Deteksi Penyakit Parkinson pada Layanan Primer

Oleh :
dr. Anyeliria Sutanto, Sp.S

Penyakit Parkinson sulit dideteksi di layanan primer karena manifestasi klinis yang nonspesifik. Penyakit Parkinson merupakan kelainan neurologis degeneratif yang bersifat kronis dan progresif, dengan angka morbiditas yang tinggi. Hingga saat ini, terapi penyakit parkinson masih berfokus pada perbaikan gejala dengan neuroprotektif yang potensial.[1,2]

Terapi tersebut akan lebih efektif jika dilakukan di proses awal penyakit, di mana kehilangan neuron yang substansial belum terjadinya. Oleh karena itu, deteksi dini penyakit Parkinson di layanan primer menjadi sangat penting.[1,2]

shutterstock_1488114713-min

Pentingnya Deteksi Dini Penyakit Parkinson

Penyakit Parkinson diperkirakan mempengaruhi sekitar 1% individu usia lanjut di Amerika Serikat. Insidensi penyakit Parkinson akan meningkat sejalan dengan pertambahan usia, dengan angka kejadian lebih tinggi pada pria. Faktor risiko terjadinya penyakit Parkinson bersifat multifaktorial, antara lain usia, jenis kelamin, faktor genetik, riwayat penyakit keluarga, dan trauma kepala.[1,2]

Manifestasi klinis pada penyakit Parkinson

Manifestasi klinis pada penyakit Parkinson dibagi menjadi 2, yakni gejala motor dan nonmotor. Gejala motor secara klasik dikenal dengan istilah TRAP, yaitu tremor, rigidity, akinesia/bradykinesia, dan postural instability. Gejala ini diakibatkan penurunan produksi dopamin pada substansia nigra pars kompakta.[1-3]

Sementara itu, gejala nonmotor diduga berhubungan dengan akumulasi patologi protein σ-synuclein, yang akan menyebabkan manifestasi berupa  gangguan otonom (hipersaliva, mual, konstipasi, disfungsi seksual, hipotensi ortostatik), gangguan tidur, gangguan neuropsikiatri (penurunan kognisi, gangguan mood, psikosis), serta gangguan sensoris dan lainnya (hiposmia, gangguan visual, gangguan auditorik).[1-3]

Pemeriksaan Klinis Penyakit Parkinson

Diagnosis penyakit Parkinson merupakan diagnosis klinis, sehingga identifikasi gejala motor yang klasik sangat berperan penting. Salah satu kriteria diagnostik yang masih banyak digunakan adalah UK Parkinson’s Disease Society Brain Bank Clinical Diagnostic Criteria, dengan kriteria utama bradikinesia  yang disertai minimal 1 gejala motor klasik lain, yaitu tremor, rigiditas, atau instabilitas postural.[1]

Namun, sayangnya, kehadiran gejala motor klasik ini menandakan penyakit Parkinson telah mengalami kehilangan neuron dopaminergik sebanyak 60–80% di sistem nigrostriatal.[1,4]

Pemeriksaan Penunjang Penyakit Parkinson

Selain pemeriksaan klinis, beberapa pemeriksaan penunjang untuk penyakit Parkinson antara lain MRI otak, PET scan (positron emission tomography), SPECT (single-proton emission computed tomography), dan USG transkranial. Tujuan pemeriksaan penunjang adalah untuk menyingkirkan diagnosis banding, mengonfirmasi diagnosis, serta membantu proyeksi bagian pre dan pascasinaps sehingga dapat membedakan penyakit parkinson dengan Parkinson sekunder. Pemeriksaan penunjang ini tentu saja jarang tersedia di layanan primer.[1,6]

Gejala yang Akan Membantu Mendeteksi Penyakit Parkinson pada Layanan Primer

Fase preklinik dari penyakit Parkinson ditemukan berlangsung 6 hingga 40 tahun sebelum diagnosis ditegakkan. Fase preklinik ini dikenal juga dengan istilah presimtomatik atau premotorik, dimana gejala yang timbul adalah gejala prodromal sebelum adanya gejala motorik. Gejala prodromal yang dimaksud antara lain gangguan olfaktori, konstipasi, dan rasa kantuk yang berlebihan di siang hari (excessive daytime sleepiness).[6,7]

Gejala Prediagnostik Penyakit Parkinson

Gejala prodromal penyakit Parkinson sangatlah tidak spesifik. Namun, sebuah studi kasus kontrol yang diterbitkan di jurnal Lancet Neurology pada tahun 2015 berusaha mengidentifikasi berbagai gejala yang berkaitan dengan kemungkinan diagnosis penyakit Parkinson di masa datang dan dapat dengan mudah diidentifikasi di layanan primer. Studi ini melibatkan 8.166 subjek dengan penyakit Parkinson dan 46.755 subjek tanpa penyakit Parkinson.[8]

Studi ini menemukan bahwa pada 10 tahun sebelum diagnosis penyakit Parkinson, lebih banyak pasien pada kelompok kasus mengalami tremor dan konstipasi. Pada 5 tahun sebelum diagnosis, gejala yang lebih banyak ditemukan pada kelompok kasus berupa:

Sementara itu, pada tahun ke-2 sebelum diagnosis, dapat ditemukan semua gejala di atas ditambah dengan berbagai gejala lain yang dijabarkan pada Tabel 1.[8]

Tabel 1. Gejala yang Mengarah pada Diagnosis Penyakit Parkinson di Masa Depan

Gejala Motorik Tremor, rigiditas, gangguan keseimbangan, dan nyeri atau kaku pada bahu
Gejala Autonom Konstipasi, hipotensi, disfungsi ereksi, disfungsi kemih, pusing
Gangguan Neuropsikiatri Gangguan memori, ansietas onset lambat, depresi, penurunan fungsi kognitif, dan apati
Fitur Tambahan Lemah dan lesu, insomnia, anosmia, hipersalivasi, dan rapid-eye-movement sleep behaviour disorder

Sumber: Anyeliria, 2020.[8]

Sistem Skoring Risiko Penyakit Parkinson

Studi tahun 2019 berusaha merumuskan penghitungan risiko penyakit Parkinson. Studi yang dipublikasikan oleh Schrag et al melibatkan >50.000 subjek. Beberapa presentasi klinis di layanan primer pada pasien berusia >50 tahun diidentifikasi dan dianalisis multivariat untuk memprediksi kemungkinan terjadinya penyakit Parkinson dalam 5 tahun mendatang.[3]

Presentasi klinis yang ditemukan signifikan dengan nilai p <0,001 dan memenuhi proses diskriminasi dan kalibrasi dengan AUC (Area Under the Curve) sebesar 0,80 (95% Confidence Interval 0,78-0,81) adalah gejala tremor, konstipasi, depresi atau kecemasan, kelelahan, pusing, disfungsi urin, gangguan keseimbangan, gangguan memori, gangguan kognisi, hipotensi, kekakuan, dan hipersalivasi.[3]

Setiap manifestasi klinis terkait diberikan nilai koefisien regresi, kemudian diakumulasi sebagai “skor risiko pasien”. Skor tersebut kemudian dimasukkan dalam rumus 1/(1+exp(-skor risiko pasien). Skor risiko pasien dihitung dengan menjumlahkan gejala yang muncul berdasarkan koefisien regresi yang dijabarkan dalam Tabel 2.[3]

Tabel 2. Koefisien Regresi Skor Risiko Pasien

Presentasi Koefisien Regresi
Tremor 4,58
Konstipasi 0,50
Depresi dan atau kecemasan 0,43
Kelelahan 0,38
Pusing 0,15
Disfungsi urin 0,52
Gangguan keseimbangan 1,39
Gangguan memori 0,34
Gangguan kognisi 1,00
Hipotensi 0,46
Kekakuan 2,49
Hipersalivasi 1,99
Sudah tidak merokok -0,33
Masih merokok -0,86
Laki-laki Usia 50–59 -6,64
Usia 60–69 -5,85
Usia 70–79 -5,32
Usia 80–89 -5,06
Usia ≥90 -4,87
Perempuan Usia 50–59 -7,65
Usia 60–69 -6,54
Usia 70–79 -5,7
Usia 80–89 -5,51
Usia ≥90 -5,81

Sumber: Anyeliria, 2020.[3]

Sebagai contoh, apabila seorang laki-laki berusia 70 tahun memiliki konstipasi, tremor, depresi, ansietas, dan disfungsi urin, maka skor risiko pasien = 0,50 + 4,58 + 0,43 + 0,52 - 5,32 menjadi total 0,71. Dengan demikian, risiko penyakit Parkinson pasien dalam 5 tahun mendatang dihitung menjadi 1/(1+exp-0,71) dan hasilnya adalah 0,67 atau 67%.[3]

Sistem skoring ini sangat berguna karena mampu mengkuantifikasi risiko penyakit Parkinson pasien, tetapi masih memerlukan validasi lebih lanjut. Selain itu, karena angka-angka yang digunakan cukup sulit diingat, perlu dipikirkan penyederhanaan atau pembuatan kalkulator otomatis untuk mempermudah penggunaan secara klinis.[3]

Kesimpulan

Deteksi penyakit Parkinson di layanan primer sangat penting karena dapat menurunkan morbiditas pasien. Namun, deteksi ini sulit dilakukan karena gejala khas penyakit Parkinson umumnya baru muncul setelah penyakit berada dalam tahap yang lebih berat.

Untuk mendeteksi penyakit Parkinson di layanan primer, dokter bisa mencari berbagai gejala klinis yang berkaitan dengan berkembangnya penyakit Parkinson di masa mendatang. Gejala ini mencakup tremor, konstipasi, depresi atau kecemasan, kelelahan, pusing, disfungsi urin, gangguan keseimbangan, gangguan memori, gangguan kognisi, hipotensi, kekakuan, dan hipersalivasi. Selain itu, baru-baru ini telah dikembangkan sistem skoring yang mampu mengkuantifikasi risiko munculnya penyakit Parkinson dalam 5 tahun.

Referensi