Penatalaksanaan Granuloma Annulare
Penatalaksanaan granuloma annulare terutama diperlukan pada kasus yang luas, simptomatik, atau mengganggu secara kosmetik. Di luar itu, granuloma annulare biasanya membaik tanpa pengobatan, khususnya pada bentuk lokal. Pemberian terapi harus disesuaikan berdasarkan subtipe, derajat keparahan, preferensi pasien, dan respons terhadap terapi sebelumnya.[1–5]
Hingga kini, masih terdapat perbedaan pendapat para ahli mengenai metode terapi terbaik untuk granuloma annulare, akan tetapi steroid topikal atau melalui injeksi intralesi dipercaya dapat menjadi terapi lini pertama. Selain itu, terdapat berbagai metode terapi lain seperti krioterapi, fototerapi, dan terapi medikamentosa sistemik.[1–3,5]
Kortikosteroid Topikal
Berdasarkan berbagai pendapat ahli, kortikosteroid topikal diyakini sebagai terapi lini pertama untuk granuloma annulare, terutama tipe lokal. Meskipun begitu, hingga kini belum ada konsensus mengenai pendekatan optimal terkait dosis dan periode terapi.[1–4]
Steroid poten tinggi seperti klobetasol propionat 0,05% dioleskan 1–2 kali sehari selama beberapa minggu. Penggunaan dengan oklusi dapat meningkatkan efektivitas, terutama pada lesi yang menebal. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 4–6 minggu. Namun, penggunaan jangka panjang berisiko menyebabkan atrofi kulit, telangiektasia, dan hipopigmentasi, terutama pada area kulit tipis.[3,4]
Kortikosteroid Intralesi
Suntikan kortikosteroid intralesi, terutama dengan triamcinolone dengan dosis 2,5–5 mg/mL, telah dilaporkan efektif untuk mengobati lesi granuloma annulare tipe lokal atau yang menetap. Sama seperti kortikosteroid topikal, pemberian secara injeksi intralesi sering menghasilkan perbaikan setelah 4–6 minggu.[3,4]
Krioterapi
Krioterapi telah dilaporkan efektif untuk terapi granuloma annulare lokal. Sebuah studi prospektif terhadap 31 pasien menunjukkan bahwa satu siklus krioterapi menggunakan nitrogen cair atau nitrous oxide menghasilkan resolusi total lesi pada 80,6% kasus. Namun, metode ini umumnya dihindari karena berisiko menyebabkan bekas luka permanen.[1,3,4]
Fototerapi
Fototerapi merupakan pilihan terapi yang efektif untuk granuloma annulare yang generalisata atau resisten terhadap pengobatan. Dua modalitas utama adalah narrowband ultraviolet B (NB-UVB) dan psoralen plus ultraviolet A (PUVA).[3,4,15]
NB-UVB sering dipilih karena profil keamanannya yang baik dan efikasinya. PUVA menggabungkan agen fotosensitisasi (psoralen) dengan paparan sinar UVA. Meskipun dinilai lebih efektif, PUVA memiliki risiko lebih tinggi seperti reaksi fototoksik, penuaan dini, dan peningkatan risiko kanker kulit jika digunakan jangka panjang. PUVA umumnya digunakan untuk kasus berat atau refrakter. Efek samping fototerapi biasanya ringan, seperti eritema, kulit menggelap, dan gatal.[3,4,15,16]
Laser
Terapi laser dapat digunakan sebagai opsi untuk granuloma annulare yang refrakter, terutama bila terapi konvensional tidak berhasil. Metode terapi laser yang utama meliputi Pulsed Dye Laser (PDL), laser excimer, dam fractional photothermolysis (FP). Keuntungan utama terapi laser meliputi menghindari efek buruk penggunaan steroid, toksisitas sistemik minimal, dan risiko komplikasi rendah.[1,3,4,17]
Terapi Lain
Terdapat beberapa pilihan terapi yang telah dilaporkan memiliki efektivitas untuk terapi granuloma annulare berdasarkan berbagai studi skala kecil yang meliputi isotretinoin, vitamin E, calcitriol, dapsone, hydroxyurea, tacrolimus topikal, dan asam fumarat. Obat antimalaria, terutama chloroquine dan hydroxychloroquine, telah dilaporkan dalam berbagai studi kasus sebagai terapi yang cukup efektif untuk granuloma annulare tipe generalisata.[1,3-5]
Agen Biologi
Berbagai studi terbaru menunjukkan potensi agen biologis, khususnya inhibitor tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan Janus Kinase (JAK), dalam mengobati granuloma annulare yang resisten terhadap terapi konvensional. Inhibitor JAK, termasuk tofacitinib dan upadasitinib, dilaporkan sebagai terapi yang menjanjikan. Tofacitinib berhasil mencapai pembersihan total lesi pada mayoritas pasien dalam beberapa bulan. Upadasitinib menunjukkan efektivitas cepat dan toleransi yang baik pada kasus generalisata.[3,4]
Inhibitor TNF-α, seperti adalimumab dan infliksimab, telah menunjukkan efektivitas pada kasus generalisata yang tidak merespons pengobatan standar. Adalimumab yang diberikan secara subkutan menghasilkan perbaikan signifikan pada lesi, dengan beberapa pasien mencapai remisi total.
Bagaimanapun, mengingat inhibitor TNF-α juga dapat memicu eksaserbasi penyakit, pertimbangan manfaat dan risiko perlu dilakukan sebelum terapi diberikan. Demikian pula, infliksimab menunjukkan hasil positif dengan berbagai jadwal pemberian.[1,3-5]