Peran Vitamin B Neurotropik untuk Neuropati Perifer pada Pasien Diabetes Melitus

Oleh :
dr. Anyeliria Sutanto, Sp.S

Vitamin B neurotropik diperkirakan bermanfaat untuk tata laksana neuropati perifer pada pasien diabetes mellitus, yang sering juga dikenal sebagai neuropati diabetikum. Neuropati diabetikum adalah kehilangan fungsi sensorik akibat gangguan sel saraf, yang umumnya dimulai dari bagian distal ekstremitas bawah dan berkarakteristik nyeri.[1,2]

Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular dari diabetes mellitus (DM) tipe 1 maupun tipe 2, yang sering terlambat dideteksi dan berisiko menimbulkan komplikasi lebih lanjut dan kecacatan. Komplikasi yang terjadi dapat berupa gangguan tidur akibat nyeri, gangguan keseimbangan akibat hilangnya persepsi proprioseptif, dan munculnya ulkus pada kaki akibat kehilangan sensasi nyeri.[1,2]

Elderly,Woman,Suffering,From,Beriberi,Pain,Or,Peripheral,Neuropathiesj,,Health

Ulkus yang tidak ditangani dengan baik dan diperberat dengan gangguan vaskular bisa menyebabkan infeksi serius yang berakhir pada amputasi kaki. Oleh karena itu, klinisi perlu mengetahui cara mendiagnosis dan menangani neuropati perifer pada pasien diabetes mellitus dengan cepat dan tepat.[1-4]

Sekilas tentang Prevalensi Neuropati Diabetikum di Indonesia

Berdasarkan data Indonesia Diabetes Report, prevalensi diabetes melitus di Indonesia adalah 10,6%. Angka ini diproyeksikan akan meningkat menjadi 11,7% di tahun 2045. Sekitar 50% individual dengan diabetes mellitus mengalami neuropati diabetikum.[5]

Walaupun kontrol kadar gula darah telah terbukti memiliki peran yang signifikan untuk menghambat progresivitas neuropati diabetikum pada pasien DM tipe I, peran kontrol gula darah dilaporkan tidak terlalu signifikan pada pasien DM tipe II. Oleh sebab itu, berbagai penelitian masih terus mempelajari alternatif terapi lain untuk neuropati perifer, termasuk penggunaan vitamin B neurotropik.[6,7]

Pendekatan Sederhana untuk Mendiagnosis Neuropati Perifer

Studi Malik et al., menyusun lima langkah sederhana untuk mendiagnosis neuropati perifer, yakni: (1) klasifikasi durasi berdasarkan progresivitas gejala; (2) anamnesis riwayat medis terarah; (3) penilaian gejala yang berkaitan dengan neuropati perifer; (4) pemeriksaan neurologis; dan (5) pemeriksaan laboratorium.[6]

Klasifikasi Durasi Berdasarkan Progresivitas Gejala

Berdasarkan progresivitas gejala, neuropati perifer bisa diklasifikasikan sebagai awitan akut, subakut, atau kronis. Klasifikasi ini akan membantu dokter menganalisis diagnosis banding yang mungkin. Contohnya, pada pasien dengan awitan akut (hitungan hari), diagnosis banding mengarah kepada penyebab infeksius atau racun.

Sementara itu, awitan subakut (hitungan mingguan hingga bulanan) akan mengarahkan diagnosis ke penyebab inflamasi atau metabolik dan awitan kronis (>6 bulan) akan mengarahkan diagnosis banding ke penyebab herediter atau diabetik.[6]

Anamnesis Riwayat Medis yang Terarah

Walaupun sekitar 24–27% pasien neuropati perifer tidak memiliki etiologi yang jelas (idiopatik), anamnesis tetap diperlukan dan difokuskan untuk menanyakan riwayat yang mengarah kepada diagnosis banding yang telah dijabarkan sebelumnya. Contohnya, dokter dapat menanyakan riwayat penggunaan obat, paparan terhadap zat kimia, atau penyakit sebelumnya.[6]

Penilaian Gejala yang Berkaitan dengan Neuropati Perifer

Anamnesis tidak hanya secara spesifik mencari riwayat yang berkaitan dengan etiologi tetapi juga perlu menilai tanda kardinal neuropati perifer. Tanda tersebut mencakup rasa kebas, kesemutan, rasa seperti tertusuk jarum, nyeri tajam perih, atau rasa seperti tersetrum. Selain itu, dokter juga perlu menganamnesis lokasi dan simetrisitas gejala.[6]

Pemeriksaan Neurologis

Beberapa pemeriksaan neurologis yang dapat membantu diagnosis neuropati perifer adalah pemeriksaan sensorik vibrasi dengan garpu tala 128-Hz, pemeriksaan sensorik tajam dengan pin-prick, pemeriksaan sensorik suhu, dan pemeriksaan refleks.[6]

Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa pemeriksaan penunjang sederhana dapat dilakukan untuk diagnosis, seperti pemeriksaan kadar gula darah, HbA1c, kadar vitamin B12 serum, fungsi ginjal, fungsi liver, dan fungsi tiroid.[6]

Peran Vitamin B Neurotropik untuk Tata Laksana Neuropati Perifer pada Pasien Diabetes Mellitus

Vitamin B neurotropik mencakup vitamin B1, vitamin B6, dan vitamin B12. Vitamin-vitamin ini berperan penting untuk fungsi sel saraf. Tiamin difosfat (bentuk aktif dari vitamin B1) berfungsi sebagai kofaktor beberapa enzim yang berperan dalam katabolisme karbohidrat dan pencegahan komplikasi mikrovaskular diabetes.

Sementara itu, vitamin B6 berperan untuk kerja enzim transaminase dan L-amino acid decarboxylase yang merupakan faktor penting dalam sintesis neurotransmiter. Vitamin B6 juga dapat mencegah pembentukan advanced glycation end product (AGEs) yang selama ini dilaporkan berkaitan dengan terjadinya komplikasi mikrovaskular.

Vitamin B12 berperan dalam regenerasi sel saraf. Vitamin ini memulihkan fungsi sel saraf, mengurangi sitokin neurotoksik, dan mendukung struktur myelin. Vitamin B12 dilaporkan dapat memperbaiki gejala neuropati dengan menetralkan superoksida dan peroxynitrite serta menormalkan kadar glutathione.

Peran vitamin B neurotropik pada pasien diabetes terutama menjadi semakin penting karena salah satu efek samping obat antidiabetes yang sering digunakan (metformin) adalah malabsorpsi vitamin B12. Studi melaporkan tingkat malabsorpsi sekitar 10–30%, terutama pada pasien yang mengonsumsi metformin dalam waktu lama dan dosis tinggi.[8,9]

Hasil Studi tentang Efektivitas Vitamin B Neurotropik untuk Terapi Neuropati Diabetikum

Meta analisis Stein et al., mempelajari 46 studi observasional dan 7 studi intervensional yang melibatkan pasien neuropati perifer dengan berbagai etiologi, termasuk diabetes. Meta analisis ini menemukan bahwa neuropati perifer berkaitan dengan kadar vitamin B12 yang rendah.[10]

Namun, menurut meta analisis tersebut, efektivitas pemberian vitamin B12 maupun vitamin B1 dan B6 untuk perbaikan gejala klinis neuropati perifer masih tampak sangat heterogen. Ada studi yang menunjukkan perbaikan gejala signifikan, sementara ada studi yang menunjukkan perbaikan tidak bermakna.[10]

Stein et al., berkesimpulan bahwa vitamin B mungkin bermanfaat untuk neuropati perifer tetapi studi dengan desain lebih baik masih diperlukan. Studi di masa depan terutama perlu mempelajari apakah pemberian vitamin B untuk pasien neuropati perifer hanya bermanfaat untuk pasien dengan defisiensi vitamin B atau untuk semua pasien.[10]

Tinjauan sistematik oleh Khalil et al., yang mempelajari 5 studi dengan total 348 pasien neuropati diabetikum juga menunjukkan hasil serupa. Studi ini belum bisa memastikan apakah vitamin B dapat mengurangi intensitas nyeri dan impairment pasien neuropati diabetikum. Hal ini dikarenakan mayoritas uji klinis yang ada masih sangat heterogen dalam hal jenis vitamin B yang digunakan, dosis, dan durasi pemberian vitamin B.[11]

Namun, studi observasional prospektif yang dilakukan oleh Hakim et al., terhadap 411 pasien neuropati perifer ringan hingga sedang (akibat berbagai etiologi) di Indonesia menunjukkan hasil yang berbeda. Studi ini menggunakan fixed dose combination atau FDC yang terdiri dari vitamin B1 (100 mg), B6 (100 mg), dan B12 (5.000 μg) sekali sehari.[7]

Luaran klinis dinilai dengan Total Symptom Score (TSS). Penelitian ini menemukan penurunan TSS secara signifikan antara kunjungan pertama dan kelima, yakni sebesar 62,9% dalam 14 hari hingga 3 bulan. Terapi dengan FDC vitamin B menunjukkan perbaikan gejala, yakni: kebas (penurunan 55,9%); nyeri tajam menusuk (penurunan 64,7%); nyeri terbakar (penurunan 80,6%); dan paresthesia (penurunan 61,3%).[7]

Penelitian ini juga menunjukkan hasil yang sama dengan menggunakan parameter penilaian yang berbeda (Visual Analog Score atau VAS). Efek samping dilaporkan tidak signifikan. Dari total 411 subjek, ada 14 subjek (3,4%) yang mengalami setidaknya satu efek samping, yang bervariasi mulai dari gangguan pencernaan seperti dispepsia dan mual, reaksi alergi, hingga reaksi yang memerlukan perawatan khusus (1 subjek).[7]

Kesimpulan

Bukti yang ada saat ini umumnya cukup mendukung pemberian vitamin B neurotropik, yakni vitamin B1, B6, dan B12, untuk neuropati perifer. Manfaat ini terutama diduga penting untuk pasien diabetes mellitus karena metformin yang sering digunakan untuk terapi diabetes bisa menimbulkan efek malabsorbsi vitamin B12. Rendahnya kadar vitamin B12 dilaporkan berhubungan dengan terjadinya neuropati perifer.

Studi di Indonesia menunjukkan bahwa pemberian vitamin B neurotropik dalam bentuk fixed dose combination (FDC) bisa mengurangi berbagai gejala neuropati perifer, yakni kebas, nyeri tajam menusuk, nyeri terbakar, dan paresthesia.

Namun, mayoritas studi tentang efektivitas pemberian vitamin B untuk pasien neuropati perifer masih berskala kecil dan masih menunjukkan hasil heterogen. Penelitian yang berskala lebih besar di masa depan masih diperlukan, terutama untuk mengetahui apakah suplementasi vitamin B neurotropik diperlukan untuk semua pasien neuropati perifer atau hanya untuk pasien dengan defisiensi vitamin B.

Referensi