Diagnosis Kanker Sinonasal
Diagnosis kanker sinonasal umumnya ditegakkan terlambat. Gejala yang timbul tidak spesifik, misalnya epistaksis, rhinorrhea, dan hidung tersumbat, sehingga sering terjadi underdiagnosis. Pemeriksaan histologi diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Anamnesis
Pada tahap awal, kanker sinonasal bisa bersifat asimptomatik. Apabila ada, gejala yang timbul bervariasi, bersifat unilateral, dan dapat dibagi menjadi 4 yaitu:
- Nasal: Obstruksi nasal, rhinorrhea, epistaksis
- Orbita: Proptosis, diplopia, oftalmoplegia, nyeri
- Neurologi: Nyeri atau baal pada wajah, defisit nervus kranialis
- Fasial: Deformitas, massa[7]
Gejala-gejala tersebut tidak spesifik dan dapat menyebabkan upaya diagnosis menjadi sulit. Namun gejala yang dikeluhkan dapat memprediksi ekstensi penyakit dan penyebaran tumor. Sebagai contoh, adanya epifora menunjukkan obstruksi atau infiltrasi tumor ke duktus lakrimal.[4]
Di Indonesia, data epidemiologi terbatas yang tersedia mengindikasikan bahwa kanker sinonasal lebih sering terjadi dibandingkan angka epidemiologi global. Oleh karenanya, pasien dengan gejala non spesifik berulang yang memiliki faktor risiko (misalnya pekerjaan yang memaparkan terhadap karsinogen atau penggunaan kayu bakar di rumah) perlu diperiksa secara seksama agar dapat mendeteksi kemungkinan kanker sinonasal secara dini.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya massa pada saat dilakukan rinoskopi anterior maupun posterior pada pemeriksaan fisik hidung. Namun pemeriksaan tersebut juga dapat menunjukkan hasil yang negatif apabila ukuran tumor masih kecil.
Pemeriksaan fisik telinga-hidung-tenggorok lengkap perlu dilakukan untuk menilai ekstensi tumor. Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan saraf kranial, kepala, leher, dan kelenjar getah bening lengkap.[7]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari keganasan sinonasal adalah penyakit inflamasi dan tumor jinak sinonasal.
Penyakit Inflamasi Sinonasal
Kondisi inflamasi sinonasal dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan keganasan. Beberapa kondisi yang harus dipikirkan adalah infeksi, riwayat trauma, dan adanya benda asing.
Karakteristik yang mengarah pada keganasan dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut antara lain usia lanjut >50 tahun, awitan gejala atau tanda yang cepat dan progresif, serta adanya faktor risiko seperti riwayat paparan karsinogenik, infeksi HPV, dan papiloma.
Tumor Jinak Sinonasal
Tumor jinak sinonasal dapat menimbulkan manifestasi yang mirip dengan keganasan. Tumor jinak yang sering ditemukan adalah polip nasal, kista, inverted papilloma, ensefalokel, fibroma, atau angiofibroma nasofaring.
Tumor jinak dapat dibedakan dari keganasan secara definitif dengan biopsi. Meski demikian, perlu diingat bahwa ensefalokel dan tumor vaskular, seperti angiofibroma nasofaring, adalah kontraindikasi biopsi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam evaluasi kanker sinonasal perlu mencakup endoskopi hidung, MRI, CT Scan, dan biopsi.[7]
Endoskopi
Endoskopi dapat menjadi pemeriksaan inisial yang menemukan adanya massa pada kavitas nasal.
Magnetic Resonance Imaging
MRI memiliki keunggulan dalam membedakan densitas jaringan, sehingga dapat bermanfaat untuk perencanaan operasi dan tata laksana. Invasi perineural juga dapat jelas telihat melalui pemeriksaan ini.
Computed Tomography Scan
CT scan dapat menunjukkan tumor yang bersifat erosif atau destruktif terhadap tulang. Adanya karakteristik tersebut dapat membedakan keganasan dari tumor jinak. CT scan lebih superior dibandingkan MRI dalam memperlihatkan destruksi tersebut, dengan pengecualian pada area sinus, palatum durum, dan basis cranii.
CT scan juga dapat mendeteksi kalsifikasi, kartilago, atau tulang di dalam tumor yang dapat mempersempit diagnosis banding. Sebagai contoh, esthesioneuroblastoma sering memiliki deposit kalsium, sedangkan kondrosarkoma atau osteosarkoma mencakup jaringan asalnya (kartilago atau tulang).
CT scan juga dapat menunjukkan detail penting untuk mengevaluasi keterlibatan intraorbit dan intrakranial. Meskipun tidak sedetail MRI dalam menunjukkan invasi perineural, CT scan dapat menunjukkan fenomena tersebut secara tidak langsung, seperti adanya pelebaran dan erosi fisura dan foramen pada tulang.
Positron Emission Tomography
Positron emission tomography (PET) digunakan untuk mengevaluasi adanya metastasis jauh sebelum dan setelah terapi dilakukan.
Biopsi
Biopsi jaringan merupakan pemeriksaan baku emas untuk kanker sinonasal. Biopsi harus dilakukan sebelum inisiasi terapi, dengan pengecualian pada ensefalokel dan tumor vaskular yang merupakan kontraindikasi biopsi karena dapat menyebabkan bocornya cairan serebrospinal atau pendarahan yang sulit dihentikan.
Biopsi dapat dilakukan secara transnasal. Apabila tidak memungkinkan, biopsi dapat dilakukan melalui antrostomi maksila atau sfenoidotomi menggunakan endoskopi. Kedua jalur tersebut dapat mencapai drainase sinus alamiah tanpa mengganggu lesi atau merusak area operasi di kemudian hari.[1-3,7,8,10]
Stadium Kanker Sinonasal
Berikut adalah pembagian kanker sinonasal berdasarkan tumor primer, nodus limfa, dan metastasis oleh American Joint Committee on Cancer Staging Classification (AJCC).[2,11]
Tabel 1. Klasifikasi TNM oleh American Joint Committee on Cancer Staging Classification (AJCC) : Tumor (T)
Kriteria | |
Tumor Primer Pada Sinus Maksilaris | |
TX | Tumor primer tidak dapat dievaluasi |
Tis | Karsinoma in situ |
T1 | Tumor terbatas pada mukosa sinus maksila tanpa erosi atau destruksi tulang |
T2 | Tumor menyebabkan erosi atau destruksi tulang, mencakup ekstensi palatum durum atau meatus media, dengan pengecualian ekstensi pada dinding posterior sinus maksila dan pterygoid plate |
T3 | Tumor menginvasi paling tidak satu dari lokasi berikut: tulang dinding posterior sinus maksila, jaringan subkutan, dasar atau dinding orbita media, fossa pterigoid, atau sinus etmoidalis |
T4 | Tumor yang lebih meluas |
T4a | Tumor menginvasi isi orbita, kulit pipi, pterygoid plates, fossa infratemporal, cribriform plate, sinus sfenoid atau frontalis |
T4b | Tumor menginvasi apeks orbita, dura, otak, fossa krania media, nervus kranialis selain cabang maksila dari nervus trigeminal, nasofaring, atau klivus |
Tumor Primer Pada Kavum Nasi Atau Sinus Etmoid | |
Tx | Tumor primer tidak dapat dievaluasi |
Tis | Karsinoma in situ |
T1 | Tumor terbatas pada satu area, dengan atau tanpa invasi tulang |
T2 | Tumor menginvasi dua area pada satu regio yang sama atau ekstensi ke regio yang berdempetan di dalam kompleks nasoetmoid, dengan atau tanpa invasi tulang |
T3 | Tumor ekstensi ke dinding media atau dasar dari orbita, sinus maksila, palatum, atau cribriform plate |
T4 | Tumor lebih meluas |
T4a | Tumor menginvasi isi orbita anterior, kulit pipi atau hidung, ekstensi minimal ke fosa kranial anterior, pterygoid plates, sinus sfenoid atau frontal |
T4b | Tumor menginvasi apeks orbita, dura, otak, fossa krania media, nervus kranial selain nervus maksila, nasofaring, atau klivus |
Tabel 2. Klasifikasi TNM oleh American Joint Committee on Cancer Staging Classification (AJCC) : Keterlibatan Limfonodus (N) dan Metastasis (M)
Keterlibatan Limfonodi | |
NX | Limfonodus regional tidak dapat dievaluasi |
N0 | Tidak ditemukan metastasis ke limfonodus regional |
N1 | Metastasis pada satu limfonodus ipsilateral, dengan ukuran 3 cm atau lebih kecil pada dimensi terbesar, tanpa ekstensi ekstranodal |
N2 | Metastasis pada limfonodus ipsilateral, ukuran lebih dari 3 cm tapi kurang dari 6 cm pada dimensi terbesar, tanpa ekstensi ekstranodal; Atau Metastasis pada beberapa limfonodus ipsilateral, tidak ada yang lebih besar dari 6 cm pada dimensi terbesar, tanpa ekstensi ekstranodal; Atau Metastasis limfonodus bilateral atau kontralateral, ukuran tidak ada yang lebih besar dari 6 cm pada dimensi terbesar, tanpa ekstensi ekstranodal |
N2a | Metastasis pada limfonodus ipsilateral, ukuran lebih dari 3 cm tapi kurang dari 6 cm pada dimensi terbesar, tanpa ekstensi ekstranodal |
N2b | Metastasis pada beberapa limfonodus ipsilateral, tidak ada yang lebih besar dari 6 cm pada dimensi terbesar, tanpa ekstensi ekstranodal |
N2c | Metastasis limfonodus bilateral atau kontralateral, ukuran tidak ada yang lebih besar dari 6 cm pada dimensi terbesar, tanpa ekstensi ekstranodal |
N3 | Metastasis pada satu limfonodus dengan ukuran lebih besar dari 6 cm pada dimensi terbesar, tanpa ekstensi ekstranodal; Atau Metastasis pada limfonodus manapun dengan ekstensi ekstranodal |
N3a | Metastasis pada satu limfonodus dengan ukuran lebih besar dari 6 cm pada dimensi terbesar, tanpa ekstensi ekstranodal |
N3b | Metastasis pada limfonodus manapun dengan ekstensi ekstranodal |
Metastasis Jauh | |
M0 | Tidak ada metastasis jauh |
M1 | Metastasis jauh |
Setelah menentukan TNM, stadium kanker sinonasal dapat ditentukan seperti yang tercantum pada Tabel 3.[2,11]
Tabel 3. Penentuan Stadium Kanker Sinonasal
T | N | M | Stadium |
Tis | N0 | M0 | 0 |
T1 | N0 | M0 | I |
T2 | N0 | M0 | II |
T3 | N0 | M0 | III |
T1, T2, T3 | N1 | M0 | III |
T4a | N0, N1 | M0 | IVA |
T1, T2, T3, T4a | N2 | M0 | IVA |
Semua T | N3 | M0 | IVB |
T4b | Semua N | M0 | IVB |
Semua T | Semua N | M1 | IVC |