Penatalaksanaan Rhinitis Alergi
Penatalaksanaan utama rhinitis alergi berupa pengenalan pencetus alergi dan menghindarinya. Untuk itu, diperlukan anamnesis dan konfirmasi menggunakan pemeriksaan penunjang, untuk memastikan faktor pencetus pada pasien.
Berobat Jalan
Penatalaksanaan utama pada kasus ini adalah menghindari pencetus alergi. Sesuai dengan alergen yang paling sering menimbulkan keluhan rhinitis alergi yaitu tungau debu rumah dan sel epitel pada bulu hewan peliharaan, upaya menghindari alergen ini dapat dilakukan dengan membersihkan peralatan rumah dengan air yang memiliki suhu 60° C.[2]
Imunoterapi
Terapi jangka panjang yang dapat dilakukan untuk pasien rawat jalan adalah dengan melakukan imunoterapi. Imunoterapi adalah pilihan yang digunakan dengan memodifikasi mekanisme alergi dasar dengan cara melakukan desensitisasi dan menimbulkan keadaan anergi terhadap alergen pencetus. Pada awalnya imunoterapi ini digunakan untuk alergen berupa serbuk sari namun saat ini sudah diindikasikan untuk alergen lain seperti tungau debu rumah, sel epitel hewan peliharaan dan jamur. Ekstrak alergen ini akan disuntikkan melalui subkutan dengan peningkatan dosis yang bertahap sampai mencapai dosis tetap, dosis ini akan tetap dipertahankan dalam tubuh sampai tiga tahun. Namun teknik penyuntikan secara subkutan ini sudah mulai dihindari karena terjadinya risiko anafilaksis. Saat ini sudah dikembangkan imunoterapi sublingual (sublingual immunotherapy / SLIT). Pada SLIT ini, keadaan anergi terhadap alergen pencetus dapat terjadi karena terjadinya regulasi dari sel T yaitu penekanan produksi IL-10 dan TGF-beta sehingga menekan reaksi radang. Suatu meta analisis menunjukkan pemberian SLIT selama 4-5 tahun dapat menurunkan gejala rhinitis alergi dan terjadinya asma pada pasien rhinitis alergi. Efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan SLIT adalah gejala pruritus dan keluhan gastrointestinal.[2,5]
Persiapan Rujukan ke Rumah Sakit
Pada umumnya rhinitis alergi dapat ditatalaksana di fasilitas kesehatan primer secara rawat jalan, namun jika penyakit ini menunjukkan respon yang kurang baik dengan terapi awal atau disertai dengan penyakit komorbid dan komplikasi lainnya, sebaiknya persiapkan pasien untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan lanjutan untuk terapi seperti imunoterapi dan penatalaksanaan komorbid serta komplikasi yang terjadi.[5]
Medikamentosa
Terapi obat-obatan pada rhinitis alergi dilakukan dengan stepwise approach sesuai dengan tingkat keparahan dan frekuensi penyakit. Obat yang dapat digunakan untuk rhinitis alergi ini adalah:
Antihistamin Oral
Antihistamin oral yang disarankan pada penatalaksanaan rhinitis alergi adalah antihistamin H1 oral generasi dua karena mekanisme penetrasi obat ini pada sawar darah otak jauh lebih kecil dari pada antihistamin H1 generasi satu sehingga efek samping seperti sedasi, disfungsi psikomotor dan gangguan memori dapat dicegah. Golongan antihistamin H1 generasi dua yang paling sering digunakan adalah acrivastin, azelastin, cetirizine, desloratadine, ebastine, fexofenadine, levocetirizine, loratadine, mequitazine, mizolastine dan rupatadine. Pada penggunaan ebastine disarankan untuk dilakukan monitor karena obat ini dapat menimbulkan pemanjangan interval QT jika dikombinasikan dengan ketoconazole dan eritromycin.
Kortikosteroid Intranasal
Golongan obat ini banyak digunakan karena menimbulkan efek samping yang lebih minimal. Obat ini akan menimbulkan efek antiinflamasi dengan menghambat sintesis protein akibat adanya kompleks DNA dan reseptor steroid. Obat ini menghambat reaksi alergi tipe cepat dan tipe lambat serta mengurangi produksi IgE dan eosinofil melalui inhibisi sekresi beberapa sitokin seperti IL-4, IL-5, dan IL-13. Efek terapeutik kortikosteroid inhaler ini didapatkan pada 7 jam setelah pemakaian dan mencapai efek maksimal setelah 2 minggu. Obat yang termasuk ke dalam golongan kortikosteroid intranasal ini antara lain budesonide, triamcinolone, fluticasone proprionate, mometasone furoat dan fluticasone furoat. Penggunaan kortikosteroid inhaler ini relatif aman termasuk penggunaan pada anak. Namun pada suatu studi dilaporkan penggunaan beclomethasone selama satu tahun dapat menimbulkan hambatan pada pertumbuhan anak. Obat ini juga dapat digunakan pada pasien rhinitis alergi yang disertai dengan gejala asma.
Antagonis Leukotrien
Penggunaan obat ini pada rhinitis alergi didasarkan pada konsep one airway one disease karena obat ini sebelumnya sudah dimanfaatkan untuk tata laksana asma. Penggunaan obat ini dapat meringankan gejala hidung berair, hidung tersumbat dan mata berair. Obat yang termasuk golongan antagonis leukotrien ini adalah pranlukast, montelukast, dan zafirlukast. Sebagian besar obat ini dimetabolisme oleh enzim CYP3A4 di hati sehingga kombinasi dengan obat lain seperti ketoconazole, eritromisin dan terfenadine sebaiknya dihindari.
Antibodi Anti Immunoglobulin E (Anti IgE)
Mekanisme golongan obat ini adalah dengan mengganggu interaksi antara sel mast atau eosinofil dengan ikatan IgE bebas sehingga dapat menurunkan kadar IgE bebas pada darah selain itu juga dapat menekan reaksi peradangan pada darah dan mukosa hidung. Efek samping yang dapat terjadi antara lain nyeri kepala, infeksi saluran napas atas, sinusitis dan urtikaria pada bekas penyuntikan.[2,8]
Prinsip Pengobatan Rhinitis Alergi (Stepwise Approach)
Ketika diagnosis rhinitis alergi ditegakkan, dokter perlu memeriksa ada tidaknya asma pada pasien, khususnya pada pasien dengan rhinitis berat dan/atau persisten. Langkah selanjutnya adalah mengklasifikasi rhinitis yang dialami pasien berdasarkan frekuensi gejala, persisten atau intermiten, serta tingkat keparahan, ringan atau sedang-berat. Pilihan pengobatan didasarkan pada klasifikasi rhinitis tersebut menggunakan stepwise approach. Jika gejala tidak membaik dengan step yang lebih rendah, tingkatkan pilihan pengobatan ke step yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika gejala membaik, turunkan pilihan pengobatan ke step yang lebih rendah. Evaluasi pengobatan dilakukan setelah 2-4 minggu.
Step | Klasifikasi Rhinitis | Pilihan Pengobatan |
1 | Rhinitis alergi intermiten ringan | Antihistamin H1 oral bila perlu |
2 | Rhinitis alergi intermiten sedang-berat dan rhinitis alergi persisten ringan | Antihistamin H1 oral Harian/antagonis leukotrien |
3 | Rhinitis alergi persisten sedang-berat | Kortikosteroid intranasal harian |
4 | Rhinitis alergi persisten sedang-berat | Kombinasi kortikosteroid intranasal dan antihistamin H1 oral/antagonis leukotrien |
5 | Rhinitis alergi persisten berat | Pertimbangkan tambahan pengobatan lainnya seperti imunoterapi spesifik atau antibodi anti IgE |