Serba-serbi Pembedahan Minimal Invasif Katup Mitral Jantung

Oleh :
dr.Antonius Sarwono Sandi Agus Sp.BTKV, FIHA, MH, FICS.

Pembedahan minimal invasif katup mitral jantung (Minimal Invasive Mitral Valve Surgery/ MIMVS) atau mini-MVS sering menjadi pilihan terapi pada kelainan katup jantung seperti stenosis atau regurgitasi mitral. Teknik yang lebih tidak invasif diharapkan mampu mengurangi rasa sakit pascaoperasi dan mempercepat waktu pemulihan pascaoperasi, termasuk durasi rawat di ICU dan durasi total perawatan di rumah sakit.

Sekilas Tentang Pembedahan Minimal Invasif Katup Mitral Jantung

Sebelum mengenal tentang pembedahan minimal invasif katup mitral jantung (Minimal Invasive Mitral Valve Surgery/MIMVS), perlu dipahami dahulu bagaimana prosedur pembedahan pada jantung. Secara garis besar, pembedahan pada jantung dapat dibagi menjadi dua yaitu bedah jantung tertutup dan bedah jantung terbuka. Prosedur bedah jantung tertutup dilakukan dengan keadaan jantung tetap berfungsi. Bedah jantung terbuka relatif lebih rumit karena jantung harus berada dalam kondisi tidak berdenyut agar kelainan pada jantung dapat diperbaiki dengan lebih akurat. Kelainan pada katup mitral umumnya dioperasi dengan teknik bedah jantung terbuka. Kendala utama yang dihadapi oleh seorang ahli bedah dalam melakukan bedah jantung terbuka adalah mempertahankan fungsi sirkulasi sementara reparasi dilakukan, keterbatasan waktu untuk melakukan koreksi, dan insisi operasi yang besar.[1,2]

Serba-serbi Pembedahan Minimal Invasif Katup Mitral Jantung-min

Pembedahan MIMVS tidak mengacu hanya pada satu pendekatan operatif, tetapi merupakan sekumpulan teknik dan teknologi operasi yang mampu mengembangkan visualisasi, sistem instrumentasi, dan modifikasi perfusi selama tindakan. Semua hal ini ditujukan untuk meminimalisir trauma bedah dengan mengurangi ukuran insisi.[3]

Prosedur MIMVS belum didefinisikan secara baku, namun umumnya melibatkan right mini-thoracotomy, endoskop video, instrumen yang didesain khusus, dan sirkulasi ekstrakorporeal. Posisi pasti insisi, panjang dan bentuk insisi, penggunaan retraktor iga, tempat akses vaskular, dan teknik visualisasi bisa bervariasi tergantung dokter bedah yang melakukan tindakan dan kondisi masing-masing pasien.[4]

Keuntungan dan Keterbatasan Pembedahan Minimal Invasif Katup Mitral Jantung

Telah banyak studi menunjukkan bahwa teknik pembedahan minimal invasif katup mitral jantung (Minimal Invasive Mitral Valve Surgery/MIMVS) berkaitan dengan pencegahan perdarahan pascaoperasi, jumlah transfusi darah yang dibutuhkan lebih sedikit, penurunan risiko atrial fibrilasi, durasi rawat di ICU yang lebih singkat, durasi total rawat inap yang lebih singkat, dan mempercepat waktu yang dibutuhkan pasien untuk dapat kembali beraktivitas tanpa ada keluhan nyeri bekas operasi.[2,5,6]

Walaupun demikian, teknik MIMVS juga dikaitkan dengan beberapa keterbatasan seperti peningkatan risiko stroke pascatindakan, diseksi aorta ataupun robekan karena perlukaan pada aorta, cedera nervus phrenicus yang menyebabkan kelemahan diafragma, infeksi pada pangkal paha tempat insersi kanula selama operasi, peningkatan lama jepit aorta (cross clamp aorta), lamanya waktu bypass jantung, dan durasi prosedur lebih panjang yang berkaitan dengan pengalaman dan keahlian operator yang dapat menyebabkan acute kidney injury. Teknik MIMVS juga memberikan lapangan operasi yang lebih sempit, dapat menimbulkan keterbatasan dalam melakukan manuver operasi, dan membutuhkan instrumen yang lebih khusus.[2,6]

Bukti Ilmiah Terkait Perbandingan Antara Pembedahan Minimal Invasif Katup Mitral Jantung dengan Bedah Terbuka

Cheng et al mempublikasikan meta analisis dan tinjauan sistematik yang membandingkan pembedahan minimal invasif katup mitral jantung (Minimal Invasive Mitral Valve Surgery/MIMVS) dengan pembedahan mitral terbuka pada pasien yang menjalani repair atau replacement katup mitral. 35 studi diikutkan dalam analisis, yang terdiri dari 2 uji klinis acak terkontrol dan 33 studi tanpa randomisasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa MIMVS dan pembedahan terbuka menghasilkan angka mortalitas serupa pada 30 hari (1,2% vs 1,5%), 1 tahun (0,9% vs 1,3%), 3 tahun (0,5% vs 0,5%), dan 9 tahun (0% vs 3,7%).

Selain dari angka mortalitas, studi ini melaporkan luaran klinis yang lebih baik pada pasien yang menjalani MIMVS, antara lain dalam hal kejadian atrial fibrilasi, drainase chest tube, kebutuhan transfusi darah, infeksi sternal, waktu kembali ke aktivitas normal, dan kepuasan pasien terhadap luka operasi. Tetapi, risiko 30 hari dilaporkan meningkat terkait stroke (2,1% vs 1,2%), diseksi atau cedera aorta (0,2% vs 0%), infeksi inguinal (2% vs 0%), dan phrenic nerve palsy (3% vs 0%).[1]

Studi lain dilakukan 2 tahun kemudian oleh Cao et al untuk membandingkan luaran klinis antara MIMVS dengan operasi konvensional pada penyakit katup mitral degeneratif. Pada meta analisis ini dilakukan tinjauan pada 7 studi yang terdiri dari 1 uji klinis acak dan 6 studi retrospektif. Hasil analisis tidak menunjukkan signifikansi terkait luaran klinis seperti mortalitas, angka kejadian stroke, dan gagal ginjal. Namun, lama perawatan di ICU dilaporkan lebih pendek pada pasien yang menjalani MIMVS, walaupun tidak mempengaruhi total lama rawat inap. Pasien yang menjalani MIMVS juga dilaporkan memerlukan waktu cross clamp dan cardiopulmonary by pass yang lebih lama. Selain daripada itu, kedua metode operasi menghasilkan luaran echocardiography yang sama-sama memuaskan.[7]

Studi lain yang melibatkan 1.304 pasien berusaha mengetahui apakah MIMVS menghasilkan luaran yang lebih baik dan biaya pengobatan yang lebih besar. Hasil studi ini menunjukkan bahwa luaran MIMVS tidak berbeda bermakna dengan sternotomi konvensional dalam hal morbiditas mayor, tetapi MIMVS dilaporkan menghasilkan lama rawat yang lebih singkat dan kebutuhan transfusi darah yang lebih sedikit. Lebih lanjut, total biaya rumah sakit dilaporkan serupa antara kedua teknik ini.[8]

Kesimpulan

Beberapa studi menunjukkan bawa pembedahan katup mitral dengan teknik minimal invasif memiliki beberapa kelebihan dibanding tata laksana konvensional, yaitu luka sayatan operasi yang lebih kecil, penyembuhan yang lebih cepat, lama perawatan lebih singkat, dan biaya perawatan yang relatif sama. Namun, teknik minimal invasif juga dilaporkan berkaitan dengan beberapa keterbatasan, seperti lapangan operasi yang lebih sempit, keterbatasan dalam melakukan manuver selama operasi, instrumen pembedahan yang diperlukan lebih kompleks, dan peningkatan risiko berbagai komplikasi seperti stroke dan diseksi aorta. Studi lebih lanjut diperlukan agar klinisi bisa dengan mudah menentukan pasien mana yang akan mendapat manfaat lebih besar jika menjalani pembedahan minimal invasif katup mitral jantung atau pembedahan konvensional.

Referensi