Pemberian Formula Padat Nutrisi Sebagai Solusi untuk Mengatasi Kekurangan Kalori pada Anak Susah Makan

Oleh :
dr.Saphira Evani

Pemberian formula padat nutrisi dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah kekurangan kalori pada anak susah makan. Susah makan merupakan masalah yang umum dijumpai pada anak-anak terutama di usia prasekolah. Nutrisi merupakan hal yang penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Pemberian nutrisi yang seimbang dengan jumlah kalori yang optimal sering kali sulit dicapai pada anak yang susah makan. Apabila kondisi susah makan tersebut dibiarkan, anak dapat mengalami kekurangan kalori dan nutrisi sehingga menimbulkan gangguan pertumbuhan.[1]

Berbagai suplementasi nutrisi oral (SNO) dengan formula padat nutrisi dapat menjadi pilihan untuk menambah asupan kalori yang tidak dapat tercukupi dari makanan karena susah makan. Formula dengan kalori tinggi 1,5 kcal/mL dan padat nutrisi diharapkan dapat meningkatkan asupan kalori yang adekuat pada anak susah makan. Artikel ini akan membahas mengenai pengertian anak susah makan, keadaan seperti apa yang membutuhkan penanganan, serta pemberian formula padat nutrisi sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kekurangan kalori pada anak susah makan.[2]

shutterstock_520132780-min

Anak Susah Makan Menyebabkan Kurang Asupan Kalori

Anak susah makan termasuk dalam kategori diagnosis gangguan makan. Keadaan gangguan makan ini dapat menyebabkan berat badan anak tidak bisa naik, bahkan terjadi penurunan berat badan, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan yang signifikan dalam waktu minimal 1 bulan. Keadaan ini tidak disebabkan oleh tidak tersedianya makanan, pengasuh anak yang tidak kompeten, kebiasaan diet tertentu (misalnya vegan), penyakit organik, atau gangguan mental/perilaku lain.[1,3-5]

Kriteria Anak Susah Makan

International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems-10 (ICD-10) memberikan definisi feeding disorder of infancy or early childhood sebagai gangguan makan termasuk keadaan anak menolak makan, memuntahkan kembali makanannya/ruminasi, atau regurgitasi makanannya. Onset terjadi pada anak usia <6 tahun.[1,3,4]

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-V (DSM-V) melakukan revisi terhadap istilah feeding disorder of infancy or early childhood menjadi avoidant/restrictive food intake disorder (ARFID). ARFID didefinisikan sebagai gangguan makan (eating) atau pemberian makan (feeding) yang menyebabkan kalori dan nutrisi yang dibutuhkan tidak tercukupi disertai minimal 1 dari gejala-gejala berikut:

  • Penurunan berat badan atau berat badan tidak naik sesuai kurva normal
  • Defisiensi nutrisi
  • Ketergantungan terhadap pemberian makan enteral atau suplemen nutrisi
  • Gangguan psikososial anak yang signifikan[5]

Kriteria Wolfson untuk mendiagnosis anak susah makan yang banyak digunakan di praktik klinis, terdiri atas beberapa kriteria yakni:

  • Anak menolak makanan secara persisten selama >1 bulan
  • Tidak ada penyakit organik yang berhubungan
  • Onset gejala <2 tahun atau usia anak saat pemeriksaan <6 tahun
  • Disertai 1 atau lebih gejala pemberian makan patologis (pathological feeding), atau terdapat gejala tersedak/mau muntah yang disengaja (anticipatory gagging)[6]

Perilaku pathological feeding antara lain pemberian makan saat anak sedang berbaring (nocturnal feeding), memaksa anak secara terus menerus untuk makan padahal anak menolaknya (persecutory feeding), membuka mulut anak secara paksa untuk memasukkan makanan (forced feeding), memberikan makan dengan porsi yang sama setiap waktunya tidak peduli anak lapar atau tidak (mechanistic feeding), dan anak tidak mau makan apabila tidak sembari menonton televisi, bermain mainan atau gawai (conditional distraction).[6]

Berdasarkan algoritma pendekatan diagnosis dan tata laksana masalah makan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), gangguan makan anak dapat diklasifikasikan menjadi feeding practice yang tidak benar, small eaters, dan salah persepsi orang tua.  Bentuk susah makan yang paling sering ditemukan pada anak-anak adalah anak pilih-pilih makan (gangguan makan perseveratif), anak makan hanya sedikit dan lama, anak tidak mau makan di saat jam makan, serta anak yang tidak mau makan per oral sama sekali setelah terapi parenteral berkepanjangan.[1,7]

Kebutuhan Nutrisi Anak

Kebutuhan nutrisi anak berbeda-beda di setiap kelompok usia. Angka Kecukupan Gizi (AKG) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019 adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Anak Indonesia (per orang per hari)

Kelompok Umur Bayi/Anak 0-5 bulan 6-11 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun
Median berat badan (kg) 6 9 13 19 27
Median tinggi badan (cm) 60 72 92 113 130
Energi (kkal) 550 800 1350 1400 1650
Protein (g) 9 15 20 25 40
Lemak total (g) 31 35 45 50 55
Karbohidrat (g) 59 105 215 220 250
Vitamin A (mcg) 375 400 400 450 500
Vitamin D (mcg) 10 10 15 15 15
Vitamin E (mg) 4 5 6 7 8
Vitamin B6 (mg) 0,1 0,3 0,5 0,6 1,0
Folat (mcg) 80 80 160 200 300
Vitamin B12 (mcg) 0,4 1,5 1,5 1,5 2,0
Vitamin C (mg) 40 50 40 45 45
Kalsium (mg) 200 270 650 1000 1000
Besi (mg) 0,3 11 7 10 10

Sumber: dr. Saphira Evani, 2020[8]

Susah makan dapat menyebabkan gangguan asupan nutrisi sehingga AKG anak tidak tercukupi. Asupan kalori, makronutrien, dan mikronutrien spesifik akan lebih kurang dibandingkan anjuran AKG di atas. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kalori dan nutrisi secara adekuat dapat menimbulkan keadaan malnutrisi yang berkaitan dengan gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan neurokognitif, anak menjadi rentan terkena infeksi, dan pada malnutrisi berat dapat menyebabkan kematian.[1,6-9]

Memahami Anak Susah Makan yang Membutuhkan Penanganan

Begitu banyaknya definisi susah makan, membuat sulit untuk memahami kondisi makan seperti apa yang membutuhkan penanganan. Berdasarkan studi oleh Kerzner et al, hampir 25% orang tua mengeluhkan anak mereka susah makan, namun sebagian besar kondisi tersebut ringan dan disebabkan karena salah persepsi orang tua. Susah makan yang dialami lebih dari 1 bulan disertai penurunan berat badan drastis, atau berat badan anak tidak naik sesuai kurva kenaikan berat badan normal adalah suatu tanda anak susah makan yang membutuhkan penanganan. Penanganan anak susah makan bersifat multidisiplin, didahului dengan mencari faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi susah makan tersebut.[10,11]

Anamnesis Anak Susah Makan

Kebanyakan anak susah makan timbul karena praktik pemberian makan yang salah oleh orang tua atau pengasuh. Dokter perlu menanyakan kapan, di mana, dan oleh siapa biasanya anak diberi makan. Diagnosis susah makan pada anak membutuhkan anamnesis lengkap mengenai riwayat keluhan. Anak dicurigai susah makan bila memiliki satu atau lebih dari tanda berikut:

  • Anak menolak makan sudah >1 bulan
  • Anak menolak pemberian makanan baru dengan tekstur makanan lebih padat, atau berbeda rasa dan warna
  • Anak butuh waktu yang lama untuk menghabiskan makanannya, atau ada tantrum selama jam makan
  • Tidak mampu makan sendiri sebagaimana anak seusianya, bahkan lebih suka menyusu baik ASI maupun susu botol
  • Anak mau makan bila disuapi sambil berbaring, atau hanya bila sambil bermain atau menonton televisi[6]

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Anak Susah Makan

Setelah anamnesis, dokter perlu melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk mengeksklusi adanya penyakit organik yang menyebabkan anak susah makan. Ada beberapa tanda bahaya pada anak susah makan yang perlu dicurigai karena penyakit organik, yakni gangguan gigi dan rongga mulut, kesulitan menelan (disfagia, anak mudah tersedak dan terjadi aspirasi), gangguan gastrointestinal (muntah, diare), gangguan respirasi dan kardiovaskular kronis, dermatitis atopik, riwayat kelahiran prematur, gangguan perkembangan, atau kelainan kongenital.[6,7]

Pemeriksaan antropometri mencakup berat badan dan tinggi badan untuk menentukan status nutrisi anak. Kurangnya asupan kalori dan nutrisi akibat susah makan dapat menimbulkan keadaan undernutrition yang dapat ditandai dengan:

  • Hasil pengukuran z score berat badan menurut tinggi badan (weight for height/WFH) <-2 SD (gizi kurang, gizi buruk/malnutrisi)
  • Hasil pengukuran z score tinggi badan menurut usia (height for age/HFA) <-2 SD(stunting)
  • Hasil pengukuran z score berat badan menurut usia (weight for age/WFA) <-2 SD (underweight)[9,12-14]

Pemeriksaan penunjang  tidak dilakukan rutin, hanya bila pada pemeriksaan fisik anak dicurigai adanya penyakit organik. Misalnya pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan penanda inflamasi bila dicurigai adanya infeksi, urinalisis pada pasien infeksi saluran kencing, atau rontgen toraks dan mantoux pada kecurigaan kasus TB.[6,9]

Solusi Mengatasi Kekurangan Kalori pada Anak Susah Makan

Salah satu solusi untuk mengatasi kekurangan kalori pada anak susah makan yang disertai gangguan pertumbuhan adalah pemberian asupan tinggi kalori dan padat nutrisi dalam bentuk formula dengan bahan dasar susu. Konseling diet dalam penanganan anak susah makan dengan malnutrisi umumnya mengutamakan pemberian makanan tinggi kalori dilengkapi makronutrien dan mikronutrien yang sesuai kebutuhan anak dalam bentuk makanan rumah, tapi kendala yang sering ditemukan di lapangan adalah penyediaan varian makanan yang tidak sesuai.[9,15]

Suplementasi nutrisi oral (SNO) adalah formulasi khusus yang mengandung tinggi kalori, serta komposisi makronutrien dan mikronutrien yang disesuaikan. SNO tersedia dalam berbagai rasa yang diminati anak. Tujuan pemberian SNO adalah untuk memperbaiki asupan kalori dan nutrisi yang tidak mampu dicukupi dari makanan sehari-hari, walaupun sudah dilakukan konseling diet yang adekuat tentang cara pemberian makanan tinggi kalori dan protein untuk orang tua.[2,15]

Sebuah studi acak, membagi 92 anak usia 3-5 tahun dengan perilaku susah makan disertai bukti gangguan pertumbuhan ringan, tanpa penyakit komorbid. Setelah 90 hari didapatkan hasil bahwa pada anak yang mendapatkan konseling gizi disertai SNO akan mengalami peningkatan berat dan tinggi badan lebih besar secara signifikan daripada kelompok anak yang hanya mendapatkan konseling gizi. Tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok dalam perubahan nafsu makan anak, perilaku aktivitas, dan gejala gastrointestinal.[16]

Studi acak terkontrol di Indonesia membandingkan penggunaan SNO kalori tinggi 1,5 kcal/mL dengan SNO kalori standard 1,0 kcal/mL. Kedua formula SNO tersebut diberikan pada anak-anak malnutrisi usia 3-6 tahun dengan z score WFH antara -3 dan -1. Kedua jenis SNO tersebut berbahan dasar susu, mengandung nutrisi lengkap, dengan berbagai macam serat, dan berbentuk cair sehingga mudah diberikan untuk anak-anak. Pengamatan dilakukan sejak hari pertama hingga hari ke 28 pemberian SNO. Hasil yang dinilai adalah jumlah asupan SNO, perubahan berat badan, toleransi, dan apresiasi anak terhadap produk SNO tersebut.[2]

Studi tersebut menyimpulkan bahwa pada anak-anak dengan malnutrisi ringan hingga sedang, pemberian SNO 1,5 kcal/mL dan 1 kcal/mL sama-sama efektif meningkatkan berat badan dalam masa studi 28 hari. Hal ini karena secara desain kedua kelompok menerima suplementasi kalori yang sama, jadi mereka mendapatkan kenaikan berat badan yang sama jika mereka bisa meminum volume yang ditentukan. Selain itu, kedua jenis SNO tersebut juga dapat ditoleransi oleh anak dengan baik dan tidak menimbulkan gangguan gastrointestinal.[2]

Kesimpulan

Anak susah makan dapat mengalami gangguan pemenuhan kalori dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh, sehingga berdampak menjadi gangguan pertumbuhan anak. Penanganan anak susah makan memerlukan kolaborasi beberapa multidisiplin. Salah satu penanganan yang perlu dipertimbangkan adalah pemberian suplementasi nutrisi oral (SNO) tinggi kalori dan padat nutrisi. Beberapa studi menunjukkan efektivitas SNO untuk tumbuh kejar. Selain itu, SNO memiliki sediaan yang praktis untuk dikonsumsi, compliance yang baik, tidak mengganggu konsumsi makanan padat, dan tidak menyebabkan gangguan gastrointestinal. SNO 1,5 kcal/mL akan memberikan asupan kalori sesuai kebutuhan anak dengan jumlah volume yang lebih kecil.

Referensi