Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Diagnosis Amebiasis general_alomedika 2022-05-13T13:28:50+07:00 2022-05-13T13:28:50+07:00
Amebiasis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Amebiasis

Oleh :
dr. Shofa Nisrina Luthfiyani
Share To Social Media:

Diagnosis amebiasis, dikenal juga sebagai amubiasis, amoebiasis, atau disentri ameba, ditegakkan dengan menemukan parasit Entamoeba histolytica pada feses maupun jaringan lain. Anamnesis dan pemeriksaan fisik berfungsi untuk menyingkirkan penyebab diare yang lain.

Anamnesis

Infeksi E. histolytica biasanya bersifat asimtomatik sehingga tidak ditemukan gejala pada pasien. [2,3]

Keluhan Gastrointestinal

Infeksi E. histolytica yang melibatkan gastrointestinal seperti pada amebiasis kolitis dapat menunjukkan gejala seperti diare berair atau berdarah, feses mukoid, nyeri perut, konstipasi, tenesmus, demam, pendarahan pada rektum tanpa disertai diare (dapat ditemukan pada anak), mual, anoreksia, dan penurunan berat badan. [2,3,11,12] Diare yang terjadi biasanya tidak lebih dari 4 – 5 minggu. [3] Gejala ini dapat terjadi secara akut maupun gradual. Lokasi kolitis biasanya hanya terjadi pada kolon asendens atau sekum. [23]

Anamnesis terkait Infeksi Fulminan

Infeksi oleh E. histolytica dapat terjadi secara fulminan dan menghasilkan area nekrotik yang luas diserta perforasi, peritonitis, atau toksik megakolon. [23] Toksik megakolon ini biasanya terjadi pada pasien yang menggunakan loperamid dalam jumlah banyak. Pada infeksi fulminan ini biasanya pasien tampak toksik, mengalami demam tinggi, dan disertai gejala syok dan peritonitis. Jika tidak ditangani segara, 40 – 89% kasus akan berakibat fatal. [24]

Abses Hepar Amebik

Amebiasis pada hepar menunjukkan gejala pada 80% kasus. Gejala yang timbul adalah nyeri pada kuadran kanan atas, demam, dan menggigil. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah rigor, diaforesis, mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan. [2,3,11,12] Gejala diare atau keluhan gastrointestial lainnya juga dapat ditemukan pada 10 – 35% kasus. [12]

Abses Paru Amebik

Pasien yang sudah memiliki komplikasi pulmonal dapat menunjukkan gejala batuk, sesak napas, nyeri pleuritik, dan nyeri di daerah bahu sebagai akibat iritasi atau perforasi diafragma. [12]

Faktor Risiko

Selain menggali gejala, anamnesis terhadap faktor risiko juga perlu dilakukan, termasuk faktor risiko seksual seperti kontak oral-anal. [2]

Pemeriksaan Fisik

Pada pasien asimtomatik, pemeriksaan fisik secara umum menunjukkan hasil yang normal. [2,3] Pada pasien kolitis, pemeriksaan fisik umum menujukkan adanya demam, takikardi, dan hipotensi. [3]

Pemeriksaan fisik per sistem organ dilakukan untuk mengkonfirmasi anamnesis. Nyeri tekan dan nyeri lepas pada abdomen dapat mengindikasikan adanya iritasi peritoneum atau ruptur intestinal. Hepatomegali biasanya terjadi pada pasien amebiasis hepar, sedangkan bising usus yang menghilang biasanya mengindikasikan abses hepar yang ruptur. [3]

Jika terdapat komplikasi pada paru, pemeriksaan pada paru dapat menunjukkan adanya suara napas ronkhi dan perkusi redup, terutama di bagian basal kanan. [11] Adanya pleural rub atau pericardial rub pada saat auskultasi menandakan bahwa abses pada hepar telah ruptur dan menempati struktur mediastinum. [3]

Diagnosis Banding

Adanya diare berdarah dapat menunjukkan adanya infeksi oleh patogen lain seperti:

  • Nontifoid-salmonellosis
  • Campylobacter enterokolitis
  • Yerisinia enterokolitis

  • Infeksi Clostridium difficile
  • Infeksi E. coli enterohemoragik
  • Infeksi Shigella dan Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC) yang menyebabkan disentri basiler
  • Infeksi parasit oleh Schistosoma mansoni atau balantidiasis
  • Infeksi Cytomegalovirus

  • Penyebab noninfeksi seperti inflammatory bowel disease (IBD) dan kolitis iskemik[2,11]

Membedakan Amebiasis dengan Inflammatory Bowel Disease (IBD)

IBD memiliki gejala yang sama dengan amebiasis sehingga sulit untuk membedakan keduanya meski telah menggunakan pencitraan, marker inflamasi, atau endoskopi. Pada pemeriksaan endoskopi, keduanya menunjukkan gambaran yang serupa yaitu ulserasi difus dengan usus yang tampak rapuh. [23] Adanya jaringan granulasi pada lumen kolon atau ameboma dapat menyerupai karsinoma, tuberkulosis, atau massa apendiks. Untuk itu, penting untuk melakukan pemeriksaan feses untuk membedakan keduanya.[2]

Diagnosis Banding Amebiasis Hepar

Pada kasus amebiasis hepar, diagnosis banding yang perlu disingkirkan adalah abses piogenik, tuberkulosis, kista echinokokus, dan tumor primer atau metastasis. [2,12] Secara klinis, amebiasis hepar dan abses piogenik pada hepar sulit dibedakan. Keduanya dapat dibedakan melalui aspirasi abses hepar. [25]

Kista echinokokus dapat dibedakan melalui pencitraan di mana kista akan menunjukkan gambaran kantung cairan multipel dan tidak memiliki penyangatan di sekelilingnya. Pada amebiasis hepar, juga tidak ditemukan eosinofilia perifer seperti pada kista echinokokus.[25]

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosis amebiasis intestinal, beberapa pemeriksaan dapat dilakukan.

Pemeriksaan Feses

Pemeriksaan yang paling mudah adalah pemeriksaan feses. Sampel feses yang diambil merupakan feses segar dan idealnya diambil 3 kali pada 3 hari yang berbeda tetapi tidak lebih dari 10 hari karena kista dikeluarkan secara intermiten dan dapat terlewat jika hanya menggunakan satu sampel. Teknik juga meningkatkan deteksi menjadi 85 – 95%. [26]

Secara umum, sensitivitas pemeriksaan dengan mikroskop hanya 60%. Pemeriksaan feses dengan mikroskop dapat menunjukkan trofozoit atau kista, namun tidak dapat membedakan antara E. histolytica dengan spesies Entamoeba non patogenik yang lain seperti E. dispar, E. moshkovskii, dan E. bangladeshi. Selain itu, hasil positif palsu sering ditemukan akibat salah identifikasi makrofag sebagai trofozoit atau sel polimorfonukleus sebagai kista. [26] Kista memiliki 4 nukelus dan berdiameter 12 – 15 μm, sementara trofozoit memiliki satu nukleus dan berdiameter 15 – 20 μm.[25]

Pemeriksaan feses langsung dengan cairan salin memiliki sensitivitas yang rendah, yaitu < 10% dan harus dilakukan pada feses segar. Pasien asimtomatik biasanya menunjukkan gambaran trofozoit saja, namun pasien dengan disentri akut dapat menunjukkan trofozoit dengan eritrosit di dalamnya. [26] Selain itu, heme dan sel darah putih juga dapat ditemukan, walaupun darah tidak tampak secara kasat mata. [11]

Pemeriksaan mikroskop dengan teknik konsentrasi dan pewarnaan memiliki sensitivitas yang lebih baik dan tidak harus segera langsung dilakukan apabila preparat telah difiksasi. Fiksasi diberikan untuk mencegah degradasi morfologi parasit. [26]

Untuk membedakan Entamoeba patogen dan nonpatogen, pemeriksaan lain seperti deteksi antigen, kultur, atau PCR dapat digunakan. Pemeriksaan antigen dapat dilakukan dengan cepat dan spesifik untuk E. histolytica tetapi tidak tersedia secara luas dan tidak semua jenis tes antigen dapat membedakan antara spesies patogen dan non-patogen. [26] Kultur merupakan standar baku untuk mendiagnosis amebiasis, tetapi teknik membutuhkan banyak waktu sehingga tidak dilakukan secara rutin. Pemeriksaan PCR memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi namun lebih sering digunakan dapat penelitian dibandingkan praktik klinis. [2]

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi biasanya digunakan pada kasus amebiasis hepar. Pemeriksaan ultrasonografi hepar dapat menemukan adanya area hipoekoik tunggal atau multipel dengan tepi bulat. Pemeriksaan ini memiliki nilai prediktif positif 85-100%.[3]

Pemeriksaan CT dan MRI juga dapat digunakan untuk mendeteksi abses yang berkuruan kecil dan menghasilkan gambaran yang lebih baik. Pemeriksaan CT dengan kontras memiliki nilai prediksi positif sampai 95%. Gambaran yang muncul biasanya berupa massa soliter atau multipel dan sering kali ditemukan pada lobus kanan.[3]

Pemeriksaan dengan gallium dapat membedakan antara abses amebik dengan abses bakterial. Abses amebik biasanya tampak berwarna biru pada hasil scan (cold spot) sementara abses bakterial berwarna merah (hot spot).[3]

Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah rutin biasanya menunjukkan leukositosis dengan neutrofilia tetapi tanpa eosinofilia. Juga ditemukan anemia ringan, dan peningkatan kadar alkalin fosfatase, alanin aminotransferase, bilirubin, serta laju endap darah.[2,3,11,12]

Pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk mendeteksi antibodi IgM atau IgG. Akan tetapi, pemeriksaan ini memiliki nilai yang lebih baik jika dilakukan pada daerah dengan prevalensi yang rendah. Pada awal terjadinya penyakit, pemeriksaan serologi dapat menunjukkan hasil negatif palsu karena imunoglobulin membutuhkan waktu 7–10 hari sampai terdeteksi di darah. Pasien dengan amebiasis hepar akan menunjukkan kadar antibodi yang tinggi.[2,11,12]

Biopsi dan Patologi

Biopsi intestinal pada daerah ulkus dapat menunjukkan gambaran trofozoit. Pemeriksaan aspirasi cairan abses juga dapat digunakan untuk menegakkan amebiasis hepar. Secara kasat mata, cairan abses hepar amebik berwarna kecoklatan dan disebut sebagai “anchovy paste”. Aspirat ini mengandung hepatosit yang mengalami nekrosis dan dapat digunakan sebagai sampel deteksi antigen. [2]

Pemeriksaan biopsi dapat menunjukkan gambaran trofozoit di tepi ulkus atau di dalam jaringan. Pemeriksaan ini menggunakan pewarnaan asam-Schiff atau imunoperoksidase dengan antibodi spesifik E. histolytica. [25]

Pemeriksaan Kolonoskopi

Kolonoskopi pada kolitis amebik dapat menunjukkan adanya lesi pada sekum, lesi multipel, eksudat, atau erosi. Temuan ini memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang berbeda-beda. Lesi multipel memiliki sensitivitas paling tinggi yaitu 96% sedangkan adanya eksudat memiliki spesifisitas tertinggi yaitu 74%. [27]

Referensi

2. Pritt BS, Clark CG. Amebiasis. Mayo Clin Proc. 2008 Oct;83(10):1154-9
3. Ximénez C, Morán P, Rojas L, et al. Novelties on amoebiasis: a neglected tropical disease. J Glob Infect Dis. 2011 Apr;3(2):166-74
11. Stanley SL Jr. Amoebiasis. Lancet. 2003 Mar 22;361(9362):1025-34
12. Haque R, Huston CD, Hughes M, Houpt E, Petri WA Jr. Amebiasis. N Engl J Med. 2003 Apr 17;348(16):1565-73
23. Shirley DA, Moonah S. Fulminant amebic colitis after corticosteroid therapy: a systematic review. PLoS Negl Trop Dis 2016; 10:e0004879
24. McGregor A, Brown M, Thway K, Wright SG. Fulminant amoebic colitis following loperamide use. J Travel Med 2007; 14:61–2
25. Shirley DT, Farr L, Watanabe K, Moonah S. A review of the global burden, New current therapeutics for amebiases. Amebiases Review.2018:1-9
26. R. Fotedar, D. Stark, N. Beebe, D. Marriott, J. Ellis, J. Harkness Clinical Microbiology Reviews Jul 2007, 20 (3) 511-532
27. Nagata N, Shimbo T, Akiyama J, Nakashima R, Nikura R, Nishimura S, et al. Predictive value of endoscopic findings in the diagnosis of active intestinal amebiasis. Endoscopy. 2012;44(4):425-8

Epidemiologi Amebiasis
Penatalaksanaan Amebiasis

Artikel Terkait

  • Pedoman Penanganan Gastroenteritis dari IDSA dan Penerapannya di Indonesia
    Pedoman Penanganan Gastroenteritis dari IDSA dan Penerapannya di Indonesia
  • Gastroenteritis Akut pada Anak – Panduan E-Prescription Alomedika
    Gastroenteritis Akut pada Anak – Panduan E-Prescription Alomedika
Diskusi Terbaru
Anonymous
Hari ini, 16:50
Terapi T-3 hormone replacement therapy pada Hashimoto's Disease - Penyakit Dalam Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dr. Restie Warapsari, Sp. PD saya ingin bertanya mengenai kapan diperlukan terapi T-3 hormone replacement therapy pada kasus hashimoto disease ya dok?...
Anonymous
Hari ini, 15:53
Obat Herbal dan Suplemen pada Pasien Autoimun - Penyakit Dalam Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo Dok, sebenarnya obat herbal atau suplemen itu boleh gak ya Dok diberikan untuk pasien autoimun? Karena saya sempat ditanyakan pasien isu beberapa...
Anonymous
Hari ini, 15:50
Rekomendasi Olahraga untuk Pasien SLE - Penyakit Dalam Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo Dok, ijin bertanya, rekomendasi olahraga yang dapat kita berikan pada pasien dengan SLE apa ya Dok? Adakah jenis olahraga yang tidak diperbolehkan?...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.