Diagnosis Croup
Diagnosis croup umumnya bisa ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang adekuat. Gejala croup cukup khas, sehingga cukup mudah dibedakan dari diagnosis bandingnya.
Anamnesis
Gejala klinis awali dengan suara serak, batuk menggonggong dan stridor inspiratoir. Bila terjadi obstruksi, stridor akan makin berat tetapi dalam kondisi yang sudah payah stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi gejala obstruksi saluran napas atas. Pada beberapa kasus hanya didapati suara serak dan batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 3 sampai 7 hari. Pada obstruksi napas yang makin berat, ditandai dengan takipneu, takikardia, sianosis dan pernapasan cuping hidung.
Juga perlu ditanyakan:
- Riwayat infeksi atau alergi.
- Riwayat penyakit keluarga, terutama rhinitis alergi, dermatitis alergi, urtikaria, asma.
- Riwayat pengobatan. [9]
Pada beberapa kasus hanya didapati suara serak dan batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain terjadi obstruksi napas yang makin berat, ditandai dengan takipneu, takikardia, sianosis dan pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan toraks dapat ditemukan adanya retraksi supraklavikular, suprasternal, interkostal, epigastrial. Bila anak mengalami hipoksia, anak akan tampak gelisah, tetapi jika hipoksia bertambah berat anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun. Pada kondisi yang berat dapat menjadi gagal napas. Pada kasus yang berat proses penyembuhan terjadi setelah 7-14 hari. [9,10]
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan tanda klinis yang timbul. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stres pernapasan yang diderita. Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.
Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup beratnya adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang digunakan dalam praktek klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk lima faktor: tingkat kesadaran, sianosis, stridor, masuknya udara, dan retraksi. Hal-hal yang diberikan untuk setiap faktor terdaftar dalam tabel ke kanan, dan skor akhir berkisar dari 0 sampai 17. [9]
Tabel 1 Derajad Keparahan Croup Berdasarkan Skor Westley
Indikator | Skor |
Stridor Inspirasi | |
Tidak ada | 0 |
Hanya dengan aktivitas | 1 |
Saat istirahat | 2 |
Retraksi interkosta | |
Tidak ada | 0 |
Ringan | 1 |
Sedang | 2 |
Berat | 3 |
Udara masuk | |
Normal | 0 |
Sedikit berkurang | 1 |
Sangat berkurang | 2 |
Sianosis | |
Tidak ada | 0 |
Saat aktivitas | 4 |
Saat istirahat | 5 |
Tingkat kesadaran | |
Normal | 0 |
Terganggu | 5 |
Interpretasi:
- Skor total <3 menunjukkan batuk Batuk menggonggong karakteristik dan suara serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor saat istirahat.
- Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croup moderat. Hal ini menyajikan dengan mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa tanda-tanda lain.
-
Total skor 6-11 diklasifikasikan sebagai severe croup yang menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai dinding dada indrawing. Severe croup jarang dijumpai.
- Sebuah nilai total >12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan pernapasan. Batuk parah sangat jarang (<1%).
Diagnosis Banding
Croup dapat didiagnosis banding dengan :
- Trakeitis bakterial
- Trauma inhalasi
- Inhalasi benda asing
- Fraktur laring
- Laringomalasia
- Measles (Campak)
- Corpus alienum jalan napas
- Difteri
- Epiglotitis
-
Infeksi Epstein-Barr Virus
- Abses peritonsiler
- Tumor laring [11]
Pemeriksaan Penunjang
Croup pada umumnya merupakan diagnosis klinis, dengan petunjuk diagnostik berdasarkan pada anamnesis dan temuan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak perlu dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium jarang memberikan kontribusi bermakna dalam mengkonfirmasi diagnosis.
Jumlah sel darah lengkap (CBC) biasanya nonspesifik, walaupun jumlah sel darah putih (WBC) dan selisihnya mungkin menyarankan etiologi viral dengan limfositosis. Bila ditemukan peningkatan leukosit >20.000/mm3 yang didominasi PMN, kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis.
Mengidentifikasi etiologi virus spesifik (misalnya, jenis virus parainfluenza) melalui pencucian dengan hidung biasanya tidak diperlukan, namun mungkin berguna untuk menentukan kebutuhan isolasi di tempat perawatan di rumah sakit atau, dalam kasus influenza A, untuk memutuskan apakah terapi antiviral harus dimulai. Pengukuran gas darah arterial (arterial blood gas/ABG) tidak diperlukan dan tidak mengungkapkan hipoksia atau hiperkarbia, kecuali jika terjadi kelelahan pernapasan.
Laringoskopi
Laringoskopi sebaiknya dihindari kecuali pada keadaan yang tidak biasa (misalnya, perjalanan penyakit tidak khas, anak memiliki gejala yang menunjukkan gangguan anatomis atau bawaan yang mendasarinya). Prosedur ini juga mungkin diperlukan bagi pasien dengan trakeitis bakteri untuk mendapatkan kultur yang diperlukan, dalam upaya untuk menyesuaikan pengobatan antibiotik dengan benar. Prosedur lain yang mungkin diindikasikan dan memerlukan bimbingan otolaringologist pediatrik adalah sebagai berikut:
- Laringoskopi langsung, jika anak tidak dalam keadaan tertekan akut
- Laringoskopi serat optik
- Bronkoskopi (untuk kasus croup rekuren untuk menyingkirkan gangguan saluran napas).
- Pemeriksaan radiologis.
Radiologi
Diagnosis croup utamanya ditegakkan berdasarkan presentasi klinis. Pemeriksaan radiologi jarang bermanfaat dalam menegakkan diagnosis, namun dapat digunakan pada keadaan dimana dicurigai ada penyakit lain.
Foto polos dapat memverifikasi diagnosis atau gangguan lain yang menyebabkan stridor yang menyerupai croup. Foto servikal lateral dapat membantu mendeteksi diagnosis klinis seperti benda asing yang tertelan, benda asing esofagus, stenosis subglotis kongenital, epiglotitis, abses retrofaringeal atau trakeitis bakteri (trakea yang menebal). Hal yang terpenting, croup adalah diagnosis klinis.
Foto polos anteroposterior (AP) dari jaringan lunak leher secara klasik menunjukkan steeple sign (juga dikenal sebagai tanda titik pensil), yang menandakan penyempitan subglotis, sedangkan foto polos servikal lateral dapat menunjukan kondisi hipofaring yang membesar (balon) selama inspirasi. Namun, temuan x-ray ini mungkin tidak terlihat pada hingga 50% anak-anak dengan gejala klinis croup. Pasien harus dipantau saat pemeriksaan radiologis, karena progresivitas obstruksi jalan napas dapat terjadi dengan cepat. Melalui pemeriksaan radiologis, croup dapat dibedakan dengan berbagai diagnosis bandingnya.
Gambaran foto jaringan lunak (intensitas rendah) saluran napas atas dapat dijumpai sebagai berikut:
- Pada trakeitis bakterial, tampak gambaran membran trakea yang compang- camping.
- Pada epiglotitis, tampak gambaran epiglotitis yang menebal.
- Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang menonjol. [12, 13]