Transplantasi Mikrobiota Feses untuk Infeksi Clostridium Difficile

Oleh :
dr. Nurul Falah

Transplantasi mikrobiota feses (Fecal Microbiota Transplantation atau FMT) merupakan salah satu metode terapi infeksi Clostridium difficile (CDI) rekuren ataupun refrakter yang dilaporkan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi yakni mencapai 92%. Transplantasi mikrobiota feses adalah suatu prosedur yang melakukan transplantasi ekstraksi feses dari manusia yang sehat ke manusia yang memiliki kondisi klinis tertentu seperti penyakit yang terkait dengan gangguan mikrobiota usus.[1,2]

Efikasi dan keamanan dari FMT telah dibuktikan oleh sejumlah randomized clinical trial (RCT), sejumlah pedoman bahkan merekomendasikan FMT sebagai terapi lini kedua untuk Clostridium difficile (CDI) rekuren. Dalam salah satu studi dilaporkan bahwa FMT secara klinis menyembuhkan 91% pasien dengan CDI rekuren derajat berat yang gagal terapi dengan obat antibiotik standar.[1,3]

Depositphotos_96186268_m-2015_compressed

Dengan adanya peningkatan utilitas dari FMT, tentunya sangat dibutuhkan adanya pedoman terstandar dalam preparasi dan penghantaran material feses, memastikan keamanan resipien, memantau luaran jangka panjang, dan terus meningkatkan proses dan keamanan prosedural.[1-3]

Sekilas Mengenai Infeksi Clostridium difficile

Infeksi Clostridium difficile (CDI) merupakan penyebab utama terjadinya diare yang terkait dengan antibiotik dan berpotensi menimbulkan berbagai gangguan kesehatan. Pada CDI, terdapat pertumbuhan yang berlebihan dari Clostridium difficile yang mengakibatkan terjadinya disbiosis di usus.[4,5]

Salah satu masalah yang terkait dengan CDI adalah kecenderungannya untuk rekuren atau berulang. Sejak infeksi awal, 12%-22% pasien anak mengalami kekambuhan penyakit, persentase kekambuhan ini serupa dengan yang dilaporkan pada orang dewasa. Penyebab kekambuhan CDI diduga multifaktorial, termasuk disbiosis mikrobioma host, paparan Clostridium difficile yang terus berlanjut, dan respon imun host yang tidak memadai.[4,5]

Terapi Lini Pertama Clostridium Difficile

Berdasarkan pedoman terbaru dari International Disease Society of America (IDSA), terapi lini pertama untuk CDI gejala ringan adalah dengan vancomycin 125 mg per oral 4 kali sehari atau fidaxomicin 200 mg per oral 2 kali sehari selama 10 hari.

Meski demikian, pemberian antibiotik pada CDI juga berpotensi menyebabkan kerusakan mikrobiota lebih lanjut sehingga menimbulkan masalah baru. Selain itu, pemberian antibiotik juga dilaporkan kurang efektif pada CDI rekuren. Moayyedi et al. juga melaporkan bahwa FMT lebih unggul dari plasebo atau terapi vancomycin.[5,6]

Indikasi Transplantasi Mikrobiota Feses dan Persiapan Resipien

Indikasi FMT adalah untuk menangani CDI rekuren derajat ringan-sedang untuk kedua kalinya yang gagal diterapi dengan antibiotik standar antara lain: CDI rekuren yang tidak merespon terapi standar dalam satu minggu, dan CDI berat yang bersifat refrakter terhadap terapi standar dalam 48 jam.

Indikasi FMT selain untuk CDI, juga mulai direkomendasikan untuk beberapa kondisi lain seperti sindrom iritasi usus besar, penyakit autoimun, beberapa penyakit alergi, dan gangguan metabolik.[1,6]

Skrining resipien FMT belum memiliki konsensus resmi ataupun terstandar. Meski demikian, beberapa ahli merekomendasikan untuk melakukan skrining untuk melihat ada tidaknya infeksi virus hepatitis, human immunodeficiency virus, dan sifilis sebelum prosedur FMT, sehingga jika nantinya penyakit ini muncul setelah FMT, dokter dapat memastikan bahwa penyakit itu tidak ditularkan dari donor ke penerima.[1,4]

Seleksi Donor untuk Transplantasi Mikrobiota Feses

Seleksi donor untuk FMT diindikasikan untuk meminimalisir risiko infeksi ataupun penularan penyakit lainnya. Donor yang potensial akan menjalani serangkaian skrining meliputi anamnesis lengkap, tes serologi, serta deteksi parasit, virus ataupun bakteri patogen pada feses. Meskipun terdapat variasi dari proses skrining donor di berbagai institusi, terdapat protokol yang diakui untuk skrining donor.[1,3]

Kriteria eksklusi untuk donor potensial transplantasi mikrobiota feses adalah sebagai berikut:

  • Usia kurang dari 18 tahun atau lebih dari 65 tahun
  • Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari 30 kg/m2

  • Sindrom metabolik
  • Malnutrisi sedang hingga berat
  • Riwayat penggunaan antibiotik dalam 6 bulan terakhir
  • Riwayat diare dalam 3-6 bulan terakhir
  • Riwayat kolitis karena CDI
  • Gangguan imun atau penggunaan obat-obatan imunosupresan
  • Riwayat penggunaan obat-obatan ataupun memiliki faktor risiko untuk mengalami HIV ataupun hepatitis viral
  • Riwayat bepergian ke daerah tropis dalam 3 bulan terakhir
  • Riwayat penyakit gastrointestinal (Inflammatory Bowel Disease, Irritable Bowel Syndrome, keganasan, riwayat pembedahan) ataupun keluhan terkait gastrointestinal
  • Riwayat penyakit autoium ataupun atopik
  • Riwayat sindrom nyeri kronis (fibromialgia, chronic fatigue syndrome)
  • Gangguan neurologis ataupun neurodevelopmental)
  • Riwayat keganasan

Tabel 2. Pemeriksaan Laboratorium yang Direkomendasikan pada Donor Potensial untuk Transplantasi Mikrobiota Feses

Pemeriksaan Sampel Darah Sampel Feses
Bakteri Treponema (sifilis) Kultur patogen enterik: Salmonella, Shigella, Campylobacter, Helicobacter pylori

Virus

IgM virus Hepatitis A

Antigen surface hepatitis

Anti-hepatitis C virus

HIV 1 dan 2

Norovirus

Rotavirus

Parasit

Entamoeba histolytica        

Strongyloides stercoralis

Ovum dan parasit

Microsporidia

Giardia fecal antigen

Cryptosporidium

AFB for Isospora and Cyclospora

Lainnya

Hitung darah lengkap

Pemeriksaan fungsi hati

Laju sedimentasi eritrosit (ESR)

Pemeriksaan C-reactive protein

Pemeriksaan CDI

Pemeriksaan toksin dengan PCR

Sumber: Kim et al. 2019.[3]

Persiapan dan Rute Pemberian Transplantasi Mikrobiota Feses

Feses dari donor yang telah diskrining sebelumnya kemudian dilakukan serangkaian prosedur. Garis besar prosedur tersebut yaitu pengenceran (umumnya dengan salin normal), homogenisasi dengan blender, dan filtrasi. Sebagian besar proses ini menggunakan feses yang segar pada saat donor dan saat dilakukan terapi terhadap resipien. Telah dikembangkan metode dimana feses yang telah diproses dibekukan terlebih dahulu hingga waktu untuk diberikan kepada resipien dan prosedur ini memiliki efektivitas yang sama dengan feses segar.[1,3]

Rute pemberian transplantasi dapat dilakukan melalui pipa nasogastrik atau nasojejunal, endoskopi traktus gastrointestinal bagian atas, retensi enema, kolonoskopi dan dengan kapsul oral. Rute FMT melalui kolonoskopi memiliki efikasi antara 84%-93% dan merupakan modalitas pilihan berdasarkan sejumlah studi.[3,7]

Studi uji acak terkendali Kao et al. melakukan analisis terhadap rute pemberian transplantasi mikrobiota feses melalui kapsul oral dibandingkan dengan rute kolonoskopi. Didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada kelompok kapsul oral dengan kelompok kolonoskopi. Keunggulan rute oral adalah kenyamanan pasien yang lebih besar, biaya yang relatif lebih kecil dan lebih tidak invasif dibandingkan dengan kolonoskopi. Keunggulan dengan kolonoskopi adalah dapat mengidentifikasi diagnosis alternatif (bila ada) di dalam kolon.[7]

Efikasi Transplantasi Mikrobiota Feses untuk Infeksi Clostridium Difficile

Efikasi dari FMT terhadap CDI telah dibuktikan dari sejumlah RCT. Pada beberapa publikasi, FMT via kolonoskopi dilaporkan lebih superior untuk tatalaksana CDI rekuren bila dibandingkan dengan pemberian fidaxomicin, vancomycin, dan FMT autologus. Tingkat resolusi kumulatif pasca FMT via kolonoskopi dilaporkan adalah 90%, bila dibandingkan terhadap fidaxomicin (42%), vancomycin (<30%), dan FMT autologus (63%).[8]

Sementara itu satu  studi RCT, buta ganda yang melibatkan 232 subjek dengan CDI rekuren ataupun refrakter, melaporkan bahwa freeze-thawed feces sama efektifnya dengan feses segar untuk FMT terhadap CDI rekuren maupun refrakter. Pada studi ini, keduanya diberikan via enema, dengan tingkat resolusi masing-masing adalah 75% dan 70%.[9]

Penggunaan feses dari donor untuk FMT dilaporkan lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan feses sendiri pada penderita CDI rekuren dengan efektivitas 90.9% vs 62.5% (p = 0.042). Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh RCT lainnya, dimana FMT dengan feses segar via kolonoskopi dibandingkan dengan FMT freeze-thawed feces dan FMT lyophilized via kolonoskopi memiliki tingkat resolusi masing-masing sebesar 100%, 83%, dan 78%.[8]

Sebuah studi retrospektif yang melibatkan 372 pasien dengan rentang usia 11 bulan hingga 26 tahun dan telah menjalani prosedur FMT. Dari 335 pasien yang menjalani FMT, 271 diantaranya (81%) tidak mengalami rekurensi CDI pada 2 bulan pasca sekali FMT dan 86% diantaranya tidak mengalami rekurensi CDI pada 2 bulan pasca dua kali FMT. Peluang keberhasilan FMT diketahui meningkat pada pasien yang menerima FMT dengan feses segar (rasio odds [OR], 2,66; 95% CI, 1,39-5,08), pasien yang menerima FMT via kolonoskopi (OR, 2,41; 95% CI, 1,26-4,61), pasien yang tidak menggunakan selang makanan (OR, 2,08; 95% CI, 1,05-4,11), ataupun pasien yang memiliki mengalami episode CDI yang lebih sedikit sebelum FMT (OR, 1,20; 95% CI, 1,04-1,39).[4]

Follow-up Protokol pada Transplantasi Mikrobiota Feses

Hingga kini belum terdapat protokol standar untuk follow-up. Beberapa ahli merekomendasikan follow up dilakukan pada hari ke 3-7 pasca FMT dan dilanjutkan dengan follow up 4-8 minggu. Jika pada periode 8 minggu setelah FMT, pasien mengalami diare dengan konsistensi feses yang cair dan gejala berulang dengan pemeriksaan feses positif untuk Clostridium difficile, FMT dianggap gagal.[3]

Satu studi melaporkan bahwa sebagian besar kegagalan terjadi dalam waktu 4 minggu (19,4%), dimana risiko kegagalan akan bertambah 3% dalam 3 bulan pasca FMT. Pada studi kohort validasi didapatkan tingkat kegagalan FMT sebesar 2,1% untuk pasien dengan CDI risiko rendah, 16,6% untuk pasien dengan CDI risiko sedang, dan 35,7% untuk pasien dengan CDI risiko tinggi. Kegagalan FMT yang lebih dini dikaitkan dengan derajat penyakit berat, status pasien selama rawatan, dan kekerapan CDI sebelumnya.[10]

Allegretti et al. melaporkan bahwa dari kasus terapi yang gagal, 25% gagal dalam minggu pertama dan pasien digambarkan sebagai nonresponders primer. Adapun 61% lainnya gagal antara minggu 1 dan 4, dengan pasien disebut sebagai nonresponder sekunder awal. Sisanya dianggap sebagai nonresponder sekunder yang terlambat.[11]

Keamanan Transplantasi Mikrobiota Feses untuk Infeksi Clostridium Difficile

Berdasarkan temuan sejumlah studi, FMT tergolong aman untuk terapi CDI rekuren, baik pada pasien anak-anak maupun dewasa muda. Efek samping dari prosedur FMT yang umum terjadi adalah gangguan gastrointestinal (kembung, sendawa, mual) dan demam. Syok sepsis pernah dilaporkan akibat aspirasi materi feses melalui rute endoskopi per oral. Kematian pernah dilaporkan karena regurgitasi dan aspirasi setelah sedasi.[1,3]

Dari studi retrospektif yang melibatkan 372 pasien dengan rentang usia 11 bulan hingga 26 tahun dan telah menjalani prosedur FMT, 17 pasien diantaranya (4,7%) dilaporkan mengalami kejadian efek samping berat selama pemantauan dalam 3 bulan pasca FMT. Sepuluh orang diantaranya dilaporkan harus menjalani perawatan di rumah sakit.[4]

Sementara itu, dari suatu tinjauan sistematis yang mempelajari efikasi dan keamanan dari FMT untuk CDI pada pasien immunocompromised, didapatkan 44 studi yang memenuhi kriteria inklusi dari mesin pencari MEDLINE dan EMBASE dengan total 303 pasien immunocompromised. Dari 234 pasien yang menjalani follow up lebih lanjut, 207 pasien diantaranya (87%) melaporkan resolusi setelah FMT pertama, dimana 93% diantaranya melaporkan resolusi setelah beberapa siklus FMT. Terdapat 2 kematian yang dilaporkan, 2 pasien akhirnya menjalani kolektomi, 5 pasien mengalami infeksi terkait pengobatan, dan 10 pasien dilaporkan harus menjalani perawatan di rumah sakit.[12]

Kesimpulan

Infeksi Clostridium difficile (CDI) merupakan penyebab utama terjadinya diare yang terkait dengan antibiotik dan berpotensi menimbulkan berbagai gangguan kesehatan. Pada CDI, terdapat pertumbuhan yang berlebihan dari Clostridium difficile yang mengakibatkan terjadinya disbiosis usus. Transplantasi mikrobiota feses (FMT) adalah pengobatan yang efektif dan cukup aman untuk infeksi Clostridium difficile (CDI) rekuren yang gagal dengan terapi antibiotik standar.

Untuk memastikan keselamatan resipien dan penggunaan FMT yang tepat, protokol standar untuk skrining donor potensial, persiapan feses, metode pemberian, dan indikasi resipien untuk pengobatan diharapkan akan dapat segera tersedia. Selain itu, hal lain yang menjadi perhatian utama pada FMT adalah fakta bahwa risiko jangka panjang pasca FMT belum diketahui pasti, karena skrining belum tentu menggambarkan kondisi keseluruhan dari pendonor. Dengan demikian diharapkan bahwa bank feses dapat segera terealisasi dan donor dapat di follow-up secara berkala sehingga memungkinkan identifikasi risiko yang lebih dini dan dapat mencegah terjadinya kegagalan terapi ataupun risiko efek samping.

 

Penulisan pertama oleh: dr. Nathania S. Sutisna

Referensi