Epidemiologi Perforasi Intestinal
Epidemiologi perforasi intestinal atau perforasi usus bervariasi, dipengaruhi oleh etiologi, usia pasien, juga letak geografis. Berdasarkan letak geografis, misalnya perforasi intestinal yang diakibatkan oleh apendisitis lebih banyak terjadi di negara berkembang.
Global
Tidak ada data prevalensi perforasi intestinal secara global. Disebutkan bahwa insidensi perforasi intestinal tergantung dari penyebabnya, yaitu:
- Pada bayi, terutama neonatus prematur, necrotizing enterocolitis merupakan penyebab paling banyak perforasi intestinal
- Pada anak dan remaja penyebab paling sering adalah apendisitis, insidensi apendisitis meningkat pada anak usia 10-17 tahun.
- Insidensi perforasi intestinal akibat trauma tumpul abdomen pada anak berkisar 1-7%, lebih sedikit dibandingkan akibat infeksi
- Pada dewasa, perforasi intestinal akibat ulkus duodenal 2-3 kali lebih sering dibanding perforasi gaster
- Pada pasien dengan divertikulitis, 10-15% dapat mengalami perforasi intestinal[1,2,19,20]
Indonesia
Di Indonesia, angka kejadian perforasi intestinal akibat infeksi, seperti apendisitis, mencapai 10-32% dari total kejadian infeksi intra abdomen. Insidensi lebih tinggi terjadi pada anak dan usia lanjut. Perforasi intestinal secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri pada kasus apendisitis.[5,6]
Selama tahun 2009, di Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo terdapat 31 kasus necrotizing enterocolitis (NEC), dari 737 persalinan preterm. Angka kematian mencapai 40% dari neonatus yang mengalami NEC dengan perforasi usus.[5,6]
Mortalitas
Tingkat mortalitas akibat perforasi mencapai 20-40%, paling banyak disebabkan oleh komplikasi syok sepsis dan kegagalan multi organ. Pada pasien usia lanjut, perforasi intestinal akibat apendisitis akut memiliki mortalitas 35% dan morbiditas 50%. Tingginya mortalitas ini juga diakibatkan adanya penyakit komorbid pada pasien.[1,2]