Efek Samping Intrauterine Device Hormonal Levonorgestrel

Oleh :
dr.Alvi Muldani

Intrauterine device (IUD) hormonal levonorgestrel merupakan salah satu metode kontrasepsi reversible jangka panjang. Namun, penggunaannya berpotensi menyebabkan berbagai efek samping.

Masa penggunaan IUD adalah dari 3–10 tahun, dan lebih cost-effective dibandingkan dengan metode kontrasepsi berjangka pendek lain, misalnya kontrasepsi oral. Penggunaan IUD mulai banyak digemari, karena kemungkinan kegagalan lebih rendah, dan pasien tidak perlu terlalu sering memeriksakan diri ke dokter. Namun, keunggulan IUD levonorgestrel juga disertai dengan beberapa risiko kesehatan dan efek samping hormonal akibat pemakaiannya.[1–5]

IUDLevonorgestrel

Mekanisme Kerja IUD Levonorgestrel

IUD levonorgestrel bekerja dengan cara mencegah kehamilan pada saat sebelum dan sesudah fertilisasi dengan mempengaruhi implantasi dan menurunkan kejadian pembentukan blastocyst. IUD levonorgestrel menimbulkan foreign body effect dengan cara memicu proses inflamasi pada pada lapisan endometrium.

Selain itu, IUD levonorgestrel juga bekerja melalui efek progesteron pada lapisan lendir serviks dan endometrium. Efek konsentrasi tinggi levonorgestrel membuat endometrium menjadi atrofi setelah satu bulan pemasangan. Sebagai tambahan, perubahan juga terjadi pada intercellular junction antara sel endometrial dan sel stromal, dan meningkatkan sel fagosit endometrium.

Efek atrofi terhadap endometrium membuat IUD levonorgestrel juga dapat digunakan dalam pengobatan endometriosis, hiperplasia endometrium, dan menorrhagia. Selain itu, IUD levonorgestrel juga dapat digunakan untuk melindungi endometrium selama terapi pengganti hormon estrogen.[5,6]

Risiko Kesehatan Terkait IUD Hormonal Levonorgestrel

Pemakaian IUD levonorgestrel dapat menimbulkan berbagai risiko kesehatan, Beberapa risiko kesehatan yang sering terjadi, antara lain kehamilan ektopik, pelvic inflammatory disease (PID), perforasi uterus, dan ekspulsi IUD.

Kehamilan Ektopik dan Kehamilan Intrauterine

Kehamilan, baik ektopik maupun intrauterin masih dapat terjadi meskipun menggunakan IUD levonorgestrel. Namun, penelitian menyebutkan bahwa risiko terjadinya kehamilan ektopik pada pengguna IUD levonorgestrel tidak meningkat dibandingkan pasien yang menggunakan metode kontrasepsi lain selain IUD. Bahkan, risiko terjadinya kehamilan ektopik menurun dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi.[5–7]

European Active Surveillance Study for Intrauterine Devices (EURAS-IUD) pada tahun 2015 menemukan angka kejadian kehamilan ektopik dan kehamilan intrauterin lebih rendah pada pasien yang menggunakan IUD levonorgestrel, dibandingkan IUD tembaga.[8]

Cara Penanggulangan:

Jika terjadi kehamilan, lokasi kehamilan harus dievaluasi menggunakan ultrasonografi. Jika benang IUD terlihat, maka pelepasan harus segera dilakukan. Pelepasan IUD sebaiknya dilakukan secepatnya, sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu.

Jika benang tidak terlihat, maka ekspulsi atau perforasi IUD harus dicurigai sebagai penyebab kegagalan IUD dalam mencegah kehamilan. Selain itu, kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik juga harus diperiksa. Kehamilan pada wanita yang sedang menggunakan IUD berisiko tinggi mengalami komplikasi kehamilan, seperti abortus, persalinan preterm, septic abortion, dan korioamnionitis.[5,6]

Pelvic Inflammatory Disease

Hingga saat ini, bukti klinis mengenai hubungan penggunaan IUD dengan pelvic inflammatory disease (PID) masih kontroversial. Terjadinya PID pada pemakai IUD, lebih dihubungkan dengan riwayat, dan risiko penyakit menular seksual. Risiko PID didapatkan lebih tinggi pada pengguna IUD yang pasangannya berhubungan seks dengan orang lain.

PID dapat menyebabkan infertilitas, kehamilan ektopik, atau nyeri pelvis yang sulit hilang. PID biasanya diobati dengan antibiotik, seperti ceftriaxone atau doxycycline, tetapi terkadang perlu dilakukan tindakan operasi, seperti histerektomi. Tanda dan gejala PID, antara lain perdarahan berat dan lama, nyeri saat berhubungan seksual, demam, menggigil, serta luka atau ulkus pada genitalia.[5,6]

Cara Penanggulangan:

Pengguna IUD yang mengalami PID tidak harus melepaskan IUD, tetapi perlu mendapat pengobatan antibiotik yang sesuai. Jika klinis pasien tidak membaik dalam 48 jam, IUD harus dikeluarkan. Pada PID berat, misalnya abses tubo-ovarium atau sepsis, pelepasan IUD sebaiknya menunggu setelah pemberian antibiotik intravena, untuk mencegah penyebaran infeksi.[5,6]

Perforasi Uterus

Kejadian perforasi uterus akibat penggunaan IUD cukup rendah, tetapi perforasi paling sering terjadi saat pemasangan IUD. Risiko perforasi akibat pemakaian IUD levonorgestrel dan IUD tembaga diperkirakan sama. Angka kejadian perforasi uterus yang berhubungan dengan IUD adalah sebesar 2 dalam 1000 pemasangan, dan diperkirakan 6 kali lebih tinggi pada wanita menyusui.

Gejala perforasi uterus dapat berupa nyeri di tengah abdomen, benang IUD yang tidak terlihat, perubahan pola perdarahan, dan riwayat nyeri ketika IUD dipasang.[5–7]

Cara Penanggulangan:

Jika dicurigai terjadi perforasi pada saat pemasangan IUD, maka prosedur harus dihentikan. Lakukan pengukuran tanda vital, seperti tekanan darah dan denyut jantung. Jika tanda perforasi timbul setelah prosedur selesai, pemeriksaan ultrasonografi, serta pemeriksaan rontgen abdomen dan pelvis harus dilakukan untuk melihat lokasi IUD.[5,6]

Ekspulsi

Ekspulsi adalah keadaan di mana IUD keluar sebagian atau seluruhnya dari ostium serviks. Risiko terjadinya ekspulsi adalah sebanyak 1 pada 20 orang wanita. Ekspulsi kebanyakan terjadi dalam satu tahun, khususnya dalam tiga bulan pertama, pemakaian IUD. Riwayat lepasnya IUD pada pemakaian sebelumnya meningkatkan risikonya terjadi hal serupa di masa depan.[5–7]

Cara Penanggulangan:

Untuk mencegah terjadinya ekspulsi, lakukan pemeriksaan USG setelah pemasangan. USG terutama dilakukan pada kasus pemasangan IUD yang susah, atau jika ada tanda-tanda yang mengarah ke komplikasi setelah pemasangan IUD.[5]

Nyeri, Perdarahan, Pusing, dan Nyeri Kepala, Ketika dan Setelah Pemasangan

Efek samping berupa rasa nyeri, perdarahan, pusing, dan sakit kepala dapat terjadi selama dan setelah pemasangan IUD. Jika efek samping tersebut tidak hilang dalam 30 menit setelah pemasangan, IUD mungkin tidak terpasang dengan benar.[5,9]

Cara Penanggulangan:

Untuk mengurangi rasa nyeri, dokter menenangkan pasien dan mengajak pasien berbicara, serta menerangkan tahapan pemasangan selama prosedur pemasangan. Selain itu, teknik mengalihkan perhatian, misalnya dengan batuk saat pemasangan tenakulum juga dapat berguna.

Bukti klinis terkini tidak merekomendasikan penggunaan lidokain topikal, misoprostol, atau non-steroidal inflammatory drugs (NSAID), seperti ibuprofen atau diklofenak, untuk mengurangi nyeri pada pemasangan IUD. Jika nyeri dan perdarahan berlangsung lebih dari 30 menit, perlu dilakukan pemeriksaan untuk memastikan apakah IUD terpasang dengan benar. Apabila IUD tidak terpasang dengan benar, maka harus dilakukan pelepasan IUD.[5,6]

Efek Samping Hormonal

Efek samping hormonal, seperti akne, perubahan mood, atau perubahan berat badan, cukup sering dijumpai pada awal pemasangan IUD. Namun, efek samping yang timbul biasanya akan berkurang dalam beberapa bulan.

Akne, Nyeri Payudara, dan Perubahan Mood

Akne, nyeri payudara, nyeri kepala, dan perubahan mood termasuk efek samping yang sering ditemukan pada pemakai IUD levonorgestrel. Gangguan mood yang dapat terjadi dapat berupa gangguan anxio-depressive.[1,5,9]

Kenaikan Berat Badan

Pengaruh IUD levonorgestrel terhadap berat badan masih sulit untuk dipastikan,  karena terdapat berbagai faktor perancu. Meskipun kenaikan berat badan dijumpai pada pengguna kontrasepsi intrauterin, tetapi tidak didapatkan perbedaan signifikan pada pengguna IUD hormonal dan nonhormonal. Oleh sebab itu, kenaikan berat badan diduga lebih berhubungan dengan faktor usia.[5,9]

Gangguan Pola Menstruasi

Dalam 3–6 bulan setelah pemasangan IUD levonorgestrel, pengguna mungkin mengalami menstruasi tidak teratur, masa menstruasi memanjang, atau lebih sering. Pola menstruasi biasanya akan berangsur membaik. Sebagian wanita juga dapat mengalami amenorea dalam 1 tahun pertama sejak terpasangnya IUD levonorgestrel.

Jika menstruasi tidak muncul setelah pemakaian IUD levonorgestrel selama 6 minggu, perlu dilakukan pemeriksaan ulang. Jika dilakukan pelepasan, menstruasi seharusnya kembali dalam beberapa minggu.

Pemeriksaan lanjutan direkomendasikan jika perdarahan lebih hebat dari biasanya, atau adanya perburukan setelah periode menstruasi normal kembali. Tidak adanya siklus menstruasi juga dapat disebabkan oleh kehamilan, sehingga pemeriksaan kehamilan direkomendasikan.[5,9]

Kista Ovarium

Beberapa wanita yang menggunakan IUD levonorgestrel terbentuk kista dalam ovarium. Kista biasanya akan menghilang sendiri dalam 2–3 bulan. Namun, terkadang kista akan menyebabkan nyeri, dan mungkin membutuhkan operasi.[5,9]

Keamanan IUD Levonorgestrel Berdasarkan Kelompok Usia

Secara umum, penggunaan IUD levonorgestrel cukup aman bagi wanita dalam berbagai kelompok usia. Beberapa populasi mungkin membutuhkan perhatian khusus, sebab sering terlupakan sebagai kandidat IUD levonorgestrel, di antaranya remaja, wanita nullipara, dan wanita perimenopause.[6]

Remaja

The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada, The American College of Obstetricians and Gynecologists, The Society of Family Planning, dan The American Academy of Paediatrics menyetujui penggunaan IUD pada semua kalangan usia, termasuk remaja. Populasi remaja cocok menggunakan IUD, sebab kelompok usia ini diperkirakan menunda kehamilan hingga 10 tahun sejak aktivitas seksual pertama.

Studi oleh Gemzel, et al. di tahun 2016 pada wanita berusia kurang dari 20 tahun mendapatkan tidak terjadi kehamilan dan PID dalam 1 tahun sejak pemakaian IUD levonorgestrel. Konseling tambahan mungkin diperlukan untuk remaja mengenai kemungkinan terjadinya perubahan menstruasi dan amenorea akibat penggunaan IUD.[6,10]

Wanita Nulipara

Beberapa pustaka lama menyatakan IUD tidak sesuai digunakan sebagai kontrasepsi lini pertama pada wanita nulipara. Namun, pernyataan ini tidak berbasis bukti klinis. The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada dan The Society of Family Planning menyatakan bahwa IUD dapat digunakan sebagai kontrasepsi lini pertama pada wanita nullipara.[6]

Tinjauan sistematis tahun 2020 menyatakan berbagai bukti klinis yang ada mendukung penggunaan IUD levonorgestrel sebagai kontrasepsi yang aman dan efektif bagi wanita nulipara. Pasien juga melaporkan angka kepuasan yang sangat baik terkait metode ini. Selain itu, efek samping ekspulsi ditemukan lebih sedikit terjadi pada wanita nulipara, dibandingkan multipara.[6,11]

Wanita Perimenopause

IUD levonorgestrel merupakan pilihan kontrasepsi yang sesuai untuk wanita menjelang menopause. Namun, wanita amenore diharuskan melepaskan IUD jika kadar follicle stimulating hormone (FSH) lebih dari 35 IU/L dalam dua kali pembacaan.

Selain itu, IUD levonorgestrel juga dapat digunakan pada wanita yang menjalani terapi pengganti estrogen. IUD levonorgestrel dapat melindungi endometrium dari efek estrogen. Pilihan yang disarankan adalah IUD dengan kecepatan pelepasan levonorgestrel 10 ug/hari.[6,12]

Kesimpulan

IUD levonorgestrel merupakan pilihan kontrasepsi jangka panjang reversible dengan tingkat kegagalan yang rendah, dan mulai banyak digemari pasien. Namun, penggunaan IUD levonorgestrel dapat menyebabkan berbagai risiko kesehatan, misalnya PID dan perforasi uterus. Selain itu dapat juga terjadi efek samping hormonal, antara lain akne, kenaikan berat badan, dan gangguan siklus menstruasi.

Untuk mencegah efek samping akibat IUD levonorgestrel, pemasangan IUD perlu dilakukan sesuai prosedur yang benar. Pasien juga sebaiknya telah diedukasi mengenai potensi efek samping yang dapat timbul karena pemakaian IUD levonorgestrel.

IUD levonorgestrel relatif aman untuk digunakan pada semua wanita. Beberapa populasi, seperti remaja, wanita nulipara, dan wanita perimenopause, sering terlupakan atau dianggap tidak sesuai untuk menggunakan metode ini. Namun, penggunaan IUD levonorgestrel telah terbukti aman dan bermanfaat bagi ketiga populasi tersebut.

Referensi