Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Patofisiologi Lupus Eritematosus Sistemik general_alomedika 2022-01-19T10:10:16+07:00 2022-01-19T10:10:16+07:00
Lupus Eritematosus Sistemik
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Patofisiologi Lupus Eritematosus Sistemik

Oleh :
dr.Della Puspita Sari
Share To Social Media:

Patofisiologi lupus eritematosus sistemik atau systemic lupus eritematosus (SLE) didasari oleh autoantibodi dan kompleks imun yang berikatan ke jaringan dan menyebabkan inflamasi multisistem. Penyebab spesifik SLE hingga saat ini belum diketahui, namun berbagai faktor seperti faktor genetik, sistem imun, hormonal serta lingkungan berhubungan dengan perkembangan penyakit ini.

Sistem imun bawaan maupun didapat memberikan respon imun yang tidak seharusnya kepada partikel sel tubuh. Salah satunya adalah pembentukan autoantibodi terhadap asam nukleat yang disebut antinuclear antibodies (ANA). Pada umumnya ANA dapat ditemukan pada populasi umum, namun tidak seluruh orang yang memiliki ANA mengalami SLE, oleh karena itu terdapat mekanisme lain yang menyebabkan progresi kondisi autoimun ini menjadi penyakit. Selain ANA, terdapat dua autoantibodi yang spesifik ditemukan pada pasien SLE dibandingkan dengan penyakit autoimun lainnya yaitu antibodi anti-Smith (Sm) dan antibodi anti-double-stranded DNA (dsDNA).[1,4,5]

Patofisiologi SLE disebabkan oleh respon imun yang abnormal berupa:

  • aktivasi sistem imun bawaan (sel dendritik, monosit/makrofag) oleh DNA dari kompleks imun, DNA atau RNA virus dan RNA dari protein self-antigen

  • ambang batas aktivasi sel imun adaptif (limfosit T dan limfosit B) yang lebih rendah dan jaras aktivasi yang abnormal
  • regulasi sel T CD4+ dan CD8+, sel B dan sel supresor yang tidak efektif,
  • penurunan pembersihan kompleks imun dan sel yang mengalami apoptosis[8]

Autoantibodi mengenali self-antigen yang ada di permukaan sel yang apoptosis dan membentuk kompleks imun. Oleh karena proses pembersihan debris sel terganggu maka autoantigen, autoantibodi dan kompleks imun tersedia dalam waktu yang lama, memicu terjadinya proses inflamasi dan menyebabkan timbulnya gejala.

Aktivasi sel imun juga disertai dengan peningkatan sekresi interferon tipe 1 dan 2 (IFN), tumor necrosis factors α (TNF- α), interleukin (IL) 17, stimulator maturasi sel B, dan IL-10 yang seluruhnya mendukung reaksi inflamasi. Pada kondisi SLE juga terjadi penurunan produksi berbagai sitokin seperti sel natural killer yang gagal memproduksi IL-2 dan transforming growth factor beta (TGF-β) yang berfungsi untuk meregulasi sel T CD4+ dan CD8+, akibatnya produksi autoantibodi dan kompleks imun tidak terkendali dan tetap berlanjut.[4,5,8]

Autoantibodi dan kompleks ini kemudian berikatan dengan jaringan target, menyebabkan aktivasi sistem komplemen dan menyebabkan pelepasan sitokin, kemokin dan peptida vasoaktif, oksidan dan enzim proteolitik. Kondisi tersebut menyebabkan aktivasi sel endothelial, makrofag jaringan, sel mesangial, podosit yang ada di jaringan serta mengakibatkan sel B, sel T, sel dendritik dan makrofag mendatangi jaringan target tersebut dan menyebabkan terjadinya proses inflamasi. Inflamasi kronis ini menyebabkan kerusakan jaringan yang irevesibel di glomerulus ginjal, arteri, paru dan jaringan lainnya.[4,5,7-9]

Aktivasi Sistem Imun Bawaan

Debris sel menjadi pemicu langsung aktivasi sistem imun bawaan. Asam nukleat yang berikatan kompleks imun menjadi stimulus yang potensial untuk aktivasi sel endosom. Dalam endosom, asam nukleat mengaktivasi TLR (khususnya TLR7 dan TLR9). Selanjutnya kondisi ini memicu produksi IFN tipe I. Aktivasi TLR7 juga memicu produksi antibodi anti-Sm. IFN tipe I memiliki peran penting dalan disfungsi imun pada SLE. Kondisi ini dibuktikan dengan ditemukannya ekspresi berbagai tipe IFN tipe I di sel darah perifer dan jaringan yang terkena pada pasien dengan SLE.[4-6]

Aktivasi Sistem Imun Didapat

Pasien dengan SLE mengalami gangguan fungsi sel T, berupa defisiensi pembentukan sinyal sel T, produksi sitokin, proliferasi serta pengaturan fungsi sel. Salah satu penyebab gangguan aktivasi sel T adalah akibat perubahan reseptor sel T. Perubahan ini mengakibatkan augmentasi sinyal kalsium intraselular dan hiperpolarisasi mitokondria sehingga membuat sel T lebih peka pada nekrosis. Sel T dari pasien SLE juga mengekspresikan ligan CD40 aktif yang lebih lama dari pada sel T pada kontrol sehat, akibatnya ligan ini menstimulasi aktivasi dan diferensiasi sel B lebih lama. Populasi sel T helper folikular yang meningkat menyebabkan peningkatan sel B yang memproduksi autoantibodi, sedangkan sel T regulator mengalami penurunan dan sel T helper-17 mengalami peningkatan, akibatnya produksi IL-17 meningkat, dan produksi IL-2 menurun. Padahal IL-2 penting dalam proses regulasi sel T. Selain gangguan pada regulasi sel T, juga terjadi gangguan regulasi sel B. Kondisi ini menyebabkan produksi autoantibodi, dan sitokin inflamasi serta perlambatan presentasi antigen ke sel T.[4-6]

Referensi

4. A. Kaul, C. Gordon, M.K. Crow, Z. Touma, M.B. Urowitz, R. van Vollenhoven, et al, Nature Reviews Disease Primers, 2016, 2, 1-21. http://www.nature.com/articles/nrdp201639
5. C.M. Bartels, H.S. Diamond, et al. Systemic Lupus Erythematosis (SLE), 2017. https://emedicine.medscape.com/article/332244-overview
6. G.C. Tsokos, N Engl J Med, 2011, 365, 2110-2121. http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra1100359
8. D.L. Kasper, S.L. Hauser, J.L. Jameson, A. S. Fauci, D.L. Longo, J. Loscalzo, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Mc Graw Hill, New York, 2012.

Pendahuluan Lupus Eritematosus S...
Etiologi Lupus Eritematosus Sist...
Diskusi Terkait
Anonymous
24 Mei 2022
Rekomendasi Olahraga untuk Pasien SLE - Penyakit Dalam Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo Dok, ijin bertanya, rekomendasi olahraga yang dapat kita berikan pada pasien dengan SLE apa ya Dok? Adakah jenis olahraga yang tidak diperbolehkan?...
Anonymous
24 Mei 2022
Perlukah pemberian terapi topikal untuk ulkus oral SLE - Penyakit Dalam Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Izin ingin bertanya pada dr. Resti, SP.PD, pada pasien SLE yang mengalam ulkus oral apakah diperlukan pemberian terapi topikal atau cukup peroral saja dok?
Anonymous
24 Mei 2022
Indikasi Pemberian Obat golongan DMARD pada SLE - Penyakit Dalam Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
 ALO dr. Restie, Sp. PD, izin bertanya dok. Pada pasien SLE dengan kondisi klinis stabil, hanya ditemukan gejala kulit dan artritis ringan, apakah tetap...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.