Penggunaan Pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Zidovudin
Penggunaan zidovudin pada kehamilan dikategorikan oleh FDA sebagai kategori C. Pada ibu menyusui, zidovudin dapat diekskresikan melalui ASI. [1,7]
Penggunaan pada Kehamilan
Kategori C (FDA): Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.
Kategori B3 (TGA): Obat ini sudah dikonsumsi oleh sejumlah ibu hamil dan ibu menyusui tanpa adanya peningkatan frekuensi malformasi atau efek langsung/ tidak langsung berbahaya lainnya. Namun, studi penelitian pada hewan menunjukkan terdapat peningkatan frekuensi kecacatan fetus.
Sampai saat ini belum ada data adekuat mengenai penggunaan zidovudin pada wanita hamil. Namun, terdapat laporan terjadinya hiperlaktatemia yang kemungkinan disebabkan disfungsi mitokondria pada bayi dengan paparan in utero terhadap zidovudin. Sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala dan bersifat sementara, namun beberapa kasus mengalami keterlambatan dalam perkembangan, kejang, dan penyakit neurologis lain. Hubungan sebab akibat tersebut belum diketahui secara pasti. [1,7]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Zidovudin diekskresikan dalam ASI. CDC merekomendasikan untuk seluruh Ibu dengan infeksi HIV tidak boleh menyusui untuk mencegah risiko penularan infeksi HIV setelah kelahiran dan efek samping pada bayi yang mendapatkan ASI dari Ibu yang terinfeksi virus HIV. [1,4] Walau demikian, rekomendasi terbaru WHO menyarankan ibu dengan infeksi HIV yang sudah mendapat terapi antiretroviral boleh menyusui bayinya.
Efek samping yang umum terjadi pada penggunaan zidovudin sebagai terapi profilaksis terhadap bayi baru lahir adalah terjadi anemia ringan yang dapat sembuh secara spontan tanpa terapi dalam 12 minggu. [9]