Pedoman Klinis Pemasangan Intrauterine Device (IUD)
Pedoman klinis yang perlu diperhatikan saat melakukan pemasangan Intrauterine device (IUD) atau alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) utamanya adalah memastikan pasien sedang tidak hamil. Idealnya, IUD dipasang saat sedang haid untuk mengurangi risiko terjadinya kehamilan. [8]
Antibiotik profilaksis tidak dibutuhkan setelah pemasangan IUD. Pemberian antibiotik tidak memberikan efek signifikan terhadap penurunan insidensi penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease /PID) setelah pemasangan. Risiko infeksi terbesar yaitu dalam waktu 20 hari setelah pemasangan. Penyebab utamanya adalah kontaminasi saat pemasangan IUD, bukan disebabkan oleh alat IUD itu sendiri. [12]
Efek samping yang paling sering dari pemasangan IUD adalah nyeri, kram perut, perdarahan uterus abnormal, dan ekspulsi. Untuk mengurangi nyeri setelah pemasangan IUD, dokter dapat memberikan obat anti nyeri. [4]
IUD dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi darurat bila dipasang dalam waktu 5 hari setelah berhubungan intim. [5] Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tanggal kadaluarsa IUD.
Bila saat pengecekan benang IUD tidak teraba, maka dokter dapat melakukan pemeriksaan USG. Bila terjadi kehamilan walaupun menggunakan IUD, maka IUD disarankan untuk dicabut sebelum minggu ke-12.[4]
IUD dapat dilepaskan bila masa kerja IUD sudah habis, terdapat kontraindikasi, terdapat efek samping yang tidak terselesaikan atau atas permintaan pasien sendiri