Prognosis Scarlet Fever
Prognosis scarlet fever dipengaruhi terutama oleh pemberian terapi antibiotik. Bila tidak mendapatkan tatalaksana, risiko komplikasi akan semakin meningkat dan menyebabkan prognosis semakin memburuk. Morbiditas dan mortalitas scarlet fever terutama disebabkan oleh komplikasi yang terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat disebabkan oleh scarlet fever antara lain abses peritonsilar, meningitis, bronkopneumonia, glomerulonefritis post-streptokokal, demam rematik akut, dan streptococcal toxic shock syndrome.
Komplikasi
Komplikasi scarlet fever dapat dibagi menjadi dua yaitu komplikasi supuratif dan non-supuratif.
Komplikasi Supuratif
Komplikasi supuratif scarlet fever disebabkan penyebaran lokal atau hematogen bakteri. Komplikasi ini antara lain abses retrofaringeal/ peritonsilar, limfadenitis servikal, otitis media, dan sinusitis. Komplikasi supuratif lain yaitu infeksi sistem saraf pusat, seperti meningitis dan abses otak.[3,4,10]
Komplikasi Non-supuratif
Komplikasi non-supuratif scarlet fever terjadi setelah infeksi awal mengalami resolusi dan komplikasi ini mengenai organ/bagian tubuh lain yang jauh dari lokasi awal infeksi GAS. Komplikasi ini terjadi pada 3-5% kasus scarlet fever yang tidak diobati. Beberapa komplikasi non-supuratif ini antara lain demam rematik akut dan glomerulonefritis post-streptokokal.[4,10]
Demam rematik akut:
Demam rematik akut merupakan respon autoimun yang terjadi kurang lebih 2 minggu setelah infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh S.pyogenes. Manifestasi klinis demam rematik akut yaitu poliartritis, karditis, korea, nodul subkutan, dan eritema marginatum. Faringitis streptokokal berulang dapat menyebabkan demam rematik akut berulang dan menyebabkan terakumulasinya kerusakan pada katup jantung (penyakit jantung rematik).[20]
Glomerulonefritis post-streptokokal:
Glomerulonefritis post-streptokokal ditandai dengan penurunan cepat fungsi ginjal yang terjadi setelah infeksi streptococcal (1-2 minggu setelah faringitis streptokokal, atau 6 minggu setelah infeksi kulit, seperti impetigo). Penurunan fungsi ginjal disebabkan oleh reaksi inflamasi akibat reaksi kompleks imun (antigen-antibodi) yang mengenai bagian glomerulus dan pembuluh darah ginjal. Manifestasi klinis sesuai dengan gejala sindrom nefritik, yaitu hematuria, hipertensi, edema, dan oliguria. Hal ini dapat menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit hingga gagal ginjal.[21]
Hepatitis:
Komplikasi hepatitis akibat scarlet fever jarang terjadi. Infeksi GAS bersifat hepatotoksik dan menyebabkan kerusakan seluler hepar melalui eksotoksin pirogenik yang diproduksi oleh bakteri. Manifestasi klinis pada komplikasi hepatitis ini antara lain ikterik, urin berwarna seperti teh, penurunan nafsu makan, hepatosplenomegali, peningkatan bilirubin dan enzim hepar. Komplikasi ini umumnya memerlukan waktu beberapa minggu hingga bulan untuk sembuh.[22]
Septik Arthritis:
Scarlet fever dapat menyebabkan septik arthritis. Septik arthritis ditandai dengan bengkak, nyeri, dan kelemahan sendi. Komplikasi ini termasuk kegawatdaruratan yang memerlukan penatalaksanaan segera dan agresif, karena dapat menyebabkan sekuele sistemik atau lokal (terjadi kerusakan kartilago dalam waktu beberapa hari).[23]
Post-streptococcal Reactive Arthritis (PSRA):
PSRA merupakan arthritis yang terjadi kurang lebih 7-10 hari setelah infeksi GAS. Kriteria diagnosis PSRA antara lain terjadi akut, simetris/asimetris, pada umumnya tidak berpindah-pindah (non-migratory), dapat mengenai sendi mana saja, bersifat persisten atau rekuren, dan memberikan respon yang buruk terhadap salisilat atau NSAIDs. Kriteria kedua adalah disertai bukti infeksi GAS yang mendahului, dan ketiga tidak memenuhi kriteria diagnosis demam rematik akut berdasarkan kriteria Jones.[19]
Myositis:
Miositis merupakan inflamasi bagian otot yang disebabkan penyebaran bakteri secara hematogen yang berasal dari faring atau tonsil. Gejala klinis yang muncul serupa dengan septik arthritis. Untuk membedakan keduanya dapat dilakukan pemeriksaan MRI. Membedakan antara arthritis sepsis dan miositis penting karena tatalaksana keduanya berbeda, yaitu pada septik arthritis diperlukan pencucian sendi, debridemen, dan antibiotik, sedangkan pada kasus myositis memerlukan terapi suportif dan antibiotik.[24]
Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS):
Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS) ditandai dengan gejala awal menyerupai influenza, yang dengan cepat berlanjut menjadi sepsis, yang ditandai dengan syok,hipotensi, takikardi, takipnea, kegagalan organ (gangguan fungsi ginjal, koagulopati, gangguan fungsi hepar, distres pernapasan akut, nekrosis jaringan lunak). Faktor risiko STSS lebih tinggi pada lansia (>65 tahun), menderita penyakit kronis, dan memiliki luka pada kulit (post-operasi, varisela). STSS memiliki tingkat mortalitas yang tinggi yaitu 30-70% meskipun dengan terapi agresif.[25]
Pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorder Associated with GAS (PANDAS):
Kondisi ini ditandai dengan mendadak timbulnya gejala atau memburuknya gejala gangguan obsesif kompulsif atau tic (sindrom Tourette), yang terjadi setelah infeksi GAS. Gejala tics yang muncul dapat berupa vokal atau motorik. Gejala lain PANDAS yaitu iritabilitas, gejala ADHD, gangguan tidur, gangguan kecemasan akan perpisahan, mengompol, frekuensi buang air kecil meningkat, nyeri sendi, perubahan motorik halus, sulit berkonsentrasi atau menurunnya kemampuan akademik, dan regresi perkembangan. Gejala berat dapat berlangsung selama beberapa minggu hingga bulan.[1,3,25]
Prognosis
Prognosis scarlet fever bergantung pada pemberian terapi, bila tidak mendapatkan penatalaksanaan risiko komplikasi akan meningkat, dan prognosis akan memburuk. Tidak hanya dengan penatalaksanaan antibiotik, status imun yang meningkat, dan membaiknya kondisi sosio ekonomi menyebabkan perjalanan klinis scarlet fever lebih ringan. Morbiditas dan mortalitas akibat scarlet fever terutama disebabkan karena komplikasi yang terjadi, seperti meningitis, bronkopneumonia, abses peritonsilar, glomerulonefritis, demam rematik akut, dan Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS).[3,14]
Pada pasien yang mendapatkan tatalaksana yang sesuai, proses penyembuhan selesai dalam waktu 3-6 hari, namun keluhan pada kulit memerlukan waktu 14-21 hari.[3]