Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Patofisiologi Keracunan Makanan general_alomedika 2019-10-09T14:58:09+07:00 2019-10-09T14:58:09+07:00
Keracunan Makanan
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi kesehatan

Patofisiologi Keracunan Makanan

Oleh :
dr. Shofa Nisrina Luthfiyani
Share To Social Media:

Patofisiologi keracunan makanan dibagi berdasarkan mekanisme yang mendasarinya dan patogennya. Secara umum, patofisiologi dapat dibagi menjadi toksin dan nontoksin; patogen pada usus halus dan usus besar; patogen invasif dan noninvasif.

Toksin dan Nontoksin

Beberapa patogen yang menyebabkan keracunan makanan menghasilkan toksin yang menyebabkan manifestasi keracunan. Toksin ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu toksin yang dihasilkan sebelum ditelan dan toksin yang dihasilkan setelah tertelan. [7]

Toksin yang dihasilkan di makanan atau sebelum tertelan umumnya menimbulkan gejala yang lebih cepat, yaitu sekitar 2–12 jam. Toksin ini dapat menyerang sistem gastrointestinal atau sistem saraf pusat. Beberapa patogen yang menghasilkan toksin di luar tubuh adalah Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium botulinum, dan Clostridium perfringens. Umumnya gejala akan menghilang dengan cepat kecuali pada kasus Clostridium botulinum.[7] Salah satu penyakit lain yang dapat menyerang sistem gastrointestinal adalah intoleransi makanan.

Toxin yang diproduksi di dalam tubuh atau terbentuk setelah tertelan memiliki masa inkubasi yang lebih lama yaitu 24 jam atau lebih. Manifestasi yang dihasilkan dapat berupa diare, baik berdarah maupun tidak. Contoh patogen yang menghasilkan toksin dalam tubuh adalah Escherichia coli.[7]

Patogen yang tidak memproduksi toksin akan merusak sel epitel saluran pencernaan dan dapat menginvasi melewati sawar di intestinal. Hal ini dapat menyebabkan diare terus menerus, diare inflamatori, atau infeksi sistemik. Contoh patogen yang tidak memproduksi toksin adalah Cryptosporidium, Shigella, Salmonella, Listeria monocytogenes dan virus. [7]

Lokasi Patogen (Usus Halus dan Usus Besar)

Patogen dapat berada di usus halus maupun usus besar. Patogen di usus halus akan mengganggu sekresi dan absorpsi sehingga diare yang timbul biasanya dalam jumlah banyak dan sangat berair. Diare dalam jumlah banyak ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit atau asam basa.[7]

Usus besar memiliki fungsi sekresi dan absorpsi yang lebih sedikit dibandingkan usus halus sehingga diare tidak profus, namun sering mengandug mukus atau darah.[7]

Patogen Invasif dan Noninvasif

Patogen yang bersifat invasif akan menyebabkan diare inflamatori. Proses invasi ini melalui kerusakan sel epitel saluran pencernaan, baik yang dirusak secara langsung, maupun kerusakan oleh sitotoksin. Manifestasi yang timbul biasanya adalah diare berdarah. Pada pemeriksaan feses dapat ditemukan sel darah putih. Untuk patogen yang tidak menginvasi, epitel saluran pencernaan akan mengalami iritasi dan timbul diare yang berair tanpa adanya sel darah putih pada pemeriksaan feses.[7]

Referensi

7. Guerrant R, Steiner T. Principles and Syndromes of Enteric Infection. In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, eds. Mandell, Douglas, and Bennett’s Principles and Practice of Infectious Diseases. 7th ed. Elsevier Health Sciences; 2009: 1215-1231

Pendahuluan Keracunan Makanan
Etiologi Keracunan Makanan
Diskusi Terbaru
dr.Claudia Narender
41 menit yang lalu
Open Recruitment - Jr.Medical Application Development Specialist (FULL-TIMER)
Oleh: dr.Claudia Narender
5 Balasan
ALO ! Alodokter is currently looking for Jr. Medical Application Development Specialist, a doctor with good clinical reasoning that is looking for something...
dr. Intan Fajriani
Hari ini, 09:08
Live Webinar Alomedika - Peran Serat untuk Tumbuh Kembang Anak Alergi. Sabtu, 28 Mei 2022. Pukul : 14.00 - 15.30.
Oleh: dr. Intan Fajriani
1 Balasan
ALO, Dokter!Jangan lewatkan Live Webinar dengan topik, "Peran Serat untuk Tumbuh Kembang Anak Alergi."Narasumber :dr. Endah Citraresmi, Sp.A (K)Pada hari dan...
dr. I Made Bayu Indratama, Sp.PD
Kemarin, 19:58
BRU 2022
Oleh: dr. I Made Bayu Indratama, Sp.PD
1 Balasan
Bali Reumatology Update 2022Link Registrasi: bit.ly/WebinarBRU2022

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.