Diagnosis Distosia
Diagnosis distosia ditegakkan berdasarkan penghitungan durasi persalinan. Selain menegakkan diagnosis distosia, kemungkinan penyebab distosia harus dapat diketahui untuk menentukan rencana tata laksana.
Anamnesis
Keluhan utama pada pasien dengan distosia adalah persalinan yang macet atau terhenti. Dikatakan terjadi perlambatan apabila kala 1 fase laten lebih dari 20 jam pada pasien nulipara dan lebih dari 14 jam pada pasien multipara, sedangkan perpanjangan kala 1 fase aktif apabila dilatasi servikal kurang dari 2 cm dalam 4 jam. Didefinisikan distosia pada kala 2 apabila lebih dari 3 jam pada pasien nulipara dan lebih dari 2 jam pada pasien multipara.[1,2]
Anamnesis juga diarahkan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan menentukan etiologi distosia. Berikut adalah beberapa hal yang dapat ditanyakan pada saat anamnesis:
- Riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya (jumlah kehamilan dan persalinan, adanya riwayat abortus, adanya riwayat kematian perinatal, riwayat bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4.000 gram, riwayat sectio caesarea sebelumnya)
- Riwayat penyakit ibu (adakah riwayat hipertensi, diabetes, tumor pada organ kewanitaan, dan penggunaan obat-obat terkait fertilitas)
- Riwayat kehamilan saat ini (pemantauan selama kehamilan, apakah dari pemeriksaan sebelumnya ada kemungkinan penyulit)
- Riwayat kehamilan dan persalinan di keluarga [2,3,12-16]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada awal kedatangan dan selama proses persalinan untuk memantau adanya kemajuan persalinan. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diobservasi.
- Tanda vital ibu dan janin (pemeriksaan tekanan darah dan nadi untuk ibu dan denyut jantung janin untuk bayi, kedua pemeriksaan dapat dilakukan setiap jam. Jika ditemukan kondisi bradikardi pada janin, pemantauan dapat dilakukan setiap 5 – 10 menit. Pemeriksaan suhu dapat dilakukan setiap 4 jam)
- Perawatan terhadap kandung kemih dan menjaga hidrasi yang adekuat (dapat menggunakan kateter untuk mengosongkan kandung kemih jika ibu kesulitan BAK)
- Palpasi posisi dan presentasi janin (dapat menggunakan teknik Leopold)
- Frekuensi dan durasi kontraksi (dapat dilakukan setiap 30 menit)
- Cairan ketuban (jika sudah pecah dapat dinilai warnanya)
- Penilaian dilatasi, posisi, dan penipisan serviks melalui pemeriksaan dalam atau vaginal touche (dapat dilakukan setiap jam pada kala 2)
- Penilaian jalan lahir (apakah terdapat massa yang dapat menutupi jalan lahir)
- Kondisi emosional dan psikologis ibu [6,7]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding distosia adalah menentukan etiologi distosia. Gangguan pada kontraksi dapat diketahui dengan menilai durasi dan frekuensi kontraksi. Abnormalitas pada janin dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan leopold dan vaginal touche untuk mengetahui posisi, presentasi, dan memperkirakan berat janin. Abnormalitas pada jalan lahir dapat diketahui dengan menilai posisi kepala janin dan melakukan vaginal touche untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tumor pada jalan lahir. [2,3,6]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak dibutuhkan pada saat distosia kala 2 persalinan. Pemeriksaan yang dapat digunakan antara lain kateter untuk mengukur tekanan intrauterin dan pemeriksaan partograf.
Kateter Pengukur Tekanan Intrauterin
Kateter ini biasanya digunakan untuk menilai kontraksi pada pasien dengan kesulitan pengukuran manual, seperti pada pasien obesitas atau pasien yang memiliki respon minimal terhadap oxytocin. Kateter juga dapat digunakan pada kondisi yang tidak memungkinkan bahwa satu ibu hamil diawasi secara intensif oleh satu tenaga kesehatan. Akan tetapi, saat ini penggunaan kateter secara rutin untuk mendiagnosis distosia tidak direkomendasikan. [2]
Pemeriksaan Partograf
Partograf merupakan sebuah alat yang digunakan untuk melihat kemajuan persalinan. Alat ini biasanya banyak digunakan di negara-negara berkembang. Partograf dapat mengindikasikan adanya keterlambatan persalinan sejak kala 1 sehingga hambatan pada kala 2 dapat dicegah karena telah diberikan tata laksana sejak awal. [3,6]