Pengawasan Klinis Methylergometrine
Pengawasan klinis sangat penting pada penggunaan methylergometrine (metilergometrin) intravena. Observasi terhadap tekanan darah, denyut jantung dan kondisi uterus wajib dilakukan. Hal ini dikarenakan obat ini akan menyebabkan vasokonstriksi, peningkatan tonus vagal, penurunan aktivitas simpatis sentral dan penekanan langsung otot jantung sehingga dapat menyebabkan hipertensi dan CVA/Cardiovascular Accidents. Atas dasar mekanisme ini, pemantauan tekanan darah wajib dilakukan terhadap pasien preeklampsia dan hipertensi yang tidak terkontrol.
Selain itu, untuk menghindari medication error, penyimpanan methylergometrine harus dilakukan di tempat berbeda dengan penyimpanan vitamin K dan hepatitis B. Jika terjadi salah penyuntikan, pantau secara ketat irama nafas, saturasi oksigen dan produksi urine.
Overdosis
Pengawasan klinis juga dilakukan jika terjadi overdosis. Lakukan pemantauan terhadap tanda vital, elektrolit, analisa gas darah, dan EKG. Gejala overdosis ditandai dengan munculnya efek samping sampai kondisi yang lebih berat berupa depresi pernafasan, hipotermia, hipotensi, dan koma. Gejala overdosis akan muncul pada pemberian 0,2 mg methylergometrine intravena pada bayi dan sediaan tablet dengan besaran dosis 0,5 mg pada dewasa. Tetapi, pada satu kasus pada anak karena tertelannya 2 mg tablet justru tidak menimbulkan efek apapun.
Dosis letal methylergometrine pada manusia belum ditentukan, namun pada hewan tikus kecil LD50 adalah 187 mg/kgBB, pada tikus besar adalah 93 mg/kgBB sedangkan pada kelinci berkisar 4,5 mg/kgBB.
Overdosis membutuhkan penanganan komprehensif meliputi stabilisasi jalan napas, dekontaminasi, pemberian nalokson, antikoagulan, serta pemberian terapi suportif.
Stabilisasi Jalan Napas
Lakukan suplementasi oksigen dengan nasal kanula, bag atau mask. Target terapi tercapai bila irama nafas normal, tidak ada sianosis dan terdapat kenaikan saturasi oksigen.
Dekontaminasi
Tindakan ini diakukan jika pasien sadar dan tidak terjadi sumbatan jalan nafas. Dekontaminasi dilakukan dengan pemberian karbon aktif secara oral. Induksi muntah dan bilas lambung iadk disarankan pada pasien.
Nalokson
Struktur morfologi metilergometrin yang sangat mirip dengan morfin (tingkat kemiripan 60-70%) dan nalokson yang bekerja sebagai antagonis opiat melalui reseptor mu-opioid membuat obat ini menjadi pilihan sebagai antidotum. Pada overdosis metilergometrin, dosis nalokson yang diberikan adalah 0,4 mg disuntikkan via intramuskular. Durasi kerjanya berkisar antara 1-4 jam. Withdrawal symptom bisa terjadi jika obat diberikan pada ibu yang mengalami ketergantungan opiod.
Antikoagulan
Antikoagulan dengan heparin atau LMWH/Low Molecular Weight Heparin untuk mencegah trombosis. Target terapi adalah APTT/Activated Partial Thromboplastin Time minimal 2 kali nilai rujukan.
Terapi Suportif
Vasodilator dapat digunakan jika terjadi hipertensi dan hipoksemia. Pilihan terapi adalah nitroprusid intravena dengan dosis inisial 1-2 mcg/kgBB/menit atau fentolamine intravena dengan dosis inisial 0,5 mg/menit. Obat dititrasi sampai tercapat target perbaikan iskemia dan penurunan tekanan darah. Jika tidak tercapat, obat bisa diberikan melalui infus intraarterial. Untuk membantu perbaikan aliran darah perifer, dapat diberikan vasodilator jenis kalsium antagonis misalnya nifedipin.
Pasien yang mengalami kejang dapat diberikan antikonvulsan seperti midazolam, phenytoin, dan phenobarbital. Nitrogliserin diberikan jika terdapat gejala vasospasme dengan dosis berkisar 0,15-0,6 mg diberikan sublingual, dilanjutkan pemberian secara intravena dengan dosis 5-20 mcg/menit. Jika respons tidak tercapai, obat dapat diberikan intraarterial. [6,12,13,15,21,22, 23]