Epidemiologi Dislokasi Temporomandibular Joint (TMJ)
Data epidemiologi dislokasi temporomandibular joint (TMJ) menunjukkan bahwa kondisi ini relatif jarang terjadi dan secara umum tidak memiliki preferensi jenis kelamin maupun usia. Dislokasi TMJ memiliki insidensi sebesar 3% dari keseluruhan dislokasi sendi pada tubuh manusia. Walaupun tidak ada preferensi usia, dislokasi TMJ terjadi diperkirakan lebih sering pada dewasa muda dengan insidensi yang cenderung meningkat seiring pertambahan usia akibat meningkatnya risiko penyakit neuromuskular dan kemungkinan kehilangan gigi. Pasien yang pernah mengalami kondisi ini berisiko untuk mengalami rekurensi.[1,2,6]
Global
Survei dari German Society of Oral and Maxillofacial Surgery menyatakan bahwa insidensi dislokasi temporomandibular joint (TMJ) di Jerman paling sedikit adalah 25 per 100.000 populasi tiap tahunnya. Studi pada 2375 pasien dengan Temporomandibular Disorder (TMD) di Roma Italia, menunjukkan bahwa dislokasi TMJ terjadi sebesar 3,6% pada sisi sebelah kanan dan 3,8% pada sisi kiri. Sedangkan 1,6% populasi studi mengalami subluksasi TMJ pada sisi kanan dan 1,5% pada sisi kiri.[4,7]
Indonesia
Data epidemiologi dari dislokasi temporomandibular joint (TMJ) di Indonesia masih sangat terbatas. Hampir semua data prevalensi dislokasi TMJ didapatkan dari populasi tertentu yang mengalami TMD, bukan populasi sehat.
Studi pada kelompok usia 18-24 tahun di Medan, pada 33 penderita TMD, menunjukkan bahwa terdapat 42,22% pasien mengalami dislokasi TMJ dengan reduksi, sedangkan 11,11% mengalami dislokasi TMJ tanpa reduksi disertai keterbatasan pembukaan mulut. Studi lain pada 70 orang remaja di kota Padang dengan diagnosis TMD, menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 18,57% responden mengalami dislokasi TMJ dengan reduksi, yang merupakan kelainan TMJ paling banyak pada populasi studi tersebut.[8,9]
Mortalitas dan Morbiditas
Dislokasi temporomandibular joint (TMJ) tidak berhubungan langsung dengan mortalitas. Mortalitas dapat terjadi misalnya jika dislokasi TMJ menyebabkan saliva menumpuk dan terjadi aspirasi. Selain itu, meskipun luaran klinis pasien dislokasi TMJ umumnya baik dengan tata laksana konservatif, pasien bisa mengalami komplikasi seperti asimetrisitas wajah, rekurensi, dan gangguan saat mengunyah.[6,10]