Diagnosis Dyshidrotic Eczema
Diagnosis dyshidrotic eczema dilakukan secara klinis. Manifestasi klinis yang khas adalah vesikel atau bula, dengan atau tanpa gambaran hiperkeratotik dan deskuamasi pada palmoplantar. Lesi gatal dan nyeri, dengan onset akut berulang atau kronik. Beberapa pasien dapat mengalami serangan 6-12 kali per tahun.[5,8,32]
Diagnosis pasti didapat dengan melakukan biopsi kulit dan melihat gambaran histopatologi berupa parakeratosis, hiperplasia epidermal irregular, rete ridges yang tipis, dan vesikel spongiotik. Pemeriksaan penunjang lain seperti patch test, pemeriksaan mikrobiologi, dan mikologi dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding atau mengetahui faktor yang memperberat penyakit.[6,33]
Anamnesis
Anamnesis pada dyshidrotic eczema meliputi onset gejala, progresi dan remisi penyakit, serta riwayat pasien secara terperinci yang meliputi riwayat pekerjaan, paparan terhadap iritan atau alergen, riwayat penyakit, riwayat penyakit pada keluarga, dan riwayat atopi.[8,32]
Pasien dengan dyshidrotic eczema biasanya mengeluhkan adanya lenting-lenting (vesikel) yang disertai nyeri atau sensasi terbakar. Nyeri dirasakan semakin berat dengan semakin membesarnya vesikel.[11,14]
Anamnesis juga perlu mencakup faktor yang memperburuk gejala, misalnya kontak dengan bahan yang mengiritasi kulit, hiperhidrosis, kontak dengan alergen, dan stress.[12,34]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada dyshidrotic eczema dilakukan dengan inspeksi pada area yang mengalami lesi. Inspeksi dapat dibantu dengan menggunakan kaca pembesar. Gambaran khas dyshidrotic eczema adalah vesikel multipel yang deep-seated. Pada pompholyx, vesikel membentuk bula yang nyeri dengan eritema minimal atau tidak ada. Lesi dapat mengenai telapak tangan, bagian lateral jari, atau bagian dorsum telapak kaki, namun 80% kasus hanya mengenai telapak tangan.[5,11,17]
Pada kasus yang kronis, skuama, krusta, deskuamasi, fissura, dan likenifikasi dapat terlihat. Krusta dan deskuamasi terbentuk karena vesikel-vesikel yang sudah terbentuk sebelumnya mengalami ruptur. Karena dyshidrotic eczema merupakan penyakit kronis dan berulang, maka manifestasi klinis gambaran akut dan kronis dapat terlihat bersamaan.[2,11]
Perbaikan pada kulit biasanya terjadi setelah biasanya setelah 2-3 minggu, namun tidak semua pasien mengalami perbaikan sampai membentuk kulit yang normal sehingga pasien dapat datang dengan gambaran deskuamasi, vesikel, dan fisura.[5]
Infeksi sekunder akan membentuk pustul dan limfangitis. Adanya pustul, eksudat purulen, atau krusta berwarna kekuningan dapat mengarahkan kecurigaan terjadinya infeksi sekunder. Biasanya hal ini terjadi karena adanya garukan maupun erosi.[12,35]
The Dyshidrotic eczema Area and Severity Index (DASI)
The Dyshidrotic Eczema Area and Severity Index (DASI) merupakan sistem skoring yang digunakan untuk mengukur keparahan gejala klinis dyshidrotic eczema dan keberhasilan terapi berdasarkan jumlah vesikel per centimeter persegi (V), eritema (E), deskuamasi (S), rasa gatal (itch/I), dan perluasan area yang terkena (P). Semakin tinggi skor yang didapat, semakin parah dan semakin berat penyakitnya. Keberhasilan terapi dilihat dengan penurunan skor DASI [5,35–37]
Penilaian pada DASI dilakukan dengan memberikan skor pada setiap gejala klinis yang ada (vesikel, eritema, deskuamasi, rasa gatal). Penilaian dilakukan dengan menghitung score yang dinyatakan dengan poin (p), yaitu DASI = (pV+pE=pS+pI) x pA. Penilaian ini merupakan penilaian yang semi objektif dan masih digunakan sampai sekarang.[37–40]
Tabel 1. Penilaian The Dyshidrotic eczema Area and Severity Index (DASI)
Elemen Skoring | Grade 0 | Grade 1 | Grade 2 | Grade 3 |
1. Vesikel (V) (vesikel/cm2) | tidak ada vesikel sama sekali | >0 sampai dengan <2 | 2 sampai dengan 8 | >8 |
2. Eritema (E) | tidak ada eritema | ringan, samar-samar, berwarna merah muda | sedang, sangat jelas, dull red | berat, merah gelap atau merah menyala |
3. Deskuamasi (scaling/S) | tidak ada deskuamasi | ringan | sedang | berat |
4. Rasa Gatal (itch/I) | tidak ada rasa gatal | ringan (VAS 1-3) | sedang (VAS 4-7) | berat (VAS 8-10) |
5. Area yang terkena (A) | Perluasan area yang terkena dinilai dengan persentase yang dikonversi ke dalam bentuk score - 0 = 0% - 1 = 1-20% - 2 = 21-40% - 3 = 41-60% - 4 = 61-80% - 5 = 81-100% |
Skor DASI diklasifikasikan menjadi :
- Ringan = 0-15
- Sedang = 16-30
- Berat = 31-60[38,41]
Apabila lesi melibatkan telapak tangan dan kaki, maka skoring harus dilakukan secara terpisah. Disarankan untuk tidak mengambil nilai rerata karena menjadi kurang akurat untuk menentukan derajat keparahan penyakit.[41]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dyshidrotic eczema meliputi berbagai kelainan dermatologis yang melibatkan telapak tangan maupun kaki dengan manifestasi klinis yang menyerupai dyshidrotic eczema.
Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
Dermatitis kontak alergi (DKA) dan dyshidrotic eczema terkadang dapat memberikan gambaran klinis yang mirip, seperti sama-sama memiliki lesi pada bagian dorsum telapak tangan. Namun keduanya dapat dibedakan dengan patch test.[11,14]
Dyshidrotic eczema memiliki manifestasi klinis berupa lesi simetris, dengan vesikel yang deep-seated pada telapak tangan, telapak kaki, atau sisi lateral jari-jari. Vesikel yang terbentuk biasanya sangat gatal. Dermatitis kontak alergi biasanya menimbulkan lesi akut dengan papul atau vesikel yang juga disertai krusta, eritema, edema, dan pruritus. Gambaran klinis biasanya menjadi semakin jelas setelah paparan berulang alergen.[43]
Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Dermatitis kontak iritan (DKI) juga dapat memiliki gambaran klinis yang menyerupai dyshidrotic eczema, namun DKI biasanya disertai dengan riwayat kontak dengan iritan yang berulang, seperti riwayat mencuci dengan menggunakan sabun cuci yang.[11]
Lesi kulit pada DKI sering mengenai telapak tangan dan biasanya timbul karena adanya paparan yang lama dan berulang dengan substansi yang secara kimia bersifat abrasif, iritatif, atau bersifat merusak kulit, misalnya detergen. Lesi yang terbentuk biasanya memiliki batas yang tegas, kering, atau terlihat seperti lepuh. Pada DKI, sensitisasi awal tidak diperlukan.[43]
Palmoplantar Pustulosis (PPP)
Palmoplantar pustulosis (PPP) dan dyshidrotic eczema sama-sama merupakan penyakit yang kronis dan berulang pada telapak tangan dan kaki serta terkadang memiliki manifestasi klinis yang mirip. PPP ditandai dengan lesi pada telapak tangan dan kaki dengan plak eritema, kulit yang bersisik, dan pustul multipel berisi cairan putih kental yang awalnya merupakan vesikel, sedangkan dyshidrotic eczema ditandai dengan vesikel atau bula dengan atau tanpa eritema minimal pada telapak tangan dan kaki yang gatal dan nyeri.
Dyshidrotic eczema dan PPP sulit dibedakan, karena pada tahap awal, vesikel atau pustul pada PPP dan dyshidrotic eczema memiliki banyak kesamaan, namun keduanya memiliki gambaran histopatologis yang berbeda. PPP memiliki gambaran histopatologis berupa hilangnya lapisan granular, hiperplasia epidermal yang irregular, vesikel tanpa spongiosis, dan mikroabses pada ujung vesikel. Sedangkan dyshidrotic eczema membentuk vesikel dengan spongiosis, dengan neutrofil pada ujungnya, tanpa mikroabses pada ujung vesikel.[44,45]
Tinea Manus
Tinea manus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi dermatofita. Gambaran klinis tinea manus biasanya unilateral dengan tepi lesi yang aktif. Namun, lesi bisa atipikal pada tinea incognito dan akan mirip dengan dyshidrotic eczema.
Tinea manus dengan gambaran klinis yang tidak khas ini dapat dibedakan dengan dyshidrotic eczema dengan melakukan pemeriksaan kerokan kulit pada ujung lesi dan diperiksa secara mikroskopik dengan KOH.[46]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada dyshidrotic eczema diperlukan apabila manifestasi klinis yang muncul meragukan, atau untuk mengidentifikasi faktor pemicu.
Pemeriksaan penunjang pada dyshidrotic eczema meliputi patch test, pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan kultur apabila terdapat infeksi sekunder, dan kerokan kulit menggunakan KOH untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Patch Test
Patch test merupakan gold standar untuk mengidentifikasi adanya reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap alergen tertentu. Pemeriksaan dilakukan dengan merekatkan strip alergen pada area tertentu, misalnya punggung atas dan bagian lateral lengan atas[2,17] Alergen yang digunakan pada patch test meliputi berbagai alergen yang berpaparan dengan pasien, seperti alergen di tempat kerja, rumah, dan barang pribadi.[46]
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi pada dyshidrotic eczema fase akut menunjukkan adanya spongiosis intraepidermal dengan pembentukan vesikel dan infiltrat inflamatorik yang superfisial pada area perivaskular. Pada fase kronis, gambaran yang ditunjukkan adalah fokus multipel parakeratosis, akantosis, hiperplasia epidermal yang irregular dengan lapisan tanduk di atasnya yang lebih tebal.[6,11]
Pemeriksaan Kultur Bakteriologi
Adanya tanda-tanda infeksi sekunder pada pemeriksaan fisik dapat menjadi indikasi dilakukannya pemeriksaan kultur pada dyshidrotic eczema. Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang sering ditemukan pada infeksi sekunder kasus dyshidrotic eczema.[35]
Staphylococcus aureus dalam pewarnaan gram memberikan bentuk seperti buah anggur (gambaran bakteri coccus gram positif). Pada kultur bakteri dengan menggunakan medium garam manitol yang diinkubasi 37 C selama 24 jam, akan membentuk koloni dengan warna kuning emas.[47]
Pemeriksaan Kerokan Kulit dengan KOH
Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH dilakukan apabila manifestasi klinis sulit dibedakan dengan infeksi dermatofita. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil spesimen dari kerokan kulit pada pinggir lesi yang sudah dibersihkan dengan alkohol 70% kemudian sampel dicampur dengan setetes KOH 10% dan dilihat di bawah mikroskop[46,47]