Pendahuluan Achondroplasia
Pasien achondroplasia memiliki karakteristik khusus, seperti perawakan pendek dengan pemendekan tungkai rhizomelik, makrosefali, frontal bossing, dan retrusi midface. Hipotonia dan gangguan pertumbuhan motorik sering kali terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan. Achondroplasia adalah kondisi dysplasia skeletal yang diderita oleh kurang lebih 250.000 pasien di seluruh dunia.
Penyakit achondroplasia merupakan penyakit turunan dengan sifat autosomal dominan. Penyakit ini tergolong dalam spektrum penyakit akibat mutasi genetik fibroblast growth factor receptor 3 (FGFR3). Mutasi pada gen FGFR3 mengganggu formasi tulang endokondral, menyebabkan restriksi pertumbuhan, pemendekan tulang, dan anomali skeletal lain. [1,2] Gambaran radiologi dan uji molekular dapat membantu menegakkan diagnosis. Diagnosis pada prenatal dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Komplikasi achondroplasia dapat melibatkan berbagai sistem organ. Komplikasi medulla servikal merupakan kondisi yang paling sering ditemukan. Selain itu, beberapa komplikasi lainnya, seperti stenosis spinal, otitis media rekuren, obstructive sleep apnea, dan obesitas juga sering terjadi pada pasien achondroplasia. [1,3]
Penatalaksanaan achondroplasia memiliki tujuan dalam mengobati dan mencegah komplikasi, serta memaksimalkan kapasitas fungsional pasien. Terapi hormon pertumbuhan dan c-type natriuretic peptide telah dilaporkan dapat mengobati gangguan pertumbuhan pada pasien. Pembedahan dapat diperlukan pada beberapa kondisi dengan komplikasi cukup berat, seperti keadaan kifosis dan stenosis spinalis. Selain itu, konsultasi medis secara berkala ke beberapa bagian, seperti orthodontist, terapi bicara, otolaringologis, pakar genetik, pulmonologis, dan spesialis anak, disarankan untuk pemantauan progresi penyakit dan komplikasi. [2,4]