,4, p=0,016), memiliki prevalensi regurgitasi trikuspid fungsional lebih tinggi (65,2 vs. 38,6%, p=0,004), dan memiliki lebih banyak komorbid seperti atrial fibrilasi, implantasi pacu jantung, gagal jantung, maupun penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Pasien dengan indikasi kelas 1 mempunyai risiko komorbid komposit yang lebih tinggi (35,7% vs. 18,2%, p=0,036), yang secara predominan berkaitan dengan gangguan ginjal akut (27,0% vs. 9,1%, p=0,008) dan penggunaan ventilasi mekanik >24 jam (24,3% vs. 11,4%, p=0,083).

Secara kesintasan, pasien dengan indikasi operasi bedah kelas 1 memiliki mortalitas lebih tinggi (p=0,017), dengan angka kesintasan tahun ke-1, ke-5, dan ke-10 sebagai berikut: 84,5%, 75,2%, dan 69,7%. Sebagai pembanding, angka kesintasan pada kelompok operasi dini untuk tahun ke-1, ke-5, dan ke-10 adalah 100%, 91,4%, dan 84,7%.

Parameter lain yang memiliki pengaruh terhadap komorbid komposit adalah penurunan estimated glomerular filtration rate atau eGFR (0,956; 95%IC: 0,938–0,975, p<0,001) dan penurunan ejeksi fraksi (OR: 0,968; 95%IC: 0,943–0,994, p=0,016). Sementara itu, parameter lain yang memengaruhi mortalitas adalah usia (HR: 1,03; 95%IC: 1,00–1,07, p=0,046) dan diabetes mellitus (HR: 2.50, 95%IK: 1.13-5.55, p=0.024).

Kelebihan Penelitian

Selain luaran primer berupa mortalitas, studi ini juga menganalisis berbagai faktor risiko yang dapat berpengaruh terhadap luaran pasien dengan operasi regurgitasi trikuspid, misalnya penurunan fungsi ginjal, usia, dan diabetes mellitus.

Limitasi Penelitian

Penelitian ini merupakan studi observasional retrospektif terhadap rekam medik pasien, sehingga ada bias inherent. Metode penelitian yang lebih baik adalah yang prospektif. Data rekam medik yang digunakan dalam penelitian ini juga berasal dari jangka waktu yang panjang (Januari 2004 hingga Desember 2018) karena terbatasnya jumlah pasien, bukan karena ada durasi follow-up yang panjang.

Kemudian, isu terbesar dalam penelitian ini adalah kedua kelompok pasien tidak diacak maupun dibagi secara prospektif, melainkan dibagi secara retrospektif (setelah bedah) sehingga merupakan kelompok yang sangat berbeda. Satu grup dengan 115 pasien memiliki gejala parah regurgitasi trikuspid, sedangkan satu grup lainnya memiliki tanda regurgitasi trikuspid pada echocardiography tetapi tidak memiliki gejala.

Karakteristik baseline kedua grup juga berbeda, sehingga tidak bisa dibandingkan. Grup dengan regurgitasi trikuspid simtomatik mempunyai penyakit yang memang sudah lebih parah daripada grup asimtomatik. Grup asimtomatik berusia rerata lebih muda, memiliki BMI (body mass index) rerata lebih rendah, angka gagal jantung lebih rendah, dan angka atrial fibrilasi lebih rendah.

Studi ini membandingkan dua kelompok pasien yang sangat berbeda (satunya memiliki penyakit lebih parah sementara satunya relatif lebih sehat) menjalani operasi yang sama, sehingga tentunya tidak mengejutkan bahwa kelompok yang lebih sehat memiliki luaran lebih baik.

Ke depannya, studi prospektif pada pasien-pasien dengan karakteristik baseline yang serupa (usia, BMI, komorbiditas, penyebab regurgitasi trikuspid, dan kontrol penyebab regurgitasi trikuspid) diperlukan untuk menjawab pertanyaan tentang penentuan waktu operasi regurgitasi trikuspid. Studi ini tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Karena adanya berbagai isu signifikan dalam metode penelitian, penelitian ini tidak bisa menjawab pertanyaan tentang penentuan waktu operasi yang terbaik untuk regurgitasi trikuspid yang terisolasi.

Referensi