Mengetahui Dan Menangani Kehamilan Palsu

Oleh :
Josephine Darmawan

Kehamilan palsu atau pseudocyesis merupakan salah satu kelainan psikologis somatik yang dialami wanita, baik usia produktif maupun pasca menopause. Penyakit ini dapat mengenai wanita dari seluruh suku, ras, maupun kelas ekonomi. Kehamilan palsu paling sering ditemukan pada wanita non-psikotik berusia 20 hingga 39 tahun.

Kehamilan palsu cukup jarang terjadi, tetapi dapat membawa dampak psikologis yang cukup berat, terutama pada wanita yang infertil atau tertekan untuk memiliki keturunan. Kondisi ini sering kali terlewatkan oleh dokter, sehingga berlangsung lama hingga mengganggu aktifitas kerja sehari-hari penderitanya.[1-3]

Depositphotos_76840703_m-2015_compressed

Kehamilan palsu adalah suatu gangguan somatoform nonspesifik berupa keyakinan hamil pada wanita yang tidak hamil meyakini bahwa dirinya hamil karena mengalami tanda dan gejala kehamilan, seperti mual muntah pagi hari atau morning sickness, iritabilitas, nyeri pinggang dan perut membesar.[1,4]

Etiologi

Penyebab terjadinya kehamilan palsu atau pseudocyesis belum diketahui secara pasti. Teori yang ada menyatakan bahwa keadaan ini merupakan hasil dari interaksi neuroendokrin dan faktor psikologis. Pada kehamilan palsu, diperkirakan terdapat disfungsi aksis hipotalamus-pituitari-ovarium (HPO). Pasien dengan kehamilan palsu juga diperkirakan mengalami defisit pada jalur katekolaminergik yang terlibat dalam sekresi hormon pituitari anterior. Hal ini berdampak pada kenaikan aktivitas dan sekresi gonadotropin releasing hormone (GnRH), luteinizing hormone (LH), dan hormon prolaktin.

Gangguan hormon ini menimbulkan gejala yang serupa dengan sindroma ovarium polikistik, seperti amenorea dan galaktorea. Sistem saraf simpatetik juga mengalami disfungsi, sehingga menyebabkan gangguan pada saraf abdomino-frenik. Gangguan pada saraf ini menyebabkan terjadi pembesaran abdomen. Risiko terjadinya kehamilan palsu meningkat pada wanita infertil yang ingin memiliki anak, wanita dengan gangguan delusi, wanita usia 20-39, pengalaman buruk masa kecil, sexual abuse, tekanan interpersonal untuk memiliki anak, dan takut mengalami hamil.[2,5,7]

Diagnosis

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM)-5, kehamilan palsu atau pseudocyesis dimasukkan ke dalam klasifikasi baru, yaitu gangguan gejala somatik dan kelainan terkait yang tidak spesifik (not otherwise specified).

Gejala-gejala yang dapat timbul pada kehamilan palsu antara lain:

  • Gejala gastrointestinal: nyeri perut, kembung, mual muntah
  • Gangguan haid: amenorea, spotting

  • Tanda-tanda tidak pasti kehamilan lain: morning sickness, nyeri payudara, payudara membesar, perut membesar, galactorrhea, quickening, berat badan bertambah, frekuensi urin
  • Gangguan mood: hipomania, gejala depresi

Diagnosis kehamilan palsu sendiri dapat ditegakkan apabila:

  • Wanita tidak hamil dan tidak psikotik
  • Memiliki keyakinan bahwa dirinya hamil
  • Menunjukkan tanda dan gejala kehamilan

Gejala ini dapat berlangsung selama beberapa minggu, kemudian beberapa gejala dapat berkurang, namun demikian kehamilan palsu umumnya dapat berlangsung selama 9 bulan atau lebih. Kondisi ini harus dibedakan dari hipokondriasis dan gangguan somatoform lainnya.[1-3,7]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam membantu diagnosis kehamilan palsu adalah:

  • Tes kadar hormon: LH, FSH, estrogen, progesteron, prolaktin
  • Tes darah rutin
  • Tes fungsi hati
  • Tes fungsi ginjal
  • Tes kadar beta HCG (b-HCG)

Hasil pemeriksaan yang dapat ditemukan pada pasien pseudocyesis antara lain adalah:

  • b-HCG negatif
  • Hiperprolaktinemia
  • Peningkatan kadar LH
  • Kadar progesteron dalam batas normal
  • Kadar FSH, TSH, LH dalam batas normal pada pasien pasca menopause
  • Tes darah rutin, fungsi hati, dan ginjal dalam batas normal

Selain dari tes laboratorium, dapat dilakukan juga pemeriksaan ultrasonografi abdomen. Pemeriksaan-pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak adanya kehamilan. Beberapa pemeriksaan seperti MRI atau CT Scan dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan terhadap penyebab organik gejala-gejala yang muncul, seperti tumor hipofisis, dan lainnya. Pemeriksaan status mental juga dapat dilakukan untuk mencari dan menyingkirkan kemungkinan komorbiditas dengan gangguan mental lain.[1-3,6]

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kehamilan palsu atau pseudocyesis dipusatkan pada peningkatan fungsi sosial dan kualitas hidup pasien, mengubah tilikan pasien terhadap penyakit yang dialami, menghilangkan gejala-gejala yang timbul, dan menurunkan risiko rekurensi kehamilan palsu. Tata laksana yang dapat diberikan berupa pemberian obat psikotropika, obat hormonal, dan konseling.

Konseling atau Psikoterapi

Konseling pasien merupakan kunci utama dalam terapi kehamilan palsu tetapi pasien sering kali tidak berkenan melakukan psikoterapi. Konseling dapat dilakukan secara informal dengan melakukan komunikasi, informasi, edukasi kepada pasien dan keluarga. Dalam beberapa kasus yang cukup sulit atau menunjukkan komorbiditas dengan gangguan psikis lainnya, pasien dapat dirujuk ke dokter spesialis kesehatan jiwa. Gangguan psikis yang sering kali muncul bersamaan dengan kehamilan palsu antara lain adalah depresi, mania, gangguan psikotik seperti skizofrenia atau gangguan delusi, serta gangguan somatoform lainnya.

Obat Psikotropika

Antidepresan dan/atau antipsikotik dapat diberikan bila pasien menunjukkan gejala depresi dan/atau psikosis, tetapi penggunaan obat psikotropika bukan merupakan terapi utama untuk kehamilan palsu.

Obat Hormonal

Progesteron atau kombinasi estrogen/progesteron dapat diberikan untuk menangani gejala withdrawal bleeding pada wanita yang mengalami penurunan hormon estrogen dan amenorea.[1-3]

Komunikasi, Informasi, dan Edukasi dengan Penderita Kehamilan Palsu

Keterampilan komunikasi yang baik harus dimiliki dokter dalam melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada pasien kehamilan palsu, terutama saat menyampaikan diagnosis pertama kali. Hal ini dikarenakan diagnosis kehamilan palsu dapat menjadi beban psikis yang sangat berat bagi penderitanya, terutama bagi pasien infertil atau pasien yang sedang melakukan program kehamilan (promil).

Pembinaan raport yang positif dengan pasien akan sangat membantu dokter dalam menyampaikan diagnosis dan membantu pasien menghadapi beban emosional yang dialami.[1-3]

Secara garis besar, langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam  menyampaikan diagnosis pseudocyesis adalah:

  • Membina raport yang baik dengan pasien
  • Menunjukkan dan menjelaskan hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, ataupun penunjang lainnya dengan objektif
  • Menjelaskan faktor risiko dan kemungkinan penyebab yang dapat ditemukan pada pasien
  • Memberikan kesimpulan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan pasien tidak hamil
  • Menunjukkan empati terhadap kondisi yang sedang dialami pasien dan kesediaan dokter untuk tetap menangani pasien lebih lanjut

Memiliki pengalaman dan keterampilan dalam menyampaikan kabar buruk juga dapat membantu dokter dalam KIE pasien kehamilan palsu. Apabila pasien tetap meyakini bahwa dirinya hamil setelah dilakukan komunikasi, informasi, edukasi, dokter harus menghindari konfrontasi terhadap pasien secara berlebihan. Hal ini umumnya terjadi karena pasien belum siap menerima informasi yang disampaikan.

Dalam menghadapi hal ini, dokter sebaiknya bertindak dengan menjadwalkan pertemuan berikutnya dengan pasien dan dilakukan komunikasi, informasi, edukasi ulang. Apabila pasien tetap meyakini bahwa dirinya hamil, konsultasi dengan dokter spesialis kesehatan jiwa dapat dipertimbangkan.[2,3]

Kesimpulan

Kehamilan palsu atau pseudocyesis merupakan salah satu kelainan dalam spektrum gangguan somatoform.  Diagnosis kehamilan palsu dapat ditegakkan apabila terdapat pasien wanita yang tidak hamil dan tidak psikotik memiliki keyakinan bahwa dirinya hamil dan menunjukkan tanda-tanda kehamilan tidak pasti, seperti mual muntah, amenorea, perut membesar, perubahan payudara, perubahan suasana hati, dan sebagainya.

Pemeriksaan fisik serta penunjang harus dilakukan untuk menunjukkan bahwa pasien benar-benar tidak mengalami kehamilan dan mencari kemungkinan penyebab organik kondisi pasien. Dalam menangani kehamilan palsu, komunikasi, informasi, edukasi merupakan modalitas utama yang dapat digunakan dokter. Modalitas terapi seperti obat psikotropika dan obat hormonal hanya diberikan apabila diperlukan. Pasien juga harus dikonsultasikan ke dokter spesialis kesehatan jiwa, terutama bila dicurigai adanya komorbiditas dengan gangguan psikis lainnya.

Referensi