Glucose-Lowering Medication Classes and Cardiovascular Outcomes in Patients with Type-2 Diabetes
Neugebauer R, An J, Dombrowski SK, et al. JAMA Network Open. 2025. 8(10):e2536100. doi: 10.1001/jamanetworkopen.2025.36100.
Abstrak
Latar Belakang: Major adverse cardiovascular events (MACE) atau kejadian kardiovaskular merugikan mayor adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien dewasa dengan diabetes mellitus tipe 2 (DMT2), tetapi uji klinis dengan randomisasi belum cukup banyak yang membandingkan efek dari obat antidiabetes terhadap MACE dan studi yang telah dipublikasikan mayoritas memiliki keterbatasan bias adjustment pada metode penelitian.
Tujuan: Membandingkan efikasi pajanan berkelanjutan terhadap 4 kelas obat antidiabetes yang diindikasikan pada pasien DMT2 (sulfonilurea, dipeptidyl peptidase-4 inhibitor/DPP4-i, sodium glucose cotransporter-2 inhibitor/SGLT2i, dan glucagon-like peptide 1 receptor agonist/GLP-1RA) terhadap MACE pada pasien DMT2 dewasa di Amerika Serikat dengan metoda kausal modern dikombinasikan dengan machine learning.
Metode: Studi efikasi komparatif ini mencakup orang dewasa dengan DMT2 yang terdaftar pada 6 sistem pelayanan kesehatan besar di Amerika Serikat dan memulai terapi dengan salah satu dari 4 kelas obat (sulfonilurea, DPP4i, SGLT2i, atau GLP-1RA) antara 1 Januari 2014 hingga 31 Desember 2021. Analisis data dilakukan dari 1 Mei hingga 31 Desember 2024.
Pajanan: Penggunaan baru sulfonilurea, DPP4i, SGLT2i, atau GLP-1RA berdasarkan resep yang ditebus.
Luaran Utama: Luaran utama adalah MACE yang didefinisikan sebagai infark miokard nonfatal, stroke nonfatal, atau kematian karena kejadian kardiovaskular. Analisis dilakukan dengan targeted learning dengan kerangka kerja menyerupai uji klinis. Uji heterogenitas subgrup dilakukan untuk menilai efek tata laksana pada masing-masing kelompok perlakuan.
Hasil: Studi ini mencakup 296.676 orang dewasa. Kohort untuk emulasi uji klinis 4-lengan mencakup subkelompok 241.981 orang dewasa dengan DMT2. Dalam analisis teradjustasi, risiko MACE dalam 2,5 tahun paling rendah pada pasien dengan pajanan berkelanjutan GLP-1RA, diikuti oleh SGLT2i, sulfonilurea, dan DPP4i.
Dibandingkan antara DPP4i dan sulfonilurea serta antara SGLT2i dan GLP-1RA, perbedaan risiko kumulatif 2,5 tahun masing-masing adalah 1,9% (95% CI, 1,1%–2,7%) dan 1,5% (95% CI, 1,1%–1,9%). Perbedaan risiko pada pasien dengan dan tanpa penyakit kardiovaskular aterosklerotik (ASCVD) menunjukkan arah yang serupa, tetapi umumnya jauh lebih kecil pada pasien tanpa ASCVD.
Bukti manfaat GLP-1RA dibanding SGLT2i paling jelas pada pasien dengan ASCVD atau gagal jantung pada baseline, usia ≥65 tahun, atau gangguan ginjal ringan sampai sedang, tetapi tidak ditemukan pada pasien berusia <50 tahun.
Kesimpulan: Dalam studi ini, risiko MACE bervariasi secara signifikan menurut kelas obat, dengan perlindungan terbesar dicapai melalui terapi berkelanjutan dengan GLP-1RA, disusul oleh SGLT2i, sulfonilurea, dan DPP4i.
Besarnya manfaat GLP-1RA dibanding SGLT2i bergantung pada usia dan status awal ASCVD, gagal jantung, serta derajat gangguan ginjal. Temuan ini, bersama dengan pertimbangan biaya, ketersediaan, dan manfaat klinis tambahan, dapat membantu dalam pengambilan keputusan terapi bagi orang dewasa dengan DMT2.
Ulasan Alomedika
Berbagai penelitian dan ulasan pedoman praktik klinis diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) telah menyebutkan pentingnya regulasi kadar glukosa darah dalam mencegah komplikasi kardiovaskular. Berbagai uji klinis sebelumnya hanya membandingkan efektivitas masing-masing obat terhadap plasebo pada pasien dengan risiko komplikasi kardiovaskular tinggi, tetapi tidak banyak yang membandingkan antara satu kelas obat antidiabetes dengan kelas obat lainnya.
Ulasan Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif yang mengemulasikan uji klinis acak 2-lengan dan 4-lengan untuk membandingkan efikasi empat kelas obat antidiabetes, yakni sulfonilurea seperti glimepiride; DPP4i seperti vildagliptin; SGLT2i seperti empagliflozin; dan GLP-1RA seperti semaglutide.
Pemilihan Partisipan dan Pajanan yang Diteliti:
Partisipan direkrut dari enam sistem layanan kesehatan besar di Amerika Serikat, dan memenuhi kriteria inklusi jika memulai (new initiators) salah satu dari empat golongan obat tersebut dalam periode studi yang ditentukan.
Data rekam medis elektronik digunakan untuk menilai kelayakan, pajanan obat, luaran klinis, dan lebih dari 400 kovariat tetap dan time-dependent. Paparan ditentukan melalui data peresepan berbasis pharmacy dispensing, dengan periode cakupan obat dihitung dari tanggal tebus hingga dua kali durasi hari obat tersebut, termasuk toleransi jeda hingga 90 hari.
Pendekatan target trial emulation digunakan untuk menilai efek inisiasi dan pemakaian berkelanjutan (analisis per-protokol) maupun hanya efek inisiasi awal obat (analisis intention-to-treat).
Luaran yang Dievaluasi:
Luaran utama adalah MACE 3-komponen, yakni terdiri dari infark miokard nonfatal, stroke nonfatal, atau kematian kardiovaskular, yang diidentifikasi melalui diagnosis rawat inap atau data registrasi kematian berjenjang. Untuk mengatasi confounding dan attrition bias, analisis menggunakan pendekatan targeted learning yang menggabungkan estimasi targeted minimum loss–based estimation (TMLE) dan machine learning untuk memodelkan propensity score dan regresi luaran secara berulang setiap 30 hari.
Analisis dilakukan pada kohort keseluruhan dan berbagai subkelompok klinis. Subkelompok mencakup pasien dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik (ASCVD), gagal jantung, gangguan ginjal, usia, dan etnis.
Ulasan Hasil penelitian
Penelitian ini berhasil meneliti subjek sebanyak 296.676 orang dengan rerata usia 57,2±12,9 tahun dengan komposisi 54,3% merupakan pasien laki-laki. Komposisi ras yang ditemukan beragam, sebagian besar Kaukasia (49,8%), Hispanik (35,3%), Asia (15,7%), kulit hitam (10,1%), dan lainnya.
Untuk tata laksana awal DMT2, sebagian besar mendapatkan sulfonilurea sebagai terapi lini pertama (212.042 orang), dibandingkan dengan DPP4i (5.862 orang). Kurang lebih 67% dari total subjek mendapatkan metformin sebagai obat kedua.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko MACE bervariasi secara bermakna antar kelas obat antidiabetes. Pada analisis per-protokol, risiko MACE terendah ditemukan pada pengguna GLP-1RA, disusul SGLT2i, sulfonilurea, dan tertinggi pada DPP4i. Perbedaan risiko kumulatif 2,5 tahun menegaskan pola ini, yang mana GLP-1RA secara konsisten menunjukkan penurunan risiko dibanding SGLT2i, sulfonilurea, dan DPP4i, sedangkan SGLT2i juga lebih protektif dibanding sulfonilurea dan DPP4i.
Temuan serupa juga didapatkan pada analisis 2-lengan dan area risk difference, serta tetap konsisten pada berbagai uji sensitivitas, termasuk definisi luaran kardiovaskular yang diperluas. Data juga menunjukkan bahwa DPP4i secara konsisten dikaitkan dengan risiko MACE lebih tinggi dibanding sulfonilurea dalam sebagian besar perbandingan.
Manfaat GLP-1RA dibandingkan SGLT2i paling nyata pada pasien dengan ASCVD, gagal jantung, usia ≥65 tahun, atau gangguan ginjal derajat sedang. Meski demikian, manfaat tersebut tidak tampak signifikan pada individu berusia <50 tahun.
Pada pasien tanpa ASCVD, perbedaan risiko umumnya lebih kecil dan sering kali tidak signifikan secara statistik, kecuali perbandingan GLP-1RA dengan SGLT2i atau sulfonilurea. Analisis terhadap jenis GLP-1RA (liraglutide, exenatide, semaglutide) tidak menunjukkan perbedaan risiko kardiovaskular bermakna.
Kelebihan Penelitian
Penelitian ini memiliki ukuran sampel yang besar dan memanfaatkan data dunia nyata dari sistem kesehatan terintegrasi sehingga meningkatkan generalisasi temuan pada populasi klinis sehari-hari. Desain new user dan analisis per-protokol yang ketat membantu mengurangi bias terkait riwayat penggunaan obat jangka panjang dan peralihan terapi. Kekuatan lain adalah evaluasi pada subkelompok, seperti ASCVD dan gagal jantung.
Limitasi Penelitian
Sebagai studi observasional, risiko residual confounding tetap ada. Lebih lanjut, pemilihan terapi awal kemungkinan dipengaruhi oleh faktor yang tidak sepenuhnya tercatat dan teranalisis, misalnya preferensi klinisi dan status sosioekonomi. Generalisasi hasil juga bisa terbatas karena data berasal dari sistem kesehatan besar di Amerika Serikat yang tidak selalu merepresentasikan praktik di negara lain.
Selain itu, sebagian besar perbandingan obat dilakukan antar kelas obat, bukan antar jenis obat spesifik, sehingga kemungkinan adanya perbedaan efek antar agen dalam satu kelas tidak diketahui. Penelitian ini juga terfokus pada MACE, sehingga luaran relevan lain seperti kualitas hidup, biaya, atau efek samping tidak dievaluasi.
Penelitian ini juga tidak melibatkan pasien yang mendapat metformin atau insulin, sehingga derajat efikasi keempat obat tersebut dalam menurunkan MACE dibandingkan kelas obat antidiabetes lainnya masih harus diteliti lebih lanjut.
Aplikasi Penelitian di Indonesia
Studi ini menunjukkan bahwa obat antidiabetes golongan GLP-1RA dan SGLT2 inhibitor memberikan perlindungan kardiovaskular yang lebih baik dibandingkan sulfonilurea dan DPP4 inhibitor pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Manfaat GLP-1RA paling jelas pada pasien berisiko tinggi, seperti pasien dengan komorbiditas ASCVD, gagal jantung, dan usia lanjut.
Dalam konteks Indonesia, di mana beban penyakit kardiovaskular dan diabetes masih tinggi, temuan ini dapat diterapkan untuk melakukan pemilihan terapi antidiabetes pada pasien, terutama individu dengan risiko kardiovaskular tinggi. Hal ini tentu saja sambil mempertimbangkan keterbatasan akses dan biaya yang dikeluarkan.

