Diagnosis Fraktur Terbuka
Diagnosis fraktur terbuka umumnya dapat ditegakkan cukup jelas dari pemeriksaan fisik dimana didapatkan segmen fraktur yang terpapar ke lingkungan. Pada anamnesis dapat ditanyakan mekanisme cedera dan menggali faktor risiko. Sedangkan pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan rontgen dengan prinsip rule of two.
Anamnesis
Beberapa hal yang ditanyakan saat melakukan anamnesis pada fraktur terbuka, antara lain adalah mekanisme cedera dan menggali faktor risiko seperti osteoporosis atau penggunaan steroid. [3,4,8]
Pasien fraktur terbuka akan datang dengan keluhan utama nyeri yang terlokalisir setelah cedera (biasanya cedera energi tinggi), nyeri bertambah saat digerakkan, disertai memar, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, dan deformitas.
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu juga digali, karena penting untuk persiapan anestesi apabila perlu dilakukan tindakan operasi.
Derajat keparahan dari fraktur terbuka berbeda-beda. Pada fraktur terbuka karena trauma dengan energi tinggi terdapat kehilangan kulit, tulang terlihat menonjol melalui luka, serta didapatkan kerusakan pada jaringan lunak seperti otot, tendon, saraf, arteri dan vena. Beberapa faktor yang mempengaruhi derajat keparahan fraktur terbuka, antara lain ukuran dan jumlah fragmen fraktur, kerusakan jaringan lunak sekitarnya dan lokasi luka dan apakah jaringan lunak di daerah tersebut memiliki suplai darah yang baik. [1-4]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada fraktur terbuka meliputi dua tahap, yakni pemeriksaan awal lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan status lokalis. [4]
Pemeriksaan Awal
Pemeriksaan awal pada fraktur terbuka dengan melakukan survei primer dan sekunder. Pemeriksaan survei primer berupa A,B,C,D dan E dalam trauma dilakukan dengan cepat. Pada survei primer, yang dinilai adalah keadaan mengancam jiwa misalnya potensi gangguan pada patensi jalan napas, trauma thoraks yang menyebabkan hambatan pernapasan, gangguan sirkulasi akibat cedera tulang panjang, pelvis, intrathoraks ataupun intraabdomen. Pada survei primer juga dilakukan pemeriksaan adanya cedera kepala yang menyebabkan penurunan kesadaran, dan adanya cedera spinal. Survei sekunder harus menilai segala bentuk cedera dari kepala hingga kaki. [13,14]
Pemeriksaan Status Lokalis
Pada status lokalis di area fraktur dilakukan pemeriksaan look, feel, move.
Look : Dilakukan inspeksi terhadap warna dan perfusi area fraktur, penilaian luka (lokasi, ukuran, perdarahan, bone expose, skin coverage, skin loss, deformitas, dan tanda radang), deformitas (angulasi atau pemendekan), pembengkakan
Feel : Dilakukan palpasi untuk menilai neurovaskularisasi distal dari daerah fraktur dan memeriksa fungsi sensorik. nyeri tekan, suhu serta krepitasi
Move : Menilai kemampuan pergerakan aktif dan pasif dari sendi serta kekuatan otot.
Klasifikasi Fraktur Terbuka
Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :
- Derajat I : Fraktur terbuka dengan laserasi < 1 cm yang relatif bersih
- Derajat II : Fraktur terbuka dengan laserasi > 1 cm, tetapi tanpa kerusakan jaringan mayor atau avulsi
- Derajat III : Fraktur terbuka dengan kerusakan yang berat, baik fraktur segmental terbuka, fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak ekstensif, ataupun amputasi traumatik [2]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk konfirmasi adanya fraktur, melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya, menentukan fraktur baru atau tidak, fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler, keadaan patologis lain pada tulang, adanya benda asing, serta menentukan tatalaksana yang diberikan. Namun, perlu dicatat bahwa rontgen tidak boleh menunda dilakukannya tatalaksana pada fraktur terbuka yang disertai gangguan neurovaskular. [2,3]
Pemeriksaan radiologis yang wajib dilakukan pada fraktur terbuka yakni pemeriksaan rontgen. Terdapat aturan “Rule of Two”, antara lain:
Two views : Foto harus mencakup 2 arah pandang yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
Two joints : Foto harus meliputi sendi yang berada di atas dan di bawah daerah fraktur.
Two limbs : Foto ekstremitas yang mengalami trauma dan normal.
Two injuries : Kadangkala trauma tidak hanya menyebabkan fraktur pada satu daerah, misalnya fraktur femur diperlukan foto femur dan pelvis.
Two occasions : Ada beberapa fraktur yang sulit dinilai segera setelah trauma sehingga diperlukan pemeriksaan 1-2 minggu setelahnya. Contoh: fraktur pada ujung distal os klavikula, scaphoid, femoral neck dan malleolus lateral. [4,5]
Beberapa fraktur bisa tidak terlihat jelas hanya dengan rontgen sehingga diperlukan pemeriksaan radiologis lain, seperti Computed Tomography (CT) Scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan radioisotope scanning.
CT Scan umumnya dilakukan pada lesi vertebra dan fraktur sendi kompleks. MRI berfungsi untuk mengetahui secara pasti apakah fraktur vertebra menekan sumsum tulang belakang. Sedangkan, radioisotope scanning membantu dalam diagnosis stress fracture/ undisplaced fracture. [2,3]