Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Farmakologi Eritropoietin Alfa general_alomedika 2021-02-11T12:26:10+07:00 2021-02-11T12:26:10+07:00
Eritropoietin Alfa
  • Pendahuluan
  • Farmakologi
  • Formulasi
  • Indikasi dan Dosis
  • Efek Samping dan Interaksi Obat
  • Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui
  • Kontraindikasi dan Peringatan
  • Pengawasan Klinis

Farmakologi Eritropoietin Alfa

Oleh :
dr. Reren Ramanda
Share To Social Media:

Farmakologi eritropoietin alfa adalah dengan mengaktivasi proses eritropoiesis dan merangsang pelepasan sel retikulosit. Eritropoietin alfa diabsorpsi secara lambat di dalam tubuh, dan terdistribusi terutama pada hati, ginjal, dan sumsum tulang. Selanjutnya, di dalam tubuh eritropoietin alfa akan melaksanakan aktivitas biologisnya seperti eritropoietin endogen manusia.

Farmakodinamik

Eritropoietin alfa sebagai agen stimulasi eritropoiesis memiliki farmakodinamik yang sama dengan eritropoietin endogen, yaitu dengan menstimulasi pembelahan dan diferensiasi sel progenitor eritroid. Pada permukaan sel punca hematopoietik, terdapat reseptor CD34+ yang berikatan dengan eritropoietin dan mengaktivasi gen yang mendorong proliferasi sel darah merah dan mencegah apoptosis.[1,4]

Farmakokinetik

Eritropoietin alfa diabsorpsi di dalam tubuh secara lambat setelah diinjeksikan. Selanjutnya terdistribusi terutama pada organ hati, ginjal, dan sumsum tulang. Eritropoietin alfa menjalankan aktivasi proses eritropoiesis sama seperti eritropoietin endogen. Eritropoietin alfa diekskresikan terutama bersama feses.

Absorpsi

Eritropoietin alfa tidak dapat diserap jika diberikan melalui traktus gastrointestinal, sehingga harus diberikan secara parenteral. Pada pemberian subkutan, absorpsi sistemik eritropoietin alfa berlangsung lambat dan tidak sempurna. Pada pemberian intravena, absorpsi lebih cepat namun obat cepat hilang dari sirkulasi sistemik.[3]

Distribusi

Distribusi eritropoietin alfa utamanya pada hati, ginjal, dan sumsum tulang.

Pada pasien penyakit ginjal kronis, konsentrasi puncak eritropoietin alfa yang diberikan secara intravena dengan dosis 80 IU/kg berkisar 1200-1800 mU/ml; dosis 120 IU/kg berkisar 3200-4700 mU/ml; dan dosis 150 IU/kg berkisar 3000-5000 mU/ml. Pada pasien sehat, konsentrasi puncak pemberian intravena dengan dosis 150 IU/kg adalah 3500 mU/ml, dan pemberian dosis 300 IU/kg adalah 7300 mU/ml.

Pada pasien sehat, konsentrasi puncak eritropoietin alfa yang diberikan secara subkutan dengan dosis 50 IU/kg adalah 36 mU/ml; dosis 150 IU/kg berkisar 144-226 mU/ml; dan dosis 300 IU/kg berkisar 285-288 mU/ml. Konsentrasi puncak pemberian secara subkutan tercapai dalam 4-24 jam. Kadar serum eritropoietin alda dilaporkan tetap di atas baseline selama 2-4 hari.[3]

Metabolisme

Eritropoietin alfa di dalam tubuh akan terdegradasi menjadi molekul yang lebih kecil. Selanjutnya eritropoietin alfa akan merangsang pelepasan retikulosit, sehingga terjadi peningkatan angka retikulosit dalam waktu 10 hari. Efek puncaknya ditandai dengan peningkatan hemoglobin yang akan tercapai dalam 2-6 minggu.[4]

Eliminasi

Waktu paruh eliminasi eritropoietin alfa adalah 4-13 jam setelah pemberian intravena atau subkutan. Jalur ekskresi utama eritropoietin alfa adalah bersama feses, hanya sedikit yang terbuang bersama urin.[3,4]

Resistensi

Studi longitudinal yang dilakukan pada tahun 2015 hingga 2016 di sebuah Rumah sakit di Brazil, menunjukkan adanya kegagalan terapi anemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis akibat resistensi eritropoietin alfa. Kejadian resistensi ini berhubungan dengan rendahnya kadar cadangan serum besi pasien, status inflamasi pasien, status gizi yang buruk, dan penggunaan antihipertensi jenis angiotensin reseptor blocker.[5]

Referensi

1. Schoener B, Borger J. Erythropoietin. [Updated 2020 Oct 16]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536997/
3. National Center for Biotechnology Information (2021). PubChem Compound Summary for CID 92043599, Rhepo. https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Rhepo.
4. MIMS. Epoetin alfa. 2020. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/epoetin%20alfa?mtype=generic
5. Santos EJF, Hortegal EV, Serra HO, Lages JS, Salgado-Filho N, Dos Santos AM. Epoetin alfa resistance in hemodialysis patients with chronic kidney disease: a longitudinal study. Braz J Med Biol Res. 2018;51(7):e7288. doi:10.1590/1414-431x20187288

Pendahuluan Eritropoietin Alfa
Formulasi Eritropoietin Alfa

Artikel Terkait

  • Empagliflozin Mengurangi Progresivitas Penyakit Ginjal Kronis – Telaah Jurnal Alomedika
    Empagliflozin Mengurangi Progresivitas Penyakit Ginjal Kronis – Telaah Jurnal Alomedika
  • Penurunan Berat Badan sebagai Prediktor Mortalitas pada Penyakit Ginjal Kronis
    Penurunan Berat Badan sebagai Prediktor Mortalitas pada Penyakit Ginjal Kronis
  • Risiko Perdarahan pada Pasien dengan Penyakit Ginjal Kronis
    Risiko Perdarahan pada Pasien dengan Penyakit Ginjal Kronis
  • Metformin vs Sulfonilurea pada DM Tipe 2 dengan Penyakit Ginjal Kronis
    Metformin vs Sulfonilurea pada DM Tipe 2 dengan Penyakit Ginjal Kronis
Diskusi Terkait
Anonymous
24 Februari 2023
Suplemen peningkat fungsi ginjal untuk pasien CKD stage 4
Oleh: Anonymous
3 Balasan
Selamat siang dok. Izin bertanya dokter..Apakah ada tips atau suplemen untuk meningkatkan fungsi kreatinin pada pasien ckd stage 4 dok? Misalnya ketoanalog...
Anonymous
22 November 2022
Pemberian ketosteril pada pasien PGK - Gizi Klinik Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo Dok, ijin tanya, apakah ada manfaatnya untuk memberikan ketosteril pada pasien PGK? Mohon penjelasannya... Terima kasih banyak Dok
Anonymous
22 November 2022
Apakah sayur perlu dicuci untuk diet pasien PGK? - Gizi Klinik Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dr. Kurnia, SpGK, ijin tanya untuk saya pernah mendengar katanya untuk diet pasien PGK , sayur perlu dicuci setidaknya 2x terlebih dahulu untuk...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.