Red Flags Pincang pada Anak

Oleh :
Meili Wati

Mengenali red flags atau tanda bahaya pincang pada anak menjadi penting untuk membedakan mana kondisi yang memerlukan evaluasi lanjutan dan mana yang cukup dikelola secara konservatif atau diobservasi saja. Pincang dapat menjadi manifestasi berbagai gangguan, termasuk kelainan struktural atau neuromuskular. Keterlambatan diagnosis dan tata laksana dapat menyebabkan perubahan cara berjalan dan gangguan tumbuh kembang pada anak.[1,2,5]

Definisi dan Etiologi Pincang

Pincang digambarkan sebagai perubahan cara berjalan akibat bertumpu pada anggota tubuh yang tidak sakit. Gejala pincang dapat bersifat akut dan kronik. Trauma merupakan penyebab paling umum pada anak dengan keluhan pincang akut di berbagai kelompok usia. Pada kasus atraumatik, pincang umumnya bersifat kronik dan dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan sesuai dengan onset gejala dan usia pasien.[2,4]

Small,Asian,Baby,Is,Walking,On,White,Background

Fraktur atau Dislokasi Sendi

Pincang yang disebabkan fraktur dan dislokasi sendi umumnya berkaitan dengan riwayat trauma. Selain gejala pincang, pasien mungkin mengeluhkan nyeri lokal, pembengkakan, atau deformitas pada area yang terkena.

Pemeriksaan penunjang dengan rontgen sering diperlukan untuk mengonfirmasi keberadaan fraktur, menentukan jenis fraktur, dan membantu dalam perencanaan penatalaksanaan yang tepat. Pemeriksaan tambahan seperti CT scan atau MRI mungkin diperlukan untuk mengevaluasi kerusakan lebih lanjut pada tulang atau jaringan lunak sekitarnya.

Fraktur pada balita mungkin sulit didiagnosis karena hasil rontgen awal bisa negatif. Oleh karena itu anak-anak dengan dugaan klinis fraktur tungkai bawah harus tetap ditangani sebagai fraktur dengan long leg backslab dan kemudian ulangi pemeriksaan rontgen dalam 10 hari agar tanda-tanda radiologis lebih mudah terlihat.[2,3,5,6]

Osteomyelitis Tuberkulosis

Di Indonesia, osteomyelitis tuberkulosis merupakan diagnosis banding yang perlu dipikirkan pada kasus anak pincang tanpa riwayat trauma. Anak bisa mengalami gejala sistemik seperti demam, malaise, atau penurunan berat badan, serta nyeri lokal pada tulang yang terkena. Pemeriksaan fisik melibatkan penilaian terhadap pembengkakan, kemerahan, dan nyeri pada area yang terinfeksi, serta penilaian fungsi sendi yang terkait.

Pemeriksaan penunjang yang umumnya diperlukan mencakup tes tuberkulin, sputum PCR (GenXpert), dan pencitraan seperti rontgen, MRI, atau CT scan untuk mendeteksi perubahan pada tulang dan jaringan lunak sekitarnya. Pengambilan sampel cairan atau jaringan dari area yang terinfeksi untuk kultur dan uji TB juga dapat diperlukan untuk konfirmasi diagnosis.[2,3,5,6]

Demam Rematik

Demam rematik adalah inflamasi sistemik yang dapat berkembang sebagai respons terhadap infeksi Streptococcus. Gejala demam rematik melibatkan peradangan pada berbagai bagian tubuh, termasuk sendi. Pincang dapat terjadi jika sendi-sendi tertentu, terutama sendi besar seperti lutut atau pergelangan kaki, mengalami peradangan dan pembengkakan. Peradangan ini dapat membatasi gerakan normal dan menyebabkan rasa nyeri, kemerahan, dan kekakuan.[2,3,5,6]

Artritis Septik

Pada kasus artritis septik, bakteri menyebar ke dalam sendi, menyebabkan peradangan dan kerusakan pada jaringan sendi. Gejala klinis melibatkan nyeri pada sendi yang terinfeksi, pembengkakan, kemerahan, dan kekakuan, yang secara signifikan dapat mempengaruhi kemampuan anak untuk berjalan secara normal.

Pemeriksaan darah dan analisis cairan sinovial sendi yang terkena dapat membantu mengidentifikasi bakteri penyebab infeksi. Pencitraan seperti rontgen, MRI, atau ultrasound mungkin juga diperlukan untuk mengevaluasi kerusakan sendi dan memandu perawatan.[2,3,5,6]

Displasia Panggul

Displasia panggul pada anak dapat menyebabkan pincang karena terganggunya perkembangan normal sendi panggul, yang dapat mengakibatkan tidak stabilnya sendi tersebut. Pencitraan dapat mengonfirmasi diagnosis dan mengevaluasi tingkat keparahan dysplasia.[2,3,5,6]

Penyakit Legg-Calve-Perthes

Penyakit Legg-Calve-Perthes adalah kondisi di mana pasokan darah ke femur terganggu, menyebabkan kerusakan pada kepala femur. Pada anak, kondisi ini dapat mengakibatkan nyeri panggul dan perubahan pada pertumbuhan tulang, yang pada akhirnya dapat menyebabkan pincang.

Proses penyakit berkembang seiring waktu, dan gejala utamanya melibatkan nyeri, kekakuan, dan penurunan gerakan pada sendi panggul. Pemeriksaan fisik dan radiologi, seperti rontgen atau MRI, dapat membantu dalam mendiagnosis penyakit ini.[7]

Keganasan

Keganasan atau kanker yang melibatkan tulang atau jaringan lunak di sekitarnya dapat menyebabkan pincang pada anak. Beberapa jenis kanker yang mungkin menyebabkan pincang antara lain osteosarkoma, sarkoma Ewing, atau leukemia yang menyebar ke tulang.[2,3,5,6]

Hemofilia

Hemofilia dapat menyebabkan pincang jika perdarahan internal terjadi pada sendi lutut, pergelangan kaki, atau pinggul. Perdarahan berulang di dalam sendi dapat merusak tulang dan jaringan di sekitarnya, menyebabkan nyeri dan pembengkakan yang berkepanjangan, yang pada gilirannya dapat membatasi gerakan normal. Menegakkan diagnosis hemofilia melibatkan evaluasi riwayat keluarga, serta pemeriksaan darah untuk mengukur tingkat faktor pembekuan.[2,3,5,6]

Red Flags Pincang pada Anak

Tidak semua kasus pincang pada anak memerlukan pemeriksaan dan penanganan lanjutan. Meski begitu, red flags perlu dikenali agar dokter bisa menentukan mana kasus yang memerlukan pemeriksaan lanjutan dan mana yang tidak. Berikut tanda bahaya atau “red flags” pincang pada anak:

  • Keluhan bersifat akut diikuti dengan adanya riwayat trauma atau kemungkinan trauma
  • Keluhan bersifat kronik, yakni lebih dari 2 minggu, tanpa ada perbaikan gejala dengan pengobatan analgesik
  • Disertai keluhan demam atau didahului riwayat infeksi.
  • Tampak kemerahan, bengkak, dengan atau tanpa nyeri di area sendi atau tulang
  • Adanya gejala sistemik seperti penurunan berat badan, ketidaksesuaian tumbuh kembang, atau keringat malam
  • Riwayat memar tanpa didahului trauma pada area tubuh yang tidak biasa
  • Nyeri yang disertai gangguan neurovaskular pada area yang sakit pasca terjadi trauma[1,2,5,6]

Manajemen Pasien Anak dengan Red Flags Pincang

Pasien anak dengan red flags pincang akan memerlukan evaluasi tambahan dan intervensi medis. Pada kebanyakan kasus, pemeriksaan pencitraan dapat membantu mengevaluasi sendi yang terkena. Terkadang akan diperlukan pemeriksaan lain, seperti pemeriksaan faktor pembekuan darah atau biopsi untuk evaluasi etiologi pincang.[1,2,5,6]

Anamnesis

Riwayat trauma merupakan sesuatu yang perlu dievaluasi paling pertama, karena kebanyakan kasus pincang berkaitan dengan trauma. Selain itu, penting untuk mengevaluasi riwayat perkembangan motorik anak, termasuk usia awal berjalan dan pencapaian milestone motorik lain. Informasi ini membantu menilai apakah pincang merupakan masalah baru atau telah ada sejak awal perkembangan anak.

Evaluasi juga adanya nyeri atau ketidaknyamanan di area tertentu. Selain itu, memahami riwayat keluarga dapat membantu mengidentifikasi faktor genetik atau penyakit tertentu yang mungkin berkaitan dengan pincang seperti hemofilia dan penyakit Legg-Calve-Perthes.

Adanya gejala sistemik seperti demam, penurunan berat badan, atau gangguan nafsu makan juga perlu dieksplorasi lebih lanjut. Riwayat vaksinasi dan paparan anak terhadap lingkungan yang berisiko juga relevan untuk mengevaluasi potensi infeksi seperti tuberkulosis.[1,4,6]

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, nilai postur umum anak, termasuk cara berjalan dan distribusi berat tubuh. Pemeriksaan ini dapat mengungkapkan ketidakseimbangan, perubahan postur, atau pola berjalan yang abnormal. Penilaian terhadap gerakan sendi, rentang gerak, dan kekakuan merupakan aspek penting yang dapat membantu mengidentifikasi gangguan pada sistem muskuloskeletal.

Lakukan pula pemeriksaan pada sendi dan tulang di sisi yang terkena. Nilai adanya nyeri, kemerahan, pembengkakan, atau deformitas. Lakukan palpasi terhadap struktur tulang untuk mendeteksi kemungkinan fraktur atau kelainan tulang lain.

Selain itu, lakukan juga pemeriksaan neurologi dengan menilai refleks, tonus otot, dan fungsi saraf perifer. Hal ini membantu membedakan antara penyebab pincang yang berasal dari masalah muskuloskeletal dan gangguan neuromuskular.[1,4,6]

Pemeriksaan Penunjang

Rontgen merupakan pemeriksaan inisial yang sering digunakan untuk menilai struktur tulang dan mengidentifikasi kelainan seperti fraktur, dislokasi, kelainan kongenital, atau perubahan degeneratif. Pada anak yang lebih kecil, hasil rontgen negatif tidak menyingkirkan kemungkinan adanya fraktur, sehingga dianjurkan untuk merawat anak dengan kecurigaan klinis fraktur dengan gips dan mengulangi rontgen 10-14 hari kemudian.

Pencitraan lanjutan, seperti MRI dan CT scan, dapat dipertimbangkan. Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran lebih rinci tentang kondisi tulang, sendi, dan jaringan lunak sekitarnya, membantu mendeteksi kelainan yang mungkin tidak terlihat pada rontgen biasa.

Pemeriksaan darah dan tes laboratorium lain dapat memberikan informasi tambahan dalam menyingkirkan atau mengonfirmasi kondisi tertentu, seperti infeksi tuberkulosis, gangguan imunologi, atau kelainan darah. Jika dokter mencurigai gangguan neuromuskular, pemeriksaan elektromiografi (EMG) dapat dilakukan untuk menilai fungsi sistem saraf perifer dan mengidentifikasi gangguan seperti neuropati atau miopati.

Dalam beberapa kasus, tes genetika dapat diperlukan, terutama jika ada kecurigaan adanya kelainan genetik atau riwayat keluarga yang mendukung.[1,4,6]

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan spesifik tergantung pada etiologi pincang yang dialami. Jika pincang disebabkan oleh cedera atau fraktur, intervensi awal bisa melibatkan imobilisasi dan manajemen nyeri. Pada beberapa kasus, fiksasi bedah bisa diperlukan. Untuk kondisi infeksi seperti osteomyelitis atau artritis septik, terapi antibiotik diperlukan. Pada kasus osteomyelitis tuberkulosis, regimen terapi tuberkulosis spesifik harus diberikan.

Pincang akibat gangguan neuromuskular seperti cerebral palsy atau kelainan neuromuskular lain memerlukan pendekatan yang berorientasi rehabilitasi. Terapi fisik dan terapi okupasi dapat membantu meningkatkan fungsi motorik dan keseimbangan. Orthosis atau alat bantu mobilitas mungkin diperlukan untuk mendukung pergerakan anak.

Jika displasia panggul menjadi penyebab pincang, penanganan dapat melibatkan terapi fisik. Dalam beberapa kasus, tindakan bedah mungkin diperlukan untuk memperbaiki struktur panggul dan meningkatkan stabilitas.

Untuk kasus-kasus yang melibatkan gangguan hematologi, seperti hemofilia, manajemen melibatkan penggantian faktor pembekuan dan pemantauan terhadap perdarahan sendi. Konsultasi dengan hematolog anak diperlukan untuk perencanaan pengelolaan jangka panjang.[2,5]

Referensi