Diagnosis Dislokasi Temporomandibular Joint (TMJ)
Diagnosis dislokasi temporomandibular joint (TMJ) secara umum dapat ditegakan berdasarkan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan penunjang tidak selalu dibutuhkan, namun disarankan bagi kasus yang penyebabnya tidak jelas, dislokasi yang disebabkan oleh cedera atau trauma, atau jika ada kekhawatiran fraktur yang menyertai.[1,3,4,6]
Anamnesis
Gejala kardinal dari dislokasi temporomandibular joint (TMJ) adalah oklusi yang terganggu atau kesulitan untuk menutup mulut dan mengatupkan rahang. Keluhan dapat disertai rasa nyeri, terutama di periaurikula. Kesulitan menutup mulut juga dapat diikuti dengan keluhan bicara yang tidak jelas dan air liur yang terus keluar (drooling).[1,4,6]
Klasifikasi
Dislokasi temporomandibular joint (TMJ) dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi subluksasi dan luksasi.
Dislokasi TMJ dengan reduksi atau subluksasi biasanya bersifat self-limiting atau dapat kembali ke posisi normal secara spontan. Dislokasi TMJ tanpa reduksi atau luksasi tidak dapat kembali secara spontan, yang kemudian dibagi lebih lanjut menjadi akut dan kronis.
Dislokasi akut adalah kelainan tunggal (isolated) akibat dari trauma atau pembukaan mulut yang terlebihan. Dislokasi TMJ akut biasanya dapat dirawat dengan reduksi manual, dengan atau tanpa anestesia atau muscle relaxants. Sementara itu, dislokasi TMJ dianggap kronis (prolonged) bila sudah melebihi 72 jam.
Dislokasi TMJ akut maupun kronis yang terjadi secara berulang sering disebut dislokasi TMJ rekuren (recurrent dislocation). Dislokasi TMJ rekuren biasanya disebabkan karena hipermobilitas dari sendi, fossa mandibula yang terlalu rendah, atau joint capsule laxity.[3,4,6]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik paling awal yang dilakukan adalah pemeriksaan inspeksi dan pemeriksaan fungsional terhadap gerakan aktif dan gerakan terbatas dari rahang, seperti gerakan menutup rahang, deviasi mandibula, dan gerakan protrusi dari dagu.
Inspeksi
Pada inspeksi dapat terlihat kemerahan yang mungkin disertai pembengkakan di preaurikula. Mulut pasien terlihat terbuka dan dapat tampak deviasi rahang terutama pada dislokasi TMJ satu sisi.[1,4,6]
Palpasi
Palpasi dilakukan pada sendi dan otot mastikasi. Pada area preaurikula, saat dilakukan palpasi akan ditemukan lekukan (indentation). Pada dislokasi TMJ superior dapat teraba tonjolan pada area preaurikula dan temporal.
Palpasi juga dapat dilakukan untuk mendeteksi kekosongan (emptiness) dari soket TMJ atau struktur tulang dari kondilus.[1,4,6]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang dapat menjadi penyebab maupun kelainan penyerta dari dislokasi TMJ adalah fraktur dan infeksi.
Fraktur
Fraktur mandibula atau fraktur kondilus adalah salah satu penyebab dislokasi TMJ yang dapat juga terjadi bersamaan dengan dislokasi TMJ. Hal ini perlu dievaluasi pada pasien yang mengalami keluhan serupa dislokasi TMJ dan memiliki riwayat trauma sebelum awitan gejala, seperti trauma kendaraan bermotor, olahraga dengan kontak fisik, ataupun jatuh.[1,6]
Infeksi
Beberapa infeksi seperti epiglotitis, abses retrofaringeal, atau abses peritonsilar juga memiliki ciri klinis yang menyerupai dislokasi TMJ, antara lain air liur menetes (drooling), trismus, dan nyeri tenggorokan atau leher. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan pada bagian orofaring dan tanda-tanda infeksi pada pasien dengan dislokasi TMJ untuk mengeksklusi kondisi ini.[1,6]
Diagnosis Banding Lain
Pada pasien yang tidak dapat membuka mulut secara normal, disfungsi TMJ, acute closed locking TMJ meniscus, atau reaksi distonik (seperti tetanus) juga dapat secara keliru dianggap sebagai dislokasi TMJ. Pada kondisi ini, pemeriksaan dari riwayat pasien, pemeriksaan klinis, hingga pencitraan sangat penting untuk membedakan masing-masing kelainan.[1,6]
Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien dengan riwayat trauma, penyebab dasar yang tidak jelas, maupun kecurigaan adanya fraktur, disarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang.
Pencitraan
Evaluasi dislokasi TMJ dapat memerlukan pemeriksaan penunjang, seperti radiografi panoramik atau orthopantomography (OPG), CT scan, dan cone beam computed tomography (CBCT). Pemeriksaan ini utamanya bertujuan untuk mengevaluasi integritas dari TMJ. Pada pasien pediatrik, radiografi panoramik adalah modalitas pilihan karena tingkat paparan radiasi yang lebih kecil.
MRI umumnya tidak diperlukan untuk evaluasi dislokasi TMJ, namun dapat dipertimbangkan pada dislokasi TMJ kronis atau yang mengalami komplikasi, seperti nekrosis iskemik, osteomyelitis, dan pseudoarthrosis; serta jika diperlukan evaluasi kapsul sendi TMJ dan ligamen di sekitarnya. Tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk mengevaluasi dislokasi TMJ.[1,6]