Patofisiologi Tetanus Neonatorum
Patofisiologi tetanus neonatorum (TN) sangat berkaitan dengan kerja tetanospasmin pada empat bagian susunan saraf pusat, yakni taut neuromuskular di otot rangka, saraf spinal, otak, dan sistem saraf otonom.
Dari Spora Menjadi Toksin
Spora Clostridium tetani yang masuk ke luka belum membahayakan hingga diubah oleh serangkaian stimulus menjadi bentuk vegetatif yang kemudian berkembang biak namun belum menyebabkan gejala hingga spora diubah menjadi bentuk bacillus pelepas toksin. [5]
Gejala klinis muncul akibat pelepasan toksin tetanolisin dan tetanospasmin pada area tempat sel kuman vegetatif berkembang biak. Tetanolisin dapat memicu terjadinya hemolisis namun tidak secara langsung menyebabkan gejala klinis sedangkan tetanospasmin lebih berpengaruh pada serangkaian gejala yang timbul pada pasien dengan tetanus. [1] Potensi toksisitas tetanospasmin sangat kuat sehingga hanya membutuhkan 1350000 hingga 12500 dosis letal pada kucing dan ayam untuk dapat menimbulkan gejala tetanus pada manusia.
Efek Tetanospasmin terhadap Neuromuscular Junction
Tetanospasmin menimbulkan efek berupa gangguan transmisi pada neuromuscular junction. Selain menghambat pelepasan asetilkolin dari ujung saraf di otot, tetanospasmin pada sistem sarkotubuler otot rangka juga dapat mengganggu mekanisme yang terlibat pada relaksasi dan kontraksi otot rangka. Kegagalan pelepasan neurotransmitter secara dominan mempengaruhi inhibisi neuron motorik. [6,7]
Efek Tetanospasmin terhadap Saraf Spinal
Efek tetanospasmin pada saraf spinal melibatkan perubahan pada aktivitas refleks polisinaptik pada sejumlah interneuron sehingga menyebabkan inhibisi antagonistik. Hiperpolarisasi membran neuron yang secara normal terjadi apabila jaras inhibitorik terstimulasi, menjadi mengalami supresi oleh toksin. Sebaliknya, depolarisasi akibat eksitasi neuron tidak terpengaruh. [6,8]
Efek Tetanospasmin pada Otak dan Saraf Simpatis
Tetanospasmin pada otak diduga berperan terhadap manifestasi kejang tipikal pada tetanus. Teori ini didukung oleh adanya bukti ikatan toksin dengan gangliosida di otak. Tetanospasmin memicu penurunan inhibisi antidromik dari aktivitas kortikal. Efek lain tetanospasmin yang terlihat di saraf spinal juga ditemukan pada efek tetanospasmin terhadap jaringan otak. [9]
Sementara itu, gejala yang merefleksikan adanya disfungsi otonom dapat pula ditemukan pada pasien dengan tetanus. Gejala tersebut termasuk diaforesis, vasokonstriksi perifer, hipertensi, aritmia, takikardia, peningkatan kadar katekolamin dalam urin, dan hipotensi khususnya pada stadium tetanus yang berat. [10]