Cedera Otak Traumatik dan Peningkatan Risiko Terjadinya Penyakit Parkinson

Oleh :
dr. Anyeliria Sutanto, Sp.S

Cedera otak traumatik diduga meningkatkan risiko penyakit Parkinson. Kejadian trauma otak ini menjadi hal yang sangat penting, terutama pada populasi pasien dengan usia lanjut yang memiliki risiko penyakit neurodegeneratif yang tinggi. Ditambah populasi lanjut usia memiliki tingkat regenerasi neuron yang lebih rendah, peningkatan risiko jatuh, dan mengalami trauma kepala.

Cedera otak traumatik (traumatic brain injury atau TBI) merupakan salah satu masalah tersering yang ditemukan pada pasien dengan angka mortalitas dan morbiditas yang cukup tinggi. Secara global, TBI memiliki angka insidens sekitar 80.000 kasus per tahun. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, insidensi TBI semakin meningkat diikuti dengan memburuknya prognosis pasien tersebut.[1,2]

shutterstock_1138313180-min

Sekilas Mengenai Cedera Otak Traumatik (TBI)

Terdapat tiga periode sepanjang hidup dimana insidensi trauma otak meningkat yaitu pada masa kecil (childhood), remaja (adolescence) dan lansia (older-adulthood). TBI ini sering kali dikaitkan dengan berbagai penyakit neurodegeneratif. Baik sebagai faktor yang meningkatkan risiko maupun sebagai faktor independen. Salah satu penyakit neurodegeneratif yang dihubungkan dengan TBI adalah penyakit Parkinson.[1,2]

Korelasi Cedera Otak Traumatik dengan Parkinson

Penelitian hewan oleh Kulkani et al. menunjukan bahwa tikus yang diberi kondisi cedera otak ringan hingga berat memiliki perubahan struktur otak hingga fungsi. Letak perubahan terjadi pada bagian striata dan area midbrain dopaminergic. Perubahan ini bertahan lama setelah cidera ringan yang repetitif. Diduga, akibat dari perubahan ini adalah awal dari penyakit neurodegeneratif dan risiko Parkinson saat tua.[3]

Suatu penelitian kohort-retrospektif yang dilakukan oleh Gardner et al. pada 165.700 kasus trauma pada pasien berusia ≥ 55 tahun menemukan bahwa dibandingkan dengan pasien pada kelompok usia yang sama namun mengalami cedera non-TBI, pasien pada kelompok yang mengalami trauma otak (TBI) memiliki peningkatan risiko sebesar 44% untuk mengalami Parkinson dalam 5-7 tahun.[1]

Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa frekuensi dan tingkat keparahan dari trauma otak yang dialami pasien memiliki hubungan dose dependent dengan risiko dari terjadinya penyakit Parkinson. Pasien yang mengalami cedera berat atau frekuensi  yang lebih sering memiliki risiko dua kali lipat dibandingkan dengan pasien yang mengalami trauma ringan atau hanya satu kali.[1]

Sebuah studi lain oleh Gardner et al. dengan populasi sampel yang lebih besar (325.870 pasien yang merupakan veteran militer) yang dilakukan tahun 2018 menemukan bahwa cedera otak ringan dapat meningkatkan risiko Parkinson. Pasien dengan cedera otak ringan (mild traumatik brain injury)  meningkatkan risiko penyakit Parkinson sebesar 56% dibandingkan pasien tanpa riwayat trauma kepala.[4]

Meta-analisis Balabandian et a. tahun 2023 pada 15 studi terkait cedera otak traumatik dan hubungannya dengan penyakit Parkinson menunjukkan bahwa cedera otak traumatik merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya penyakit Parkinson. Namun, diperlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui perkiraan onset dan keparahan penyakit Parkinson, adakah lokasi cedera otak tertentu yang mempengaeruhi terjadinya penyakit Parkinson.[9]

Risiko Parkinson Pada Usia Muda

Penelitian retrospektif-kohort population based di Manitoba, Kanada menunjukan adanya korelasi antara cedera kepala ringan dengan ADHD, gangguan mood dan ansietas, demensia dan penyakit Parkinson. Sampel sebanyak 47.483 orang didiagnosis dengan cedera kepala sesuai dengan international classification disease (ICD). Usia rata-rata sampel laki-laki 25 tahun (28.021 sampel) dan 30 tahun untuk wanita (19.462 sampel). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa cedera kepala ringan meningkatkan risiko Parkinson (Hazard Ratio: 1.57).[5]

Mengalami cedera otak ringan kedua kali meningkatkan risiko demensia dibandingkan cedera otak tunggal (HR: 1.62). Demikian pula, dengan cedera otak ringan ketiga kali. Terjadi peningkatan risiko parkinson (HR:3.27) dan gangguan mood dan ansietas (HR: 1.22).[5]

Hubungan Traumatic Brain Injury dan Penyakit Parkinson

Terdapat beberapa mekanisme yang dapat membantu menjelaskan bagaimana TBI dapat diasosiasikan dengan proses terjadinya penyakit Parkinson pada pasien.

Traumatic Brain Injury Menyebabkan Kerusakan Otak Statik

TBI menghasilkan suatu kerusakan otak statik (static brain injury) yang mengurangi motor reserve dan mengakibatkan diagnosis parkinson pada pasien berisiko yang lebih dini (misalnya dengan memperjelas gejala-gejala subklinis pada pasien yang umumnya tersamarkan dan sulit terdeteksi). Terdapat perbedaan individual dalam defisit dan gejala motorik pada pasien-pasien yang mengalami Parkinson walaupun dalam perbandingan tingkat dopamin dan kerusakan neuron terlihat sama.[1]

Hal ini dikenal dengan sebutan motor reserve. Kemampuan ini didefinisikan sebagai kapasitas yang dimiliki oleh otak untuk bekerja tanpa adanya gangguan fungsional hingga kerusakan yang terjadi mencapai batas tertentu. Hal ini yang kadang mengakibatkan seorang pasien tampak masih belum menunjukkan gejala namun sebenarnya kematian neuron dan menurunnya kadar dopamine telah terjadi namun tersamarkan (subklinis).[1,6]

Mekanisme yang dapat menjelaskan tentang bagaimana pasien yang berbeda memiliki motor reserve yang berbeda-beda masih belum dapat dimengerti dengan jelas. Teori yang paling diterima saat ini adalah bahwa terjadi perubahan dan pembentukan sirkuit adaptif dalam basal ganglia untuk mempertahankan output normal melalui berbagai cara misalnya perubahan dari aktivitas atau koneksi neuron di area motorik kortikal dan perubahan di sistem serotonergik.[1,6,7]

TBI dipercaya menghasilkan kerusakan neuron yang mengakibatkan hilangnya motor reserve pada pasien dengan kerusakan yang ada namun bersifat subklinis sehingga gejala menjadi jelas dan diagnosis dapat ditegakkan.[1,6,7]

Traumatic Brain Injury Mempercepat  Proses Degeneratif

TBI dapat mempercepat atau berperan dalam proses neurodegeneratif yang memang sudah terjadi sebelumnya. Salah satu teori yang paling didukung yaitu bahwa trauma kepala menyebabkan proses neuroinflamasi yang diduga menjadi salah satu kontributor bermakna dalam patogenesis dari Parkinson.[1]

Trauma otak dapat menimbulkan gangguan pada sistem sawar darah otak sehingga mengakibatkan infiltrasi leukosit dan aktivasi mikroglial. Selain itu, trauma otak juga dapat mengganggu fungsi mitokondria dan menyebabkan eksitotoksisitas glutamat. Kedua proses ini ditemukan pada sebagian besar penyakit neurodegeneratif, termasuk di dalamnya adalah penyakit Parkinson.[1,8]

Proses-proses ini, dikombinasikan pada pasien yang memiliki faktor risiko genetik, dipercaya meningkatkan risiko terjadinya penyakit Parkinson, memberikan efek yang mendukung mekanisme biologis dalam terjadinya penyakit Parkinson.[1,2,8]

Traumatic Brain Injury Memicu Terjadinya Proses Neurodegeneratif

TBI dapat memicu terjadinya proses neurodegeneratif secara de novo. Terdapat teori yang mendukung bahwa trauma otak memiliki hubungan kausal dengan terjadinya proses neurodegeneratif bahkan tanpa adanya faktor risiko pada seorang pasien. Pada saat terjadinya suatu trauma otak, gaya mekanik yang dibebankan pada jaringan otak akan menimbulkan kerusakan kerusakan aksonal pada daerah yang multiple (multifocal axonal shear injuries) yang telah dibuktikan pada studi dengan subjek hewan.[1,8]

Kerusakan ini nantinya akan menimbulkan perubahan pada permeabilitas membran akson, influks ion kalsium dalam jumlah yang sangat besar, dan pelepasan dari protein caspase dan calpain yang selama ini dikenal berperan dalam proses fosforilasi dan agregasi protein yang abnormal.[1,4,8]

Sementara itu, studi mengenai trauma otak akut pada subjek manusia menunjukkan adanya akumulasi beberapa protein abnormal aksonal seperti protein tau, beta-amiloid dan alpha-synuclein yang merupakan temuan pada berbagai penyakit neurodegeneratif termasuk di dalamnya adalah penyakit Parkinson. Sebagian besar dari protein ini diketahui dapat memperbanyak diri secara independen melalui mekanisme transfer neuron ke neuron dan cross-seeding, sehingga memicu kaskade neurodegeneratif yang lebih luas.[1,4,8]

Kesimpulan

Penyakit Parkinson merupakan salah satu penyakit neurodegeneratif kompleks tersering yang kita temui dalam praktik sehari-hari. Berbagai penelitian telah dilakukan dalam mencari hubungan antara cedera otak traumatik (TBI) dengan kejadian penyakit Parkinson.

Penelitian hewan uji tikus menyatakan bahwa cedera otak ringan yang bersifat repetitif menimbulkan perubahan pada struktur hingga fungsi otak. Perubahan ini bertahan lama dan meningkatkan risiko penyakit neurodegeneratif dan Parkinson.

Pada usia muda, cedera kepala ringan secara repetitif meningkatkan risiko parkinson. Pasien usia muda yang mengalami cedera otak ringan sebanyak 3 kali menunjukan risiko Parkinson maupun gangguan mood serta ansietas.

Cedera otak memiliki hubungan dose dependent dalam meningkatkan risiko terjadinya penyakit Parkinson, terutama jika terjadi pada usia lanjut. Pasien yang mengalami cedera otak dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi atau frekuensi multipel memiliki risiko 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan yang mengalami cedera dengan tingkat keparahan lebih ringan atau hanya 1 kali. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh dokter, perawat maupun penunggu keluarga adalah pencegahan jatuh pada populasi geriatri.

Referensi