Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Patofisiologi Parut Hipertrofik general_alomedika 2022-01-10T08:56:37+07:00 2022-01-10T08:56:37+07:00
Parut Hipertrofik
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Patofisiologi Parut Hipertrofik

Oleh :
dr. Sandy S Sopandi
Share To Social Media:

Patofisiologi terbentuknya parut hipertrofik ditandai oleh respon inflamasi yang teramplifikasi, overekspresi sinyal faktor pertumbuhan, dan peningkatan aktivasi fibroblas. Faktor-faktor tersebut menimbulkan ketidakseimbangan antara pembentukan dan penumpukan kolagen yang berlebihan dengan proses penghancuran kolagen. Parut hipertrofik menunjukkan peningkatan produksi kolagen hingga 3 kali lipat. Jaringan parut matur yang normal mengandung kolagen tipe I lebih dominan. Sementara rasio kolagen tipe III:I lebih tinggi pada parut hipertrofik yaitu 6:1. [1-4]

Seperti parut lain, patogenesis parut hipertrofik dimulai dari luka. Luka awal yang mendasari parut patologis dapat disebabkan oleh trauma fisik, insisi bedah, luka bakar, vaksinasi, tindikan, infeksi, bahkan gigitan serangga. Dasar patofisiologi parut hipertrofik adalah adanya reaksi inflamasi yang berkepanjangan yang meningkatkan aktivitas fibroblas dan menyebabkan produksi matriks ekstraseluler yang berlebihan. Degranulasi platelet pada fase ini akan melepas dan mengaktivasi TGF-β (transforming growth factor), terutama TGF-β1 dan TGF-β2, PDGF (platelet-derived growth factor), IGF-1 (insulin-like growth factor), dan EGF (epidermal growth factor). Sitokin-sitokin ini berperan sebagai faktor pertumbuhan fibrogenik, agen kemotaktik sel epitel, endotel, neutrofil, makrofag, sel mast, dan fibroblas. Selain itu, fibroblas pada parut hipertrofik menunjukkan resistensi terhadap apoptosis. Kadar protein supresor tumor p53 pada fibroblas parut hipertrofik lebih tinggi secara signifikan dibandingkan fibroblas keloid maupun normal. [4,5]

Faktor lain yang memegang peranan penting dalam penyembuhan luka adalah kekuatan mekanik. Dalam proses penyembuhan normal, terdapat kondisi homeostasis tensegrity (tension/tegangan dan integritas). Kondisi homeostasis memungkinkan sel dan matriks ekstraseluler untuk berprogresi melalui fase-fase penyembuhan luka dengan normal. Bila kekuatan mekanik ekstrinsik yang besar atau abnormal (misalnya goresan, tekanan, dan peregangan kulit secara kuat/repetitif) dikenakan pada luka atau parut, terjadi disregulasi tensegrity yang dapat berujung pada parut berlebih. Tegangan kulit juga mempengaruhi derajat inflamasi. [6]

Pembentukan parut hipertrofik juga diasosiasikan dengan faktor-faktor pertumbuhan dan sitokin yang terlibat dalam inflamasi, yaitu :

  • TGF-β merupakan faktor patogenik kunci. Isoform TGF-β1 dan TGF-β2 mengaktivasi fibroblas dan menstimulasi sintesis kolagen, sementara TGF-β3 mengurangi penumpukan kolagen. Pada parut hipertrofik, ekspresi mRNA TGF-β1 dan TGF-β2 lebih rendah dan TGF-β3 lebih tinggi dibandingkan keloid
  • Ekspresi berlebih dari VEGF (vascular endothelial growth factor) berkaitan dengan pembentukan kapiler berlebih, produksi kolagen tipe I, dan peningkatan volume parut
  • Peningkatan kadar TIMP (tissue inhibitors of metalloproteinase) yang merupakan inhibitor MMP (matrix metalloproteinase) diasosiasikan dengan pembentukan parut hipertrofik
  • Respon Th1 yang diekskpresikan sel T CD4 menghasilkan interferon-γ dan IL-12 (interleukin) yang berkaitan dengan penurunan fibrogenesis, sementara respon Th2 dikaitkan dengan fibrogenesis. IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-13 bersifat pro-fibrosis, sementara IL-10 anti-fibrosis [2-5]

Komponen matriks ekstraseluler juga memegang peranan dalam penyembuhan luka dan pembentukan parut hipertrofik. Faktor-faktor ini meliputi :

  • Produksi fibronektin berlebih. Fibronektin merupakan glikoprotein hasil produksi fibroblas. Disregulasi penyembuhan luka meningkatkan TGF-β1 dan berujung pada peningkatan sintesis fibronektin dan matriks ekstraseluler. Fibronektin pada parut hipertrofik tersebar secara difus di dermis dalam susunan linear atau keriting
  • Peningkatan ekspresi integrin α1β1 pada fibroblas parut hipertrofik. Integrin membantu pengikatan kolagen ligan ke MMP (matrix metalloproteinase), sehingga membantu reepitelialisasi luka dan membentuk parut
  • Penurunan decorin, yaitu protein komponen jaringan ikat dermal yang mengikat kolagen tipe I dan mempengaruhi kerja TGF-β. Decorin bekerja dengan mengikat dan menetralisasi TGF-β sehingga mengurangi stimulasi terhadap sintesis kolagen, fibronektin, dan glikosaminoglikan. Decorin juga menghambat angiogenesis
  • Peningkatan periostin, yaitu protein matriks ekstraseluler yang diinduksi TGF-β. Periostin berperan dalam patogenesis parut dengan menginduksi angiogenesis, proliferasi dan diferensiasi fibroblas, serta persistensi myofibroblas
  • Disregulasi MMP, yaitu endopeptidase yang berfungsi mengimbangi produksi matriks ekstraseluler oleh fibroblas dengan mendegradasi protein matriks ekstraseluler dan mencegah sintesis matriks berlebih. MMP juga mendegradasi kolagen tipe I, II, dan III
  • Distribusi fibrillin 1 dan elastin menurun signifikan pada parut hipertrofik. Penurunan ekspresi fibrillin 1 parut hipertrofik dan keloid ditemukan baik pada dermis superfisial maupun dalam. Penurunan serupa ditemukan pada kadar elastin di dermis superfisial dan dalam pada parut hipertrofik
  • Connexin adalah protein yang memegang peranan dalam komunikasi interseluler. Ekspresi connexin-43 dan komunikasi gap junction interseluler lebih rendah pada parut patologis termasuk parut hipertrofik. Diperkirakan hal ini menyebabkan fibroblas tidak menerima sinyal inhibisi dan apoptosis dari sel di sekitarnya
  • Decorin mengatur penyusunan matriks ekstraseluler. Kadar decorin menurun hingga 75% pada parut hipertrofik
  • Hyaluronan berfungsi meregulasi penutupan luka dan pembentukan parut. Kadar hyaluronan menurun secara abnormal pada parut patologis. Distribusi hyaluronan pada parut hipertrofik terutama pada dermis papiler, dan menunjukkan kemampuan untuk pulih ke kadar normal seiring dengan waktu
  • Dermatopontin berperan dalam modifikasi fibrillogenesis kolagen dan meningkatkan adhesi sel melalui pengikatan integrin. Parut hipertrofik menunjukkan penurunan ekspresi dermatopontin 2-3 kali lipat [2,4,5]

Faktor-faktor lain juga diasosiasikan dengan patofisiologi parut hipertrofik, yaitu :

  • Jumlah sel mast meningkat secara signifikan. Aktivasi sel mast menyebabkan dilepaskannya mediator fibrogenik seperti histamin (memediasi sintesis serabut kolagen), tryptase (merangsang sintesis kolagen tipe I), dan chymase (protease yang memotong prokolagen, membantu sintesis fibril, dan mendukung pembentukan parut)
  • Prostaglandin adalah metabolit asam arakidonat yang dihasilkan oleh kerja COX-1 (cyclooxygenase 1) dan COX-2. Ekspresi COX-1 diinduksi oleh TGF-β, sementara COX-2 oleh TNF α (tumor necrosis factor) α. Parut hipertrofik menunjukkan peningkatan regulasi protein COX-1.
  • HSP (heat shock protein) berperan dalam sintesis matriks ekstraseluler. Sebagai contoh, HSP47 berfungsi menstabilisasi prokolagen saat sintesis protein. Disregulasi ekspresi HSP menyebabkan abnormalitas penyembuhan luka
  • Peningkatan ekspresi peptida terkait gen kalsitonin dan penghambat aktivator plasminogen berkontribusi dalam pembentukan parut hipertrofik. Seperti halnya keloid, kadar PAI-1 (plasminogen activator inhibitor) meningkat pada fibroblas parut hipertrofik
  • Peningkatan ROS (reactive oxygen species) pada parut hipertrofik lebih tinggi daripada keloid
  • Nrf2 (nuclear factor erythroid 2) meregulasi gen yang terlibat dalam respon protektif terhadap stres oksidatif. Peran Nrf2 pada patofisiologi parut hipertrofik masih diteliti
  • Nitric oxide (NO) adalah mediator yang berperan dalam memediasi proliferasi keratinosit dan sintesis kolagen pada fibroblas. Fibroblas dari parut hipertrofik menunjukkan kadar NO yang lebih rendah [4]

Referensi

1. Lv K, Xia Z. Chinese expert consensus on clinical prevention and treatment of scar. Burns & Trauma. 2018;6:27-36.
2. Berman B, Maderal A, Raphael B. Keloids and hypertrophic scars: pathophysiology, classification, and treatment. Dermatol Surg. 2017;43:S3–18.
3. Bao Y, et al. Comparative efficacy and safety of common therapies in keloids and hypertrophic scars: a systematic review and meta-analysis. Aesth Plast Surg. 2019:1-12.
4. Ghazawi FM, Zargham R, et al. Insights into the pathophysiology of hypertrophic scars and keloids: how do they differ? Advances in Skin & Wound Care. 2018;31(1):582-95.
5. Lee HJ, Jang YJ. Recent understandings of biology, prophylaxis and treatment strategies for hypertrophic scars and keloids. Int J Mol Sci. 2018;19:711-30.
6. Tsai CH, Ogawa R. Keloid research: current status and future directions. Scars Burns & Healing. 2019;5:1-8.

Pendahuluan Parut Hipertrofik
Etiologi Parut Hipertrofik

Artikel Terkait

  • Pemilihan Benang Absorbable vs Non-Absorbable untuk Mendapatkan Bekas Luka yang Baik
    Pemilihan Benang Absorbable vs Non-Absorbable untuk Mendapatkan Bekas Luka yang Baik
  • Verapamil untuk Tata Laksana Keloid
    Verapamil untuk Tata Laksana Keloid
  • e-Course Advanced Suturing Course
    e-Course Advanced Suturing Course
Diskusi Terkait
Anonymous
02 April 2022
Pasien dengan riwayat keloid apakah dapat dilakukan PRP (platelet-rich plasma)
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter. Izin bertanya ni dok, sebenarnya pada client dengan riwayat keloid apakah boleh dikerjakan treatment PRP? Karna setau saya kalau ada riwayat...
Anonymous
15 Februari 2022
Keloid pasca vaksin apakah akan berulang - Bedah Plastik Ask The Expert
Oleh: Anonymous
2 Balasan
ALO dr. Putu, Sp.BP-RE,Selamat pagi dr. Putu, keloid pasca vaksin apakah akan berulang? Dahulu pasien di vaksin BCG dan timbul keloid, sejak itu orang tua...
dr. Hudiyati Agustini
15 Februari 2022
Rekonstruksi keloid pasca SC kapan dapat dilakukan - Bedah Plastik Ask The Expert
Oleh: dr. Hudiyati Agustini
3 Balasan
ALO dr. Putu SpBP-REIjin bertanya, pasien dengan keloid pasca SC. Apakah bisa direkonstruksi agar mengurangi keluhan gatal dan kadang nyeri terutama jika...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.