Penatalaksanaan Ruptur Perineum
Penatalaksanaan ruptur perineum dilakukan berdasarkan derajat keparahan ruptur, untuk derajat 1 dan 2, umumnya tergantung dari penilaian dokter dan juga keputusan pasien.
Ruptur perineum derajat 3 dan 4 umumnya dilakukan penjahitan dengan mengikuti beberapa prinsip (siapa yang melakukan tindakan, persiapan tindakan, cara perbaikan ruptur, serta jenis alat dan bahan yang digunakan dalam tata laksana). Adapun tata laksana tambahan lainnya dapat berupa non medikamentosa seperti ice pack dan berendam di air hangat, ataupun dengan medikamentosa seperti antibiotik, analgesik serta laksatif.
Prinsip Tata Laksana Ruptur Perineum
Terlepas dari derajat ruptur, beberapa prinsip yang harus diikuti dalam tata laksana ruptur perineum antara lain :
- Perbaikan ruptur dilakukan oleh klinisi yang ahli, jika memungkinkan oleh dokter spesialis kandungan
- Pencahayaan pada saat perbaikan ruptur harus adekuat, jika memungkinkan dilakukan di kamar operasi dengan pasien dalam posisi litotomi
- Anestesi diberikan secara adekuat
- Masing-masing lapisan yang robek diperbaiki satu-persatu agar fungsi kembali normal
- Perbaikan dilakukan dari bagian arah atas ke bawah (sefalokaudal) agar bagian superior tidak terestriksi
- Perbaikan menggunakan benang yang dapat diserap (absorbable) dengan knot masing-masing lapisan ditanam di dalam untuk mengurangi risiko dispareunia dan ketidaknyamanan vagina setelah pemulihan [1,2,13]
Penjahitan Robekan Ruptur Perineum
Penjahitan ruptur derajat 1 atau 2 tergantung pada penilaian dari dokter dan juga pasien, namun yang umumnya perlu dilakukan penjahitan adalah pada ruptur derajat 3 dan 4. Pencahayaan harus baik dan jika memungkinkan tindakan dilakukan di kamar operasi dengan anestesi regional atau umum. Jika terjadi perdarahan, vaginal pack dapat digunakan.
Penjahitan tidak sebaiknya dilakukan dengan metode figure of eight karena dapat menyebabkan iskemia jaringan. Mukosa anorektal yang robek dijahit dengan metode simple interrupted atau continuous. Jika terjadi ruptur sfingter, maka penjahitan dilakukan menggunakan metode simple interrupted atau matras, lalu penjahitan dilakukan secara terpisah (masing-masing lapisan). [1,2,13]
Tata Laksana Nonmedikamentosa
Tata laksana nonmedikamentosa yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri pasca penjahitan robekan, umumnya dapat menggunakan ice pack, gel pads dingin, berendam dengan air dingin atau menggunakan lubrikasi ketika kembali melakukan aktivitas seksual.[13,17]
Tata Laksana Medikamentosa
Tata laksana medikamentosa bertujuan sebagai terapi suportif, berupa pemberian antibiotik pasca penjahitan robekan, serta pemberian obat analgesik. Selain itu, pasien dapat diberikan laksatif atau pelunak feses. [1,2,13]
Antibiotik
Antibiotik spektrum luas dapat diberikan untuk mengurangi risiko infeksi dan dehisensi luka. Antibiotik diberikan segera setelah tindakan penjahitan dilakukan. Tidak ada pedomen mengenai antibiotik yang sebaiknya diberikan, namun dapat disesuaikan dengan pola resistensi pada populasi lokal.[1,2,13]
Analgesik
Obat analgesik diberikan untuk mengurangi nyeri pasca penjahitan, umumnya yang digunakan adalah paracetamol.[1,2,13,14]
Laksatif atau Pelunak Feses
Laksatif dan pelunak feses digunakan untuk mencegah dehisensi luka yang disebabkan oleh disrupsi luka akibat feses yang terlalu keras. Pelunak feses seperti laktulosa dianjurkan untuk diberikan selama 10 hari.[1,2,13]