Penatalaksanaan Divertikulitis
Penatalaksanaan divertikulitis tanpa komplikasi adalah dengan menggunakan obat antiinflamasi dan perubahan gaya hidup. Mayoritas divertikulitis dapat ditata laksana secara rawat jalan. Jika divertikulitis mengalami komplikasi perforasi, abses, atau perdarahan, tindakan operatif dapat dipertimbangkan.
Perubahan Gaya Hidup
Diet tinggi serat dilaporkan bermanfaat dalam tata laksana divertikulitis. Serat diduga dapat bermanfaat karena mampu meningkatkan massa feses dan membantu regularitas buang air. Serat juga dipercaya bermanfaat sebagai prebiotik yang akan meningkatkan jumlah mikrobiota baik di intestinal, terutama Bifidobacterium sp dan Lactobacillus sp.
Sebuah tinjauan sistematik menyatakan bahwa diet tinggi serat dapat mengurangi gejala divertikulitis dan mencegah timbulnya komplikasi. [59]
Medikamentosa
Beberapa medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien divertikulitis adalah obat antiinflamasi, probiotik, dan antibiotik.
Obat Antiinflamasi
Belum ada rekomendasi obat antiinflamasi terbaik untuk tata laksana divertikulitis. Beberapa studi menyarankan penggunaan mesalazine 800 mg dua kali sehari dengan atau tanpa probiotik. Studi melaporkan bahwa mesalazine mampu mengontrol gejala dan menurunkan rekurensi divertikulitis. [59,60]
Probiotik
Probiotik diduga dapat memodifikasi keseimbangan mikroba usus dan menimbulkan efek antiinflamasi dan antiinfeksi. Walaupun bukti ilmiah yang ada mendukung peran probiotik dalam tata laksana divertikulitis, kualitas bukti ilmiah yang ada masih belum cukup baik. [59,60]
Antibiotik
Dahulu, antibiotik selalu diberikan pada pasien divertikulitis. Namun, dengan adanya studi-studi terbaru, penggunaan antibiotik direkomendasikan untuk dilakukan secara selektif.
Bila pasien dengan divertikulitis memerlukan antibiotik, sediaan antibiotik oral cukup adekuat bagi pasien imunokompeten dengan divertikulitis tanpa komplikasi. Bukti yang ada telah membandingkan pilihan obat oral dan intravena dan menunjukkan bahwa antibiotik intravena tidak lebih superior dibandingkan antibiotik oral. Selain itu, durasi pemberian antibiotik selama 4 hari tampak sama baiknya dengan pemberian selama 7 hari.
Sementara itu, jenis antibiotik yang dianggap memiliki efikasi paling tinggi untuk kasus divertikulitis akut masih belum banyak dipelajari. Pada prinsipnya, antibiotik spektrum luas yang mampu mengatasi bakteri anaerob dan gram-negatif perlu dipertimbangkan. Jenis antibiotik yang sering diresepkan bagi pasien dengan divertikulitis antara lain kombinasi fluoroquinolone (ciprofloxacin atau levofloxacin) atau kotrimoksazol dengan metronidazole. Pilihan lain adalah moxifloxacin atau amoxicillin-clavulanate sebagai antibiotik tunggal.
Pada pasien divertikulitis yang menjalani rawat inap, antibiotik intravena yang dapat diberikan antara lain dari golongan fluoroquinolone dan metronidazole, ticarcillin-asam clavulanit, ertapenem, atau moxifloxacin. Bagi pasien dalam kondisi sakit berat atau imunokompromais, pilihan antibiotik yang dapat menjadi pilihan antara lain meropenem, imipenem-cilastatin, atau piperacillin-tazobactam. [28]
Pembedahan
Tindakan pembedahan dapat dipertimbangkan pada kasus divertikulitis dengan komplikasi (perforasi, abses, striktur, dan fistula) maupun divertikulitis rekuren. [28] Tindakan pembedahan akut mungkin diperlukan pada kasus divertikulitis yang disertai tampilan klinis berupa sepsis, adanya udara bebas pada CT abdomen, dan kasus divertikulitis yang tidak membaik dengan terapi farmakologi.
Sementara itu, operasi elektif bagi pasien dengan divertikulitis memerlukan pendekatan individual dengan mempertimbangkan berbagai hal seperti keparahan episode serangan divertikulitis sebelumnya, faktor risiko spesifik dalam diri pasien, gejala yang persisten, serta keinginan pribadi pasien. [5]
Operasi Darurat pada Kasus Divertikulitis
Kendati mayoritas pasien divertikulitis berespons baik dengan pemberian terapi farmakologi, hampir 25% pasien dengan divertikulitis akut memerlukan operasi darurat. Kolektomi sigmoid darurat terutama diindikasikan pada pasien dengan sepsis, tanda-tanda peritonitis difus, dan pasien yang tidak berespons dengan terapi non bedah. [5]
Divertikulitis dengan ukuran abses di bawah 4 cm biasanya berespons baik dengan pemberian antibiotik spektrum luas pada hampir 70% kasus. Tindakan pembedahan berupa drainase perkutan dicadangkan pada kasus divertikulitis kompleks dengan riwayat kegagalan terhadap terapi farmakologi atau dengan ukuran abses yang besar. [5,61]
Sementara itu, divertikulitis yang disertai dengan peritonitis fekal atau purulen memiliki mortalitas yang cukup tinggi (14%). Dengan demikian, strategi pembedahan berupa anastomosis primer dengan atau tanpa diversi fekal menjadi pilihan yang baik pada pasien yang stabil secara hemodinamik. Apabila kondisi hemodinamik pasien tidak stabil, prosedur Hartmann dapat dipertimbangkan untuk penatalaksanaan pasien. [61]
Operasi Elektif pada Kasus Divertikulitis
Keputusan untuk melakukan operasi kolektomi sigmoid elektif pada kasus divertikulitis perlu dilakukan secara individual. Pasien yang sembuh dari episode divertikulitis pertama memiliki risiko membutuhkan operasi emergensi dengan pemasangan stoma sebesar 1 dari 2000 pasien-tahun. Dengan kata lain, 18 pasien perlu menjalani operasi kolektomi elektif untuk mencegah 1 operasi darurat pada pasien dengan divertikulitis berulang. Data ini mengisyaratkan bahwa tindakan kolektomi elektif secara rutin bukan merupakan langkah yang efektif untuk mencegah rekurensi divertikulitis yang mungkin memerlukan tindakan pemasangan stoma di kemudian hari. [7]
Rekomendasi operasi elektif perlu mempertimbangkan kondisi medis umum pasien, efek serangan divertikulitis berulang terhadap gaya hidup pasien, ada atau tidaknya risiko misdiagnosis karsinoma kolorektal, derajat keparahan serangan, dan kronisitas gejala. [7] Indikasi yang tegas untuk mempertimbangkan reseksi sigmoid elektif antara lain adanya stenosis usus, fistula, perdarahan divertikel berulang, maupun adanya karakteristik pasien berisiko tinggi (contoh: pasien imunokompromais) yang sukses menjalani terapi konservatif untuk suatu episode divertikulitis. [6] Pasien dengan abses pelvik atau mesokolik berukuran minimal 5 cm dengan atau tanpa drainase abses perkutan juga dapat disarankan untuk menjalani kolektomi elektif guna mencegah peningkatan risiko rekurensi (40%). [7]