Patofisiologi Pityriasis Rosea
Patofisiologi pityriasis rosea dikaitkan dengan proses infeksi, atopik, dan autoimunitas. Pityriasis rosea sering kali didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas. Bakteri seperti Streptococcus diduga berperan dalam terjadinya penyakit pityriasis rosea, karena ditemukan peningkatan titer antistreptolisin O (ASLO) pada 37,7% pasien pityriasis rosea dan adanya perbaikan klinis dengan pemberian eritromisin. Namun, hasil penelitian-penelitian lain masih banyak yang bertolak belakang. [1,3,5]
Hipotesis infeksi virus berperan dalam patofisiologi pityriasis rosea muncul setelah ditemukannya partikel seperti intranuklear dan intrasitoplasma virus pada sampel biopsi kulit. Hal ini diikuti pula dengan peningkatan jumlah limfosit CD4 dan sel Langerhans pada dermis yang diduga akibat respon terhadap antigen virus. Anti-imunoglobulin M keratinosit juga ditemukan pada pasien dengan pityriasis rosea. Human herpesvirus-6 dan 7 merupakan virus yang paling sering dikaitkan dengan pityriasis rosea. Pada usia anak 2-6 tahun, infeksi kedua jenis virus tersebut bermanifestasi sebagai exanthema subitum. Munculnya pityriasis rosea di kemudian hari, diduga akibat reaktivasi virus tersebut. [2,3,6]