Kembali Berolahraga Setelah Miokarditis Terkait COVID-19

Oleh :
dr.Putra Rizki Sp.KO

Waktu yang tepat untuk kembali berolahraga bagi pasien miokarditis terkait COVID-19 masih kontroversial. Infeksi COVID-19 dikaitkan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular, salah satunya miokarditis.

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Berbagai komplikasi kardiovaskular telah dikaitkan dengan COVID-19, antara lain miokarditis, infark miokard akut, gagal jantung, aritmia yang mengancam jiwa, dan syok kardiogenik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cedera miokard merupakan komplikasi kardiovaskular yang paling umum terjadi, yakni 7–23%. Insidensi miokarditis terkait COVID-19 diperkirakan bervariasi antara 2,5–33%.[1,2]

Miokarditis merupakan penyebab ketiga terbanyak kematian jantung mendadak saat berolahraga pada atlet berusia muda. Oleh karena itu, dokter perlu memahami konsep kembali berolahraga (return to play) pada atlet atau orang yang aktif berolahraga setelah terinfeksi COVID-19, karena berpotensi telah mengalami miokarditis.[2,3]

olahragamiokarditis

Dampak COVID-19 pada Kesehatan Kardiovaskular

Cedera miokard didefinisikan sebagai peningkatan troponin, leukositosis, peningkatan feritin serum, serta peningkatan penanda inflamasi, seperti interleukin-6 (IL-6) dan C-reactive protein (CRP). Peningkatan biomarker tersebut menunjukkan korelasi antara cedera miokard dan hiperaktivitas inflamasi akibat infeksi virus. Definisi miokarditis adalah penyakit inflamasi jantung, yang ditandai dengan infiltrat inflamasi dan cedera miokard, dengan etiologi heterogen non-iskemik.[2,3]

Mekanisme komplikasi kardiovaskular diperkirakan terkait dengan kombinasi cedera langsung yang disebabkan virus  ke miokardium dan badai sitokin inflamasi. Cedera langsung pada miokard diduga terjadi akibat virus yang menggunakan reseptor angiotensin-converting-enzyme 2 (ACE2) dalam jaringan otot jantung. Hal ini mengakibatkan induksi respons inflamasi dan terjadinya badai sitokin.[4]

Miokarditis dapat menimbulkan scar pada jantung, disfungsi ventrikel sementara atau permanen, aritmia ventrikel, syok kardiogenik, dan henti jantung mendadak. Pada populasi atlet muda di Amerika Serikat yang telah terinfeksi COVID-19, ditemukan gambaran miokarditis sebanyak 5% pada pemeriksaan cardiac magnetic resonance (CMR) dan late gadolinium enhancement (LGE) sejumlah 9%.[4]

LGE merupakan penanda miokarditis subklinis. Pada kasus miokarditis yang bukan disebabkan karena COVID-19, LGE berhubungan dengan kejadian aritmia ventrikel dan kematian jantung mendadak pada atlet.[2–4]

Waktu yang Tepat untuk Kembali Berolahraga pada Miokarditis Terkait COVID-19

Tinjauan sistematis oleh Rathore, et al. pada tahun 2021 menilai karakteristik dan luaran klinis pasien miokarditis akibat COVID-19. Studi mendapatkan sekitar 50% LGE mengalami regresi, dan 17% mengalami resolusi komplit setelah 3 bulan berdasarkan hasil pemeriksaan CMR.[5]

Namun, masih belum jelas apakah hasil CMR bisa dijadikan pedoman bagi seorang atlet dalam tahapan return to play konvensional untuk miokarditis. Hal ini disebabkan pada beberapa pasien dengan LGE ditemukan hasil pemeriksaan troponin, elektrokardiografi (EKG), dan ekokardiografi yang normal.[5]

Kembali Berolahraga pada Pasien COVID-19 Asimtomatik

Panduan return to play untuk pasien dengan infeksi COVID-19 dikelompokkan berdasarkan tingkat keparahan gejala. Pada infeksi COVID-19 yang asimtomatik, pasien disarankan untuk tidak melakukan aktivitas selama 7–14 hari. Kemudian, pasien dapat kembali berolahraga, dengan proses kembali berolahraga dilakukan secara bertahap.

Pada pasien asimtomatik, Sports Cardiology and Exercise Section of the European Association of Preventive Cardiology (EAPC) dan The Journal of the American Medical Association (JAMA) Cardiology tidak menyarankan untuk melakukan evaluasi jantung. Namun, British Journal of Sports Medicine (BJSM) menyarankan untuk minimal melakukan evaluasi  EKG istirahat.[3,6–8]

Kembali Berolahraga pada Pasien COVID-19 Simtomatik

Pada kasus positif infeksi COVID-19 yang memiliki gejala, tetapi tidak dirawat, rekomendasi evaluasi cukup beragam. EAPC menyarankan pertimbangan evaluasi troponin dan CRP. Jika troponin abnormal, maka pemeriksaan lebih lanjut dengan EKG, ekokardiografi, CMR, dan pemantauan dengan EKG Holter direkomendasikan. BJSM menyarankan memulai evaluasi dengan EKG istirahat. Jika hasil abnormal, dilanjutkan dengan pemeriksaan ekokardiografi dan konsultasi kardiologi.[7]

Pada kasus infeksi COVID-19 yang memiliki gejala, EAPC merekomendasikan kembali berolahraga setelah 7 hari bebas dari gejala. Canadian Olympic and Paralympic Sport Institute Network merekomendasikan kembali berolahraga setelah 10 hari bebas gejala, sedangkan JAMA Cardiology merekomendasikan kembali berolahraga setelah 14 hari bebas gejala.[3,7,8]

Pada kasus infeksi COVID-19 yang berat atau dirawat, rekomendasi kembali berolahraga oleh JAMA Cardiology dilakukan 2 minggu setelah hasil high sensitive cardiac troponin dan CMR kembali normal. Pada kasus seperti ini, proses kembali berolahraga dilakukan secara bertahap dengan pemantauan klinis yang ketat.[8]

Panduan Berolahraga pada Miokarditis Terkait COVID-19

Pascainfeksi COVID-19, atlet atau orang yang aktif berolahraga, yang tidak ada gejala aktif pada jantung dan tidak ada penurunan kapasitas fisik, bisa kembali berolahraga setelah 7 hari bebas gejala. Tidak diperlukan skrining laboratorium tambahan.[9,10]

Evaluasi jantung terutama direkomendasikan bagi orang yang aktif berolahraga,  dan mempunyai gejala klinis pada jantung setelah infeksi COVID-19. Hal ini bertujuan untuk stratifikasi risiko kematian jantung mendadak saat berolahraga.[6]

Jika ditemukan gejala kardiovaskular, seperti palpitasi, sinkop, nyeri dada, dispnea, dan peningkatan denyut jantung tanpa aktivitas setelah infeksi COVID-19, maka direkomendasikan melakukan pembatasan latihan fisik atau olahraga dengan intensitas sedang hingga tinggi. Pada kasus ini, diperlukan penelusuran lebih lanjut mengenai riwayat penyakit jantung dan pemeriksaan fisik.[8,11]

Pemeriksaan EKG istirahat dan troponin dapat dipertimbangkan sebagai bagian dari evaluasi awal. Rujukan kardiologi disarankan jika ditemukan kelainan EKG, misalnya gelombang Q patologis, depresi atau elevasi ST, inversi gelombang T, pelebaran QRS, kontraksi ventrikel prematur lebih dari 2, atau blok atrioventrikular di atas derajat 1.[8,11]

Rujukan juga diperlukan jika didapatkan troponin meningkat atau adanya kekhawatiran klinis berdasarkan gejala yang ada dan pemeriksaan fisik. Kemungkinan besar, pemeriksaan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan CMR dan ekokardiografi. Jika terkonfirmasi miokarditis, maka aktivitas berat harus dihindari, dan dilakukan pembatasan olahraga selama kira-kira 3–6 bulan.[3,8,11]

JAMA Cardiology membuat panduan spesifik bagi pasien yang telah terkonfirmasi miokarditis. Setelah pasien miokarditis bebas dari keluhan klinis, maka direkomendasikan melakukan beberapa pemeriksaan sebelum kembali berolahraga, di antaranya pemeriksaan fisik, EKG, kimia darah, seperti CRP, CK, kreatinin, dan troponin.[8,12]

Ekokardiografi, tes fungsi paru, spiroergometri, dan pemeriksaan gas darah juga sebaiknya dilakukan. Rekomendasi mengenai olahraga akan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan.[8,12]

Hasil Pemeriksaan Normal

Jika hasil pemeriksaan normal, dilakukan program rehabilitasi individu terlebih dahulu, kemudian dinilai kelayakan berolahraga. Pasien dengan kondisi ini harus dievaluasi ulang setiap 3–6 bulan. Setiap pasien yang dinilai layak berolahraga setelah program rehabilitasi, bisa kembali latihan dengan intensitas seperti sebelum COVID-19. Bagi atlet, bisa kembali mengikuti program latihan dan berkompetisi.

Hasil Pemeriksaan Abnormal

Jika hasil pemeriksaan abnormal, pasien harus menjalani program rehabilitasi individu sesuai dengan temuan klinis, dan restriksi olahraga selama 3–6 bulan. Olahraga intensitas berat dilarang pada pasien kelompok ini, walaupun program rehabilitasi selesai.

Untuk atlet, tidak disarankan untuk kembali berlatih dan bertanding seperti semula.  Atlet harus mengikuti alur khusus kelayakan berolahraga atlet dengan kelainan paru dan jantung.

Fase Aktivitas Fisik Setelah Miokarditis Terkait COVID-19

Studi oleh Halle, et al. pada tahun 2021 menyarankan 5 fase aktivitas fisik untuk pasien miokarditis terkait COVID-19 yang telah bebas gejala. Setiap fase setidaknya dicoba selama 7 hari. Jika terdapat kesulitan pada fase tertentu, pasien harus mundur ke fase sebelumnya.[12]

Selama melakukan aktivitas fisik pada setiap fase, lakukan penilaian intensitas aktivitas dengan rating of perceived exertion (RPE). Skor RPE dimulai dari skor 6 pada intensitas paling ringan, sampai skor 20 untuk intensitas paling berat.[12]

Fase 1

Tujuan fase ini adalah persiapan untuk kembali berlatih atau berolahraga. Beberapa aktivitas yang disarankan, antara lain latihan pernafasan, latihan keseimbangan dan kelenturan, dan jalan santai. RPE yang diharapkan pada skor 6–8, atau intensitas sangat ringan.[12]

Fase 2

Fase 2 bertujuan agar pasien mampu melakukan aktivitas intensitas ringan. Aktivitas yang disarankan, antara lain yoga, jalan santai, dan kegiatan rumah tangga ringan. RPE yang diharapkan pada skor 6–11, atau intensitas ringan.[12]

Fase 3

Tujuan pada fase 3 adalah agar pasien mampu melakukan aktivitas intensitas sedang dan bersiap melakukan latihan beban. Aktivitas yang disarankan adalah latihan aerobik berdurasi 5 menit, dengan dua kali interval. RPE yang diharapkan adalah antara 12–14, atau intensitas sedang.[12]

Fase 4

Tujuan pada fase ini adalah melakukan aktivitas intensitas sedang dan latihan beban. Aktivitas yang disarankan tetap latihan aerobik dengan durasi yang mulai ditingkatkan, dengan tambahan latihan koordinasi dan fungsional menggunakan beban. RPE diharapkan pada skor 12–14 atau intensitas sedang.[12]

Fase 5

Fase 5 adalah persiapan kembali ke intensitas olahraga sebelum terkena COVID-19. Aktivitas yang disarankan adalah memulai rangkaian latihan dan olahraga yang sebelumnya sudah pernah dilakukan. RPE diharapkan berada pada skor di atas 15, atau intensitas berat.[12]

Kesimpulan

Setelah terinfeksi COVID-19, pasien cenderung mengalami penurunan kapasitas fisik dan toleransi melakukan aktivitas fisik, termasuk latihan fisik dan olahraga. Penurunan kapasitas ini juga dapat terlihat pada pasien dengan miokarditis akibat  COVID-19.

Pada kasus infeksi COVID-19 yang tidak dirawat di rumah sakit, pasien disarankan untuk tidak melakukan aktivitas selama 7–14 hari, kemudian dapat kembali berolahraga secara bertahap. Namun, pada infeksi COVID-19 berat atau dirawat, termasuk pasien miokarditis, rekomendasi kembali berolahraga adalah 2 minggu setelah hasil high sensitive cardiac troponin dan cardiac magnetic resonance (CMR) kembali normal.

Latihan fisik atau olahraga juga harus dilakukan secara bertahap. Setidaknya terdapat 5 fase, di mana setiap fase dilakukan minimal 7 hari. Fase awal berupa aktivitas dengan intensitas paling ringan untuk persiapan kembali beraktivitas, sampai fase akhir yaitu pasien sudah dapat berolahraga dengan intensitas yang sama seperti sebelum infeksi COVID-19.

Referensi