Salah Kaprah Pemberian Antibiotik untuk Dyshidrotic Eczema

Oleh :
Audric Albertus

Salep antibiotik sering digunakan dalam praktik sebagai terapi profilaksis dyshidrotic eczema. Dyshidrotic eczema merupakan erupsi vesikular yang sangat gatal dengan predileksi pada telapak tangan, kaki, maupun keduanya. Penyakit ini juga sering disebut sebagai ekzema palmoplantar akut atau pompholyx.

Pemberian salep antibiotik pada dermatitis tangan telah dilaporkan dapat menurunkan risiko komplikasi infeksi dan inflamasi. Dengan dasar ini, banyak klinisi percaya bahwa pemberian salep antibiotik pada pasien dyshidrotic eczema dapat menurunkan kejadian atau tingkat keparahan penyakit. Akan tetapi, sampai sekarang belum terdapat studi yang dapat membuktikan efikasinya.[1,2]

Gambar 1. Dyshidrotic Eczema (Sumber : Dbnull, Wikimedia Common, 2006) Gambar 1. Dyshidrotic Eczema (Sumber : Dbnull, Wikimedia Common, 2006)

Efikasi Salep Antibiotik untuk Pencegahan Dyshidrotic Eczema

Efikasi salep antibiotik sebagai profilaksis dyshidrotic eczema sampai sekarang belum terbukti oleh studi manapun. Etiologi penyakit ini masih belum diketahui pasti. Namun, beberapa studi menunjukkan hubungan kuat antara dyshidrotic eczema dengan riwayat dermatitis atopik dan kontak alergi. Berdasarkan penemuan ini, dapat disimpulkan bahwa reaksi imun memiliki peran penting dalam terjadinya dyshidrotic eczema.

Peran infeksi dalam proses pembentukan dyshidrotic eczema sampai sekarang belum dibuktikan. Pada lesi vesikel tangan pasien dyshidrotic eczema tidak ditemukan adanya agen infeksi. Oleh karena itu, pemberian antibiotik sebagai profilaksis dyshidrotic eczema merupakan tindakan yang irasional. [1,3-5]

Peran Antibiotik pada Dyshidrotic eczema

Pemberian antibiotik sampai sekarang tidak ditemukan memiliki efikasi pada pencegahan dyshidrotic eczema. Namun, antibiotik dapat diberikan pada kasus yang disertai superinfeksi S. aureus (impetiginized dyshidrotic eczema).

Berdasarkan laporan kasus Tchernev G et al, pemberian clarithromycin 500 mg sekali sehari, silver sulfadiazine topikal selama 10 hari, dan antihistamin tablet dapat mengurangi gejala secara signifikan. Antibiotik lain yang dapat digunakan adalah eritromisin, amoxicillin-asam klavulanat, cefalexin, dan dicloxacillin. [1,6,7]

Perlu dicatat bahwa tidak seluruh pasien dyshidrotic eczema dengan infeksi sekunder memerlukan antibiotik. Studi Francis et al melaporkan bahwa pemberian antibiotik topikal maupun oral pada eczema terinfeksi ringan dan sedang tidak memiliki efikasi yang signifikan. Studi ini menyarankan bahwa penggunaan antibiotik pada eczema terinfeksi sebaiknya diberikan hanya pada pasien dengan infeksi berat. Dalam menentukan tingkat keparahan eczema, studi ini menggunakan kuesioner Patient-Oriented Eczema Measure (POEM). [8,9]

Profilaksis Dyshidrotic eczema

Sampai sekarang tidak terdapat terapi khusus untuk pencegahan primer dyshidrotic eczema. Namun beberapa manajemen gaya hidup dapat berguna mengurangi kejadian, iritasi kulit, dan memperbaiki pertahanan kulit sebagai pencegahan sekunder.

Pasien dengan dyshidrotic eczema sebaiknya mencuci tangan dengan sabun pembersih yang lembut, tanpa pewarna atau agen antibakterial. Setelah mencuci tangan, keringkan secara menyeluruh, terutama bagian antar jari tangan. Selain itu, pasien juga sebaiknya menjaga kelembapan kulit dengan menggunakan moisturizer secara berulang pada kaki dan tangan setiap hari.

Saat melakukan tindakan yang dapat membasahi tangan, ada baiknya pasien menggunakan sarung tangan dengan bahan katun atau nonlateks lain. Lepaskan cincin, jam tangan, dan gelang sebelum melakukan pekerjaan, baik kondisi kering maupun basah.

Saat melakukan tindakan yang memiliki risiko eksposur gesekan pada tangan dan kaki (misalnya berkebun dan naik sepeda), gunakan sarung tangan atau kaus kaki dengan ukuran yang pas.

Pasien juga sebaiknya menghindari kontak langsung dengan iritan (misalnya deterjen, pelarut, pewangi kimia, lotion atau pewarna rambut. [1,10]

Kesimpulan

Hingga sekarang, pemberian salep antibiotik untuk mencegah dyshidrotic eczema belum didukung bukti ilmiah. Oleh karena itu, praktik pemberian salep antibiotik sebagai profilaksis dyshidrotic eczema sebaiknya dihentikan. Antibiotik juga tidak memiliki efikasi dalam mengobati dyshidrotic eczema. Salep antibiotik diberikan hanya pada pasien dyshidrotic eczema yang disertai dengan superinfeksi S. aureus (impetiginized dyshidrotic eczema) dan dyshidrotic eczema yang disertai infeksi sekunder berat.

Tidak terdapat terapi medis khusus dalam mencegah dyshidrotic eczema, namun perubahan gaya hidup dalam menjaga tangan dan kaki dari iritan dapat mencegah rekurensi dan perburukan penyakit. Studi lebih lanjut mengenai etiologi, peran antibiotik, dan profilaksis dyshidrotic eczema masih diperlukan.

Referensi