Terapi Besi Intravena vs Oral pada Anemia Postpartum

Oleh :
dr. Gisheila Ruth Anggitha

Berbagai penelitian mencoba membandingkan efikasi dan keamanan terapi zat besi yang diberikan secara intravena dan oral pada anemia postpartum. Terapi zat besi adalah salah satu terapi yang paling sering digunakan dalam tata laksana anemia postpartum. Hal ini menjadi penting karena sekitar 500.000 kematian maternal di dunia disebabkan oleh anemia dan perdarahan postpartum setiap tahunnya. [1,2]

Sekilas Mengenai Suplementasi Zat Besi dalam Tata Laksana Anemia Postpartum

Penatalaksanaan standar untuk anemia postpartum adalah pemberian zat besi secara oral. Anemia postpartum dengan kadar hemoglobin 9,5-12 g/dL diobati dengan suplementasi zat besi 100-200 mg/hari yang kemudian dievaluasi dalam waktu 2 minggu. Apabila hemoglobin meningkat setidaknya 1 g/dL, terapi zat besi oral diteruskan selama kurang lebih 8 minggu dengan pengecekan hemoglobin berkala. Namun, 40% pasien memiliki toleransi yang buruk karena zat besi oral memiliki efek samping, terutama pada sistem gastrointestinal, seperti mual, muntah, dan konstipasi. [1-3]

Pemberian zat besi secara intravena adalah tata laksana alternatif untuk anemia postpartum. Pemberian besi secara intravena biasanya dilakukan jika kadar hemoglobin <9,5 g/dL, atau sebagai lini kedua jika terapi besi oral gagal. Dosis yang diberikan adalah 600-1500 mg intravena. [2]

Depositphotos_97125922_s-2019_compressed

Terapi Besi Oral VS Intravena pada Anemia Postpartum

Selama ini, pemberian zat besi intravena dinilai lebih superior dibandingkan per oral, karena dapat meningkatkan konsentrasi hemoglobin lebih cepat dan dalam kadar lebih besar. Selain itu, pemberian zat besi intravena juga lebih jarang menimbulkan efek samping gastrointestinal dibandingkan zat besi oral. [2]

Sebuah randomized controlled trial (RCT) prospektif, single center, membandingkan efikasi penggunaan suplementasi besi oral dan sumber zat besi intravena (termasuk transfusi darah) pada anemia defisiensi besi postpartum. Studi ini menemukan peningkatan kadar hemoglobin yang signifikan pada kelompok intravena di hari ke-5 dan 14 dibandingkan kelompok per oral, walaupun begitu perbedaan ini menjadi tidak signifikan pada hari ke-40. Peningkatan kadar cadangan zat besi juga didapatkan lebih cepat pada pemberian intravena. Namun, jumlah sampel pada studi ini sangat kecil, sehingga hasil harus dicermati dengan hati-hati. [4]

Pada akhir tahun 2012, studi lain juga mencoba membandingkan efikasi pemberian zat besi per oral dan intravena untuk tata laksana anemia defisiensi besi postpartum. Efikasi diukur dengan menilai kadar hemoglobin dan ferritin postpartum pada hari ke-1, 14, dan 42. Studi ini menemukan bahwa pemberian per oral dan intravena sama-sama efektif untuk anemia defisiensi besi postpartum. Walaupun begitu, pemberian secara intravena mampu meningkatkan cadangan besi lebih cepat dibandingkan pemberian per oral. Studi ini tidak menemukan efek samping berat pada kedua cara pemberian. [5]

Tinjauan Cochrane yang dipublikasikan pada tahun 2015, menganalisis 22 RCT untuk mengetahui efikasi dan keamanan pemberian zat besi secara intravena dibandingkan per oral. Namun, peneliti menyatakan bahwa mereka tidak dapat menarik kesimpulan yang pasti. Hal ini disebabkan oleh kualitas bukti ilmiah yang rendah. Banyak studi yang dianalisis, tidak melaporkan luaran klinis, padahal nilai laboratorium tidak selalu dapat diandalkan untuk mengukur efikasi. Peneliti juga menyatakan bahwa pemberian zat besi intravena memang superior terkait efek samping gastrointestinal, tetapi efek samping kardiak dan anafilaksis pernah dilaporkan, sehingga data terkait keamanan masih perlu digali lebih lanjut. [6]

Salah satu studi terbaru terkait hal ini adalah meta analisis yang dilakukan oleh Sultan et al. Pada meta analisis ini didapatkan bahwa kadar hemoglobin dan ferritin pada kelompok yang diberikan zat besi intravena lebih tinggi secara signifikan dibandingkan pemberian per oral. Studi ini juga menemukan bahwa, pada pemberian intravena, risiko mengalami konstipasi dan dispepsia lebih rendah secara signifikan. Walaupun begitu, terdapat peningkatan risiko mengalami flushing. Anafilaksis dilaporkan terjadi pada 0,6% wanita post partum yang mendapat zat besi secara intravena. [1]

Kesimpulan

Pemberian zat besi adalah salah satu tata laksana standar pada pasien dengan anemia postpartum. Berbagai studi yang ada menunjukkan bahwa pemberian zat besi secara intravena lebih superior karena dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan cadangan zat besi lebih cepat dibandingkan pemberian per oral. Pemberian intravena juga memiliki risiko efek samping gastrointestinal yang lebih rendah. Walaupun begitu, studi yang ada sangat jarang melaporkan luaran secara klinis, padahal hasil laboratorium tidak selalu berkorelasi dengan berat-ringan manifestasi klinis. Perlu diketahui pula bahwa efek samping berupa anafilaksis, kejadian kardiak, dan flushing pernah dilaporkan pada pemberian zat besi secara intravena.

Referensi