Hindari Penggunaan NSAID pada Orang dengan Faktor Risiko Kejadian Kardiovaskular

Oleh :
Debtia Rahmah

Studi terkini menunjukkan semua golongan non-steroid anti-inflammatory drug (NSAID) atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), kecuali aspirin, meningkatkan risiko terjadinya infark miokard. Penggunaan NSAID harus dihindari pada orang yang memiliki faktor risiko kejadian kardiovaskular, dan juga pada pasien dengan riwayat infark miokard sebelumnya.

Non steroid Anti Inflammatory Drug (NSAID) termasuk obat yang sering diresepkan untuk penanganan myalgia, arthritis rheumatoid, gout, maupun penyakit dengan gejala peradangan lainnya. Sayangnya, efek samping penggunaan NSAID terhadap sistem kardiovaskular sering kali tidak menjadi pertimbangan dokter ketika hendak meresepkan NSAID pada pasien. Padahal NSAID seharusnya dihindari pada orang dengan faktor risiko kejadian kardiovaskular misalnya pasien dengan hipertensi, diabetes, dislipidemia, merokok, dan obesitas.

Depositphotos_38197261_m-2015_compressed

Golongan NSAID

NSAID terbagi menjadi golongan berikut berdasarkan aksi terhadap siklooksigenase/COX.

NSAID dan Kaitannya dengan Infark Miokard

Ada banyak studi yang melaporkan konsumsi NSAID berisiko mengakibatkan infark miokard akut, terutama NSAID yang selektif bekerja terhadap COX-2. Analisis terhadap studi kontrol terandomisasi yakni studi Vioxx Gastrointestinal Outcomes Research (VIGOR) dan studi The Celecoxib Long-term Arthritis Safety Study (CLASS) melaporkan peningkatan risiko kardiovaskular pada penggunaan celecoxib dan rofecoxib.[3] Studi tersebut semula bertujuan memantau efek gastrointestinal NSAID pada populasi pasien artritis sehingga tidak melaporkan secara pasti faktor risiko kardiovaskular yang diderita partisipan. Walaupun persentase insiden infark miokard sedikit yaitu 0,3% (kelompok celecoxib maupun NSAID lainnya pada studi CLASS), 0,4% (kelompok rofecoxib pada studi VIGOR) dan 0,1% (kelompok naproxen pada studi VIGOR), kedua studi tersebut memperlihatkan adanya efek samping kardiovaskular pada penggunaan NSAID.

Suatu studi meta analisis menyimpulkan bahwa NSAID meningkatkan luaran kejadian vaskular. Komparasi dengan placebo menunjukkan risiko infark miokard meningkat hingga hampir 2x lipat pada penggunaan NSAID selektif COX-2 (rofecoxib, celecoxib, etoricoxib, lumiracoxib dan valdecoxib). Di antara obat tersebut, penggunaan rofecoxib dan celecoxib paling banyak menimbulkan komplikasi vaskular, tak hanya infark miokard, tetapi juga stroke,  dan bahkan kematian. Meta analisis tersebut mengikutsertakan 121 studi klinis terandomisasi yang membandingkan efek kardiovaskular pada pemberian NSAID COX-2 selektif vs placebo maupun COX-2 selektif vs NSAID non- selektif. Akan tetapi studi yang diikutsertakan tidak membedakan populasi sampel termasuk populasi berisiko mengalami kejadian kardiovaskular atau tidak.[4]

Studi meta analisis lainnya menunjukkan dosis sangat berpengaruh terhadap besar risiko kejadian infark miokard. Etoricoxib diikuti etodolac, rofecoxib, celecoxib, dan diclofenac dosis rendah menimbulkan risiko infark miokard. Semakin besar dosis NSAID, risiko semakin besar. Serupa dengan studi sebelumnya, naproxen merupakan NSAID dengan risiko terendah.[5]

Semua Golongan NSAID Meningkatkan Risiko Infark Miokard Akut

Studi meta analisis terbaru menyimpulkan bahwa tak hanya penghambat COX-2 tetapi seluruh NSAID berpotensi meningkatkan risiko infark miokard akut pada populasi umum. Kejadian infark miokard dapat timbul secara cepat dalam satu minggu pertama. Risiko timbul infark miokard sebesar 1,58 kali jika mengonsumsi rofecoxib, 1,53 kali jika mengonsumsi naproxen, 1,5  kali jika mengonsumsi diklofenak, 1,48 kali jika mengonsumsi ibuprofen dan 1,24 kali pada konsumsi celecoxib. Peningkatan risiko ini berhubungan dengan dosis obat yang diberikan tetapi tidak berhubungan dengan durasi pemberian. [6]

Aspirin Satu-satunya NSAID yang tidak Meningkatkan Risiko Infark Miokard Akut

Hingga kini, hanya aspirin NSAID yang terbukti memberikan efek proteksi kardiovaskular terutama terkait kejadian iskemia. Pedoman European Society of Cardiology (ESC) tahun 2017 merekomendasikan pemberian aspirin segera pada pasien infark miokard dengan ST elevasi tanpa kontraindikasi.[7] Aspirin melalui proses asetilasi group hidroksil SER 530 menghambat COX-1 secara ireversibel. Oleh karena itu produksi thromboxane A2, promotor agregasi platelet, terhambat. Hingga platelet baru terbentuk, platelet yang sudah dihambat kerjanya oleh aspirin tidak dapat agregasi.[8]

Pemberian NSAID pada Pasien Pasca Infark Miokard

Studi menunjukkan NSAID terkadang masih diberikan pada pasien STEMI selama perawatan di rumah sakit.[7] Pedoman ACCF/AHA 2013 melarang pemberian NSAID pada pasien riwayat STEMI. Pedoman AHA 2014 juga menyatakan bahwa penggunaan NSAID dikontraindikasikan pada pasien sindrom koroner akut tanpa elevasi segmen ST (rekomendasi kelas III B). Konsumsi NSAID meningkatkan risiko terjadi luaran kardiovaskular major berupa infark miokard berulang bahkan kematian.[9,10] Studi menunjukkan seluruh NSAID berisiko tetapi NSAID nonselektif dalam dosis tinggi baru menimbulkan risiko tersebut sedangkan NSAID selektif COX-2 dalam dosis rendah pun dapat berakibat buruk.[10]

Pedoman European Society of Cardiology terbaru mengenai STEMI maupun NSTEMI tidak membahas penggunaan NSAID.[11] Pedoman NICE tentang penanganan STEMI pun tidak membahas penggunaan NSAID selain aspirin pada pasien STEMI.

Studi kohort terbaru juga menunjukkan konsumsi NSAID meningkatkan risiko infark miokard berulang maupun luaran fatal lainnya pada pasien yang sudah mengalami infark miokard pada follow-up hingga 5 tahun. Sayangnya studi tersebut tidak memiliki data terperinci terkait dosis serta lama penggunaan NSAID.[7]

Kesimpulan

Berbagai studi memberikan laporan bahwa pemberian seluruh NSAID kecuali aspirin meningkatkan risiko infark miokard pada populasi umum. Pada pasien dengan riwayat infark miokard, penggunaan NSAID juga meningkatkan risiko infark miokard berulang. Hanya aspirin obat golongan NSAID yang memiliki efek kardioprotektif.

Penilaian individual terhadap tiap pasien perlu dilakukan terkait risiko kardiovaskular. Pemilihan regimen serta dosis NSAID harus dipertimbangkan secara cermat tak hanya pada populasi berisiko tapi juga pada populasi normal. Sebaiknya hindari pemberian NSAID pada pasien yang memiliki risiko penyakit kardiovaskular tinggi, dan juga pada pasien yang memiliki riwayat infark miokard. Jika memang harus diberikan, gunakan dosis serendah mungkin untuk meminimalisir risiko infark miokard pada pasien.

Referensi