Patofisiologi Sinusitis
Patofisiologi sinusitis melibat faktor-faktor seperti obstruksi jalur drainase sinus (ostium sinus), gangguan pergerakan silia, serta gangguan keseimbangan jumlah dan kualitas mukus.
Peran Obstruksi pada Ostium Sinus
Sinus merupakan rongga yang steril. Aliran mukus sinus bersifat satu arah dari sinus melalui ostium sinus menuju rongga hidung. Infeksi saluran pernapasan atas akibat virus atau paparan alergen dapat menimbulkan edema mukosa yang menyebabkan penyempitan ostium sinus yang lambat laun akan mengakibatkan obstruksi yang mengganggu aliran mukus sinus.
Ketika ada sumbatan, udara mulai berkurang pada rongga sinus, sehingga tekanan di dalam rongga sinus berubah menjadi lebih negatif dibandingkan dengan tekanan atmosfer. Tekanan negatif ini membuat bakteri dalam rongga hidung dapat masuk ke dalam rongga sinus, terutama saat menarik napas atau membuang sekret hidung. Selain karena infeksi dan alergen, sumbatan ostium sinus juga dapat terjadi akibat adanya polip, benda asing, deviasi septum, atau tumor. [1,3,8]
Gangguan Fungsi Silia
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia. Silia berperan dalam aliran mukus dari rongga sinus ke rongga hidung. Gangguan fungsi silia akan berdampak pada penumpukan mukus pada rongga sinus. Gangguan fungsi silia dapat disebabkan karena infeksi virus, bakteri, aliran udara yang tinggi, bahan kimia yang toksik terhadap silia, mediator inflamasi, jaringan parut, serta sindrom Kartagener (diskinesia silier primer). Fungsi siliar juga dapat terganggu akibat faktor asap rokok, dehidrasi, udara kering, dan obat-obatan seperti antikolinergik dan antihistamin. [1,3,8]
Gabungan dari Obstruksi Ostium dan Gangguan Fungsi Silia
Saat terjadi obstruksi ostium sinus, mukosa rongga sinus akan tetap memproduksi mukus, akibatnya terjadi akumulasi berlebih mukus. Silia hanya dapat bekerja bila ada komposisi cairan mukus yang sesuai.
Mukus pada saluran pernapasan terdiri dari dua lapisan. Lapisan pertama adalah lapisan serosa (sol phase) yang lebih encer dan tipis yang mengelilingi batang silia dan membantu kerja silia. Lapisan kedua (gel phase) memiliki konsistensi lebih kental dan berada di atas lapisan pertama.
Lapisan mukosa gel phase ini yang ditranspor oleh gerakan silia menuju ostium sinus. Bila terjadi perubahan komposisi lapisan mukus menjadi lebih kental (misalnya pada pasien fibrosis kistik atau sekresi sol phase berkurang), transpor mukus akan menjadi lebih lambat sehingga lapisan gel phase akan semakin menumpuk di rongga sinus. Perubahan kualitas mukus akibat adanya debris peradangan juga akan semakin mengganggu pergerakan silia. [1,3,8,9]