Evaluasi Purpura dan Petekie pada Anak

Oleh :
dr. Novianti Rizky Reza, Sp.KK

Purpura merupakan kelainan kulit yang umum ditemukan pada anak dengan berbagai kondisi yang mendasari, sehingga evaluasinya perlu dipahami oleh klinisi. Purpura dapat bersifat ringan, seperti yang disebabkan oleh penyebab mekanik, atau dapat menandakan keadaan yang lebih serius, seperti invasive meningococcal disease (IMD) atau immune thrombocytopenic purpura (ITP). Karakteristik purpura dan gejala yang menyertai perlu diketahui untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

Sekilas tentang Purpura dan Petekie

Purpura merupakan perdarahan pembuluh darah kecil berupa bercak merah pada kulit dan mukosa dengan ukuran >2mm, sedangkan petekie biasanya berukuran lebih kecil (1–2 mm). Purpura dan petekie bukan merupakan suatu diagnosis, melainkan salah satu manifestasi dari berbagai keadaan.[1]

shutterstock_1489943060

Patogenesis munculnya purpura adalah ekstravasasi eritrosit dari pembuluh darah pada kulit atau permukaan mukosa. Petekie dapat muncul akibat trauma pada kapiler, inflamasi pada dinding kapiler, atau kadar trombosit yang rendah.

Cara untuk membedakan purpura atau petekie dengan bercak merah lainnya adalah dengan menekan lesi kulit dengan menggunakan kaca atau objek yang tembus pandang. Pada petekie dan purpura, lesi tidak akan menghilang saat dilakukan penekanan.[2,3]

Penyebab Purpura dan Petekie pada anak

Penyebab purpura dan petekie pada anak dapat bervariasi, antara lain:

  1. Penyebab mekanik: Adanya riwayat trauma langsung atau muntah dan batuk dapat memberikan gejala berupa petekie maupun purpura pada anak
  2. Infeksi: demam dengue, invasive meningococcal disease (IMD), scarlet fever, dan infeksi virus lain
  3. Kelainan dan keganasan pada hematologi: leukemia, immune thrombocytopenic purpura (ITP), neuroblastoma, disseminated intravascular coagulation (DIC), haemolytic uraemic syndrome (HUS)
  4. Vaskulitis dan reaksi inflamasi: Henoch-Schönlein purpura (HSP)[4]

Purpura yang terjadi akibat penyakit yang serius, seperti invasive meningococcal disease dan infeksi bakteri lainnya dapat ditemukan pada 10% kasus, sehingga klinsi perlu mengidentifikasinya dengan tepat. Penyakit lain seperti Henoch-Schönlein purpura, idiopathic thrombocytopenic purpura, leukemia akut, dan HUS juga dapat mendasari munculnya lesi tersebut. Gejala penyerta dan pemeriksaan penunjang dapat menuntun klinisi untuk menentukan penyebab purpura pada anak.[5]

Evaluasi Purpura dan Petekie pada Anak

Langkah pertama dalam evaluasi purpura dan petekie pada anak adalah menilai keadaan umum anak, apakah anak terlihat sakit atau sehat. Anak yang terlihat sakit dengan manifestasi purpura harus diasumsikan mengalami infeksi bakteri yang serius, sebelum diagnosis lainnya ditegakkan.

Gejala dan Tanda Penyerta

Pada anak dengan lesi purpura dan petekie, dokter harus secara aktif mencari gejala dan tanda lain untuk dapat mengenali dan menyingkirkan kelainan yang serius pada anak. Gejala dan tanda yang harus diperhatikan dan diobservasi pada anak dengan keluhan ini adalah:

Demam:

Demam atau riwayat demam merupakan salah satu faktor penting yang dalam evaluasi anak dengan purpura atau petekie. Pada IMD, umumnya anak akan tampak sakit dan mengalami demam. Meskipun demikian, diagnosis IMD belum dapat dieksklusi apabila tidak ditemukan demam pada penilaian awal.[5]

Karakteristik Lesi Purpura dan Petekie:

Evaluasi awal pada anak dengan gejala petekie maupun purpura perlu dilakukan secara cepat dan tepat untuk menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Pada kasus dimana IMD dicurigai, diagnosis dan penatalaksanaan secara dini dapat mencegah komplikasi dan memberikan luaran klinis yang lebih baik.

Lesi purpura atau petekie yang terbatas pada distribusi vena cava superior umumnya disebabkan oleh peningkatan tekanan vena dan kapiler akibat batuk, muntah, dan menangis. Kebanyakan anak tersebut dalam keadaan baik dan tidak mengalami IMD.[2,4]

Pada negara tropis seperti Indonesia, demam dan petekie atau purpura juga perlu diwaspadai sebagai salah satu gejala infeksi virus, yaitu demam dengue. Sebagian besar pasien demam dengue (71,28%) mengalami gejala mukokutaneus, dan lesi petekie ditemukan pada 41,23% pasien. Meskipun infeksi virus pada anak sering memberikan gejala berupa lesi eritema, dokter perlu mengenali gambaran ini guna mencegah terjadinya kelainan yang lebih berat.[6,7]

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab purpura pada anak. Tes yang meliputi pemeriksaan darah lengkap dengan jumlah trombosit, apusan darah tepi, serta prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT) dapat dilakukan sesuai indikasi.

Hasil pemeriksaan yang abnormal, seperti leukositosis atau peningkatan C-reactive protein, mengindikasikan perlunya pemberian antibiotik dengan segera dan hospitalisasi.[2,4]

Jika jumlah trombosit ditemukan rendah tanpa disertai kelainan lain pada pemeriksaan darah lengkap, diagnosis lebih mengarah pada immune thrombocytopenic purpura (ITP). Anemia dengan trombositopenia dapat mengindikasikan leukemia, lupus eritematosus sistemik, atau anemia aplastik

Penyebab Purpura dan Petekie pada Anak

Apabila tanda-tanda kegawatdaruratan pada anak tidak ditemukan atau telah teratasi maka dapat dipikirkan kemungkinan lain penyebab munculnya lesi petekie atau purpura pada anak. Beberapa penyakit dapat menyebabkan purpura dan petekie, antara lain:

Penyakit Infeksi

Purpura pada anak dapat disebabkan oleh penyakit infeksi akibat bakteri atau virus. Infeksi bakteri dengan manifestastasi purpura adalah invasive meningococcal disease (IMD) dan scarlet fever. Infeksi virus dengan manifestasi purpura adalah demam dengue, parvovirus, dan enterovirus.[4]

Penyebab Mekanik

Lesi berupa petekie maupun purpura juga dapat disebabkan oleh trauma fisik pada kapiler. Keadaan ini dapat ditandai dengan adanya riwayat trauma sebelum munculnya petekie.[1]

Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP)

Pada ITP, keadaan umum anak biasanya baik. Petekie dapat disertai dengan lesi lebam multipel yang muncul dalam onset akut. Lesi pada ITP dapat didahului oleh infeksi virus, baik asimtomatik maupun yang disertai dengan demam dan gejala perdarahan mukokutaneus. ITP pada anak umumnya berlangsung kurang dari 6 bulan dan dapat sembuh spontan.[8]

Observasi darah perifer lengkap dapat dilakukan untuk memonitor perjalanan penyakit. Selain itu, pasien perlu menghindari aktivitas atau olahraga yang memerlukan kontak tubuh, seperti sepak bola.[7]

Henoch Schonlein Purpura (HSP)

Pada HSP, lesi berupa palpable purpura, lebam, dan urtikaria dapat muncul pada tempat predileksi, yaitu ekstremitas bawah bagian ekstensor. Purpura dapat disertai dengan nyeri sendi dan nyeri perut. Pada pasien dengan HSP, perlu dilakukan observasi untuk menilai keterlibatan ginjal. Pemeriksaan darah dapat dilakukan dengan evaluasi kadar urea dan elektrolit.[7-9]

Koagulopati

Gangguan koagulasi akibat gangguan pada faktor pembekuan primer (trombosit dan pembuluh darah) dapat memberikan gambaran berupa lebam, petekie dan perdarahan pada mukosa.[10]

Leukemia Akut

Purpura pada leukemia akut biasanya muncul dengan onset yang lebih lambat dan disertai dengan anemia, limfadenopati, atau hepatosplenomegali.[7]

Hemolytic-Uremic Syndrome (HUS)

Pada anak dengan HUS, biasanya ditemukan oliguria/anuria yang berhubungan dengan anemia dan umumnya disertai dengan diare.[1]

Pemeriksaan Penunjang untuk Purpura pada Anak

Pemeriksaan penunjang pada anak dengan purpura perlu dilakukan untuk menginvestigasi penyebab dan juga menyingkirkan kemungkinan diagnosis IMD.

Jika dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarahkan kecurigaan pada gangguan perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang dilakukan perlu meliputi pemeriksaan darah lengkap, apusan darah tepi, serta fungsi koagulasi (PT dan aPTT). Tes tersebut secara umum dapat mengidentifikasi kelainan hemostatik.

Jika kecurigaan mengarah pada IMD atau infeksi lain: pemeriksaan kadar C-reactive protein dan kultur darah perlu dilakukan. Pada anak yang letargi dan iritabel, perlu dipertimbangkan untuk pemeriksaan analisis gas darah dan kadar glukosa darah.[2,4,5]

Pada HSP, pemeriksaan urinalisis dapat dilakukan untuk melihat keterlibatan ginjal. Sedangkan pada trauma, riwayat trauma yang jelas pada umumnya ditemukan sehingga tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.[5]

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan purpura dan petekie pada anak disesuaikan dengan penyakit yang mendasari. Pada anak dengan demam atau riwayat demam yang disertai dengan lesi petekie atau purpura, dokter harus mencurigai infeksi serius seperti IMD.

Pada kasus yang dicurigai IMD, pemberian antibiotik secara dini merupakan hal yang terpenting untuk menghasilkan luaran klinis yang baik. Kepentingan penegakan diagnosis dan hospitalisasi bersifat sekunder dan tidak lebih penting daripada pemberian antibiotic.

Pemberian terapi suportif dan kortikosteroid menunjukkan manfaat pada kasus purpura yang ditemukan pada HSP.[3,7]

Kesimpulan

Lesi kulit berupa purpura dan petekie sering ditemukan pada anak. Penyebab lesi kulit ini dapat bervariasi, mulai dari trauma fisik pada kapiler hingga kondisi yang mengancam hidup, seperti invasive meningococcal disease (IMD).

Langkah pertama yang perlu dilakukan untuk mengevaluasi purpura pada anak adalah menilai keadaan umum anak. Invasive meningococcal disease perlu dipikirkan pada anak yang tampak sakit dan demam, sebelum diagnosis pasti ditegakkan.

Purpura yang disertai demam mengindikasikan adanya keterlibatan infeksi akibat bakteri, seperti invasive meningococcal disease dan scarlet fever; dan akibat virus, seperti demam dengue, parvovirus, dan enterovirus. Pemeriksaan darah lengkap, kadar trombosit, dan C-reactive protein dapat membedakan kedua penyebab tersebut.

Penyebab paling umum dari purpura pada anak adalah immune thrombocytopenic purpura (ITP). Karakteristik kelainan ini adalah anak tampak sehat dengan onset memar (purpura dan petekie) yang mendadak dan biasanya hilang secara spontan. Jumlah trombosit yang rendah dapat mengonfirmasi kelainan ini.

Kecurigaan pada gangguan koagulasi dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan faktor koagulasi. Purpura dengan onset kronis yang disertai dengan anemia, trombositopenia, atau organomegali dapat mengarahkan kecurigaan pada leukemia, lupus eritematosus sistemik, atau anemia aplastik.

Referensi