Pengawasan Klinis Methimazole
Pengawasan klinis diperlukan selama terapi methimazole untuk memastikan efektivitas sekaligus mencegah efek samping serius. Pemeriksaan awal yang dianjurkan sebelum memulai terapi meliputi kadar TSH dan T4 bebas, hitung darah lengkap dengan diferensial leukosit, serta fungsi hati. Hasil baseline ini penting sebagai pembanding dalam pemantauan lanjutan.
Selama terapi, fungsi tiroid perlu dipantau secara berkala, umumnya setiap 4–8 minggu hingga tercapai kondisi eutiroid. Setelah kondisi stabil, interval pemeriksaan dapat diperpanjang menjadi setiap 2–3 bulan. Karena TSH sering tetap rendah meskipun kadar T4 sudah normal, evaluasi dosis sebaiknya didasarkan terutama pada kadar T4 bebas atau total T4. Dosis methimazole harus disesuaikan untuk mencegah timbulnya hipotiroid akibat over-suppression.
Pengawasan hematologi juga sangat penting mengingat risiko agranulositosis. Pasien perlu diinstruksikan untuk segera melaporkan gejala seperti demam, sakit tenggorokan, atau malaise. Bila gejala ini muncul, hitung leukosit dengan diferensial perlu segera dilakukan. Methimazole dihentikan bila ditemukan penurunan signifikan, khususnya granulosit <1000/mL.
Selain itu, fungsi hati harus dipantau apabila muncul gejala hepatotoksisitas, seperti ikterus, pruritus, anoreksia, atau nyeri kuadran kanan atas. Jika terdapat peningkatan enzim hati lebih dari tiga kali batas atas normal, terapi dihentikan.
Pengawasan tambahan berupa profil koagulasi dianjurkan pada pasien yang akan menjalani tindakan bedah, mengingat adanya risiko hipoprotrombinemia.[1-4]