Pandangan tentang e-Cigarettes atau Vape

Oleh :
dr. Pepi Nurapipah

Rokok elektronik yang dikenal juga sebagai e-cigarettes atau vape dilaporkan berisiko menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan, misalnya pneumonia. Namun, studi menunjukkan bahwa bahaya e-cigarettes jauh lebih rendah daripada bahaya rokok, sehingga dapat dipertimbangkan untuk membantu pasien berhenti merokok.[1,2]

Electronic cigarettes atau e-cigarettes biasa disebut juga sebagai vape, e-hookahs, vape pens, dan electronic nicotine delivery systems (ENDS). Alat ini menggunakan baterai untuk memanaskan cairan yang mengandung nikotin, sehingga menghasilkan asap yang dihirup oleh paru-paru.[1,2]

e-cigarettes, vape, alomedika

Tipe-Tipe e-Cigarettes

Ada dua sistem e-cigarettes yang berbeda, yaitu sistem tertutup dan terbuka. Sistem tertutup menggunakan cartridge isi ulang yang berisi cairan, yang tidak bisa dimodifikasi dan isi cairannya tidak bisa diganti. Cartridge yang digunakan umumnya harus berasal dari merk yang sama dengan merk e-cigarettes yang digunakan.[1,2]

Sistem terbuka dikenal juga sebagai tank, e-vapors, atau mods. Tipe ini mempunyai chamber tempat cairan yang dapat diisi dengan berbagai pilihan cairan dan dapat dimodifikasi dengan substansi lain, seperti tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD).[1,2]

Tentunya, e-cigarettes sistem tertutup lebih aman karena isi cairannya tidak dapat dimodifikasi maupun ditambahkan dengan berbagai substansi lain yang meningkatkan risiko bahaya e-cigarettes.[1,2]

Dokter perlu dapat membedakan e-cigarettes dengan non-combusted cigarettes, yaitu tembakau yang dipanaskan dengan mesin untuk menghasilkan aerosol yang dihirup oleh paru-paru, tetapi dengan temperatur yang lebih rendah daripada rokok sehingga tidak menyebabkan pembakaran. Hal ini menyebabkan dampak buruk non-combusted cigarettes ini lebih rendah daripada rokok.[12]

Nikotin yang digunakan dalam e-cigarettes bisa merupakan nikotin alami ekstrak dari tembakau atau nikotin sintetik, yang dicampur dengan bahan dasar seperti propilen glikol dan diberi tambahan pewangi, pewarna, dan bahan kimia lainnya.[1,2]

Dampak e-Cigarettes terhadap Kesehatan

Cairan e-cigarettes dan aerosol yang terbentuk dari e-cigarettes mengandung berbagai bahan kimia yang dapat memengaruhi kesehatan, seperti gangguan kardiovaskular dan paru-paru.[3]

Partikel dalam e-cigarettes merupakan partikulat yang lebih halus (2,5 μm atau kurang) daripada nikotin yang terdapat dalam rokok tradisional. Nikotin dalam bentuk partikulat halus dapat menembus jaringan paru dan pembuluh darah, sehingga menimbulkan efek yang lebih besar. Selain itu, partikulat halus juga dapat menyebabkan agregasi platelet seperti efek negatif yang timbul akibat rokok tradisional dan berisiko menyebabkan penyakit kardiovaskular.[3]

Selain zat yang terkandung dalam cairan e-cigarettes, ada juga beberapa logam yang ditemukan dalam alat yang dipakai, seperti krom, mangan, dan nikel. Potensi toksisitas dari komponen logam ini membutuhkan penelitian lebih lanjut. Paparan metal yang teroksidasi diketahui dapat menyebabkan toksisitas jangka pendek, meningkatkan risiko infeksi saluran napas, dan meningkatkan risiko kanker paru.[3]

Nikel dan krom diklasifikasikan oleh FDA sebagai zat yang berbahaya. Nikel diberi label karsinogen dan zat toksik saluran pernapasan, sedangkan krom bersifat karsinogenik, toksik untuk pernapasan, dan toksik untuk sistem reproduksi.[4]

Quality control dan akurasi konsentrasi nikotin yang tertera pada label e-cigarettes juga sering tidak konsisten. Hasil penelitian lain menunjukkan adanya arsenik, nikel, dan beberapa logam dalam cairan e-cigarettes. Kurangnya quality control ini dapat menjadi tantangan sendiri untuk investigasi toksikologi.[4]

Dampak e-cigarettes terhadap kesehatan masih terus diteliti lebih lanjut. Data saat ini menunjukkan bahwa pengguna e-cigarettes dapat mengalami nyeri kepala ringan dan memiliki zat toksik yang karsinogenik dalam urinenya.[5]

Gangguan kardiovaskular yang mungkin terjadi akibat e-cigarettes adalah peningkatan denyut nadi, peningkatan tekanan diastolik, atau penurunan saturasi oksigen tanpa peningkatan nadi. Efek pada sistem respirasi adalah kecenderungan obstruksi, baik pada pasien sehat maupun pada pasien yang pernah didiagnosis asma dan penyakit paru obstruktif kronis.[5]

Paparan zat kimia ke perokok pasif (second-hand exposure) juga dapat menimbulkan risiko kesehatan, terutama pada populasi tertentu seperti anak-anak, ibu hamil, dan lansia. Kebanyakan polutan dari aerosol e-cigarettes akan mengendap dalam saluran respirasi perokok, tetapi sebagian fraksi toksik yang muncul dari aerosol dapat ikut memengaruhi perokok pasif.[6]

Laporan Kasus mengenai Dampak e-Cigarettes

Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat melaporkan beberapa kasus gangguan paru yang berat yang berhubungan dengan penggunaan e-cigarettes pada pasien berusia muda dan sehat. Gangguan paru ini bisa mirip dengan gejala pneumonitis hipersensitivitas atau acute eosinophilic pneumonia, dan pada kasus yang berat dapat menyebabkan acute lung injury dan acute respiratory distress syndrome (ARDS).[7]

Walaupun penyebab dari penyakit yang dilaporkan masih dalam penelitian, produk yang mengandung tetrahydrocannabinol (THC) merupakan paparan produk e-cigarettes yang paling banyak dilaporkan pada pasien (84%).[7]

Hasil penelitian di atas sesuai dengan temuan CDC pada tahun 2019 berupa 1.080 kasus kerusakan paru akibat penggunaan e-cigarettes di 48 negara bagian di Amerika Serikat. Sekitar 18 pasien di antaranya meninggal dunia dan semuanya memiliki riwayat penggunaan produk e-cigarettes atau vaping.[1]

Kebanyakan pasien dalam studi tersebut menggunakan produk yang mengandung tetrahydrocannabinol (THC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa THC memiliki peran besar dalam terjadinya kasus luar biasa ini. Sekitar 70% pasien merupakan laki-laki dan 80% di antaranya berusia kurang dari 35 tahun. Sekitar 16% pasien berusia di bawah 18 tahun dan sekitar 21% pasien berusia 18–20 tahun.[1]

Laporan kasus di atas perlu disikapi dengan hati-hati. Produk e-cigarettes yang dipakai kebanyakan adalah e-cigarettes sistem terbuka dengan cairan yang telah dimodifikasi dengan tambahan THC. Jadi, Dokter perlu membedakan apakah penyebab gangguan yang terjadi adalah e-cigarettes secara keseluruhan atau hanya kandungan THC.

Pandangan tentang Penggunaan e-Cigarettes

Penggunaan e-cigarettes memiliki risiko dampak negatif seperti yang telah dijelaskan di atas dan dampak negatif jangka panjangnya masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Pandangan Royal College of Physicians

Pandangan dari Royal College of Physicians (RCP), Inggris menyatakan bahwa risiko e-cigarettes memang ada tetapi jauh lebih rendah daripada rokok dan kemungkinan besar tidak mencapai 5% dari risiko negatif penggunaan rokok. Hal ini juga didukung oleh data CDC yang menyatakan bahwa rokok berperan terhadap lebih dari 480.000 kematian per tahun di Amerika Serikat, yang jauh melebihi laporan kasus kematian akibat e-cigarettes yang hanya berjumlah 17 orang.[8,9]

Pandangan Kementerian Kesehatan Selandia Baru

Kementerian Kesehatan Selandia Baru juga menyatakan bahwa meskipun e-cigarettes mengandung sejumlah toksin yang dapat menimbulkan dampak buruk, kadar toksin ini jauh lebih rendah daripada yang terdapat dalam rokok. Pandangan ahli menyatakan bahwa e-cigarettes jauh tidak berbahaya bila dibandingkan rokok, walau tetap memiliki potensi bahaya.[10]

Kementerian Kesehatan Selandia Baru bahkan memberikan arahan bahwa perokok yang telah sepenuhnya berhenti dan beralih ke e-cigarettes bisa dikategorikan sebagai mantan perokok.[10]

Pandangan CDC

Pandangan CDC saat ini menyarankan untuk tidak menggunakan produk e-cigarettes yang mengandung THC, serta menyarankan pengguna e-cigarettes untuk memonitor adanya gejala gangguan respirasi. Pasien diminta segera berobat jika ada gejala.[11]

Target Pengguna e-Cigarettes

Penggunaan e-cigarettes disarankan sebagai metode alternatif yang lebih aman untuk perokok aktif. Namun, e-cigarettes tidak disarankan untuk orang yang belum pernah merokok, anak-anak, dan wanita hamil.[5,11]

Penggunaan e-Cigarettes untuk Berhenti Merokok

Pandangan RCP menyatakan bahwa penggunaan e-cigarettes dan produk substitusi nikotin lainnya perlu didukung sebagai salah satu substitusi merokok di Inggris. Walau demikian, studi mengenai efektivitas e-cigarettes sebagai sarana untuk membantu pasien berhenti merokok sendiri masih terbatas dan memerlukan penelitian lebih lanjut.

Orang-orang yang menggunakan e-cigarettes sebagai sarana berhenti merokok perlu menetapkan tujuan untuk berhenti merokok sepenuhnya, mengingat merokok sebatang sehari saja tetap meningkatkan risiko kardiovaskular secara signifikan. Idealnya, setelah berhenti merokok secara total, pasien juga perlu menetapkan target untuk berhenti menggunakan e-cigarettes mengingat penggunaan e-cigarettes tetap memiliki potensi bahaya.[8,10]

Mengingat potensi bahaya e-cigarettes yang dimodifikasi dengan substansi lain seperti THC atau CBD, sebaiknya dokter menyarankan penggunaan e-cigarettes yang sistem tertutup (closed system). Apabila pasien menggunakan sistem terbuka, himbau pasien untuk menggunakan cairan yang hanya berasal dari merk pembuat e-cigarettes dan tidak memodifikasi cairan dengan menambahkan substansi lain.[8,10]

Penggunaan e-Cigarettes untuk Berhenti Merokok di Indonesia

Di Indonesia, sarana untuk berhenti merokok yang tersedia hanyalah vareniclin, yang distribusinya masih terbatas dan biayanya cukup mahal. Mengingat dampak buruk dan mortalitas akibat e-cigarettes jauh lebih rendah daripada rokok, e-cigarettes dapat dipertimbangkan sebagai sarana untuk membantu pasien berhenti merokok total.

Kesimpulan

Laporan kasus tentang e-cigarettes melaporkan adanya gangguan paru-paru seperti pneumonia hingga acute respiratory distress syndrome, yang diasosiasikan dengan penggunaan e-cigarettes yang mengandung tetrahydrocannabinol (THC). Dokter perlu membedakan apakah penyebab gangguan respirasi yang terjadi adalah e-cigarettes secara keseluruhan atau hanya THC.

Dampak negatif jangka panjang e-cigarettes saat ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Akan tetapi, jika kita membandingkan mortalitas rokok yang mencapai sekitar 480.000 kematian per tahun di Amerika Serikat dan mortalitas e-cigarettes dari laporan kasus yang tidak mencapai 100 kematian per tahun, kita dapat melihat bahwa dampak buruk e-cigarettes jauh lebih rendah daripada rokok.

Pemerintah Selandia Baru dan Royal College of Physicians Inggris memiliki pandangan yang sama bahwa e-cigarettes dapat digunakan sebagai alternatif untuk membantu pasien berhenti merokok. Walaupun memiliki risiko terhadap kesehatan, e-cigarettes secara signifikan kurang berbahaya bila dibandingkan dengan rokok.

CDC menghimbau untuk tidak menggunakan produk e-cigarettes yang mengandung tetrahydrocannabinol (THC) serta memonitor kemungkinan gejala paru-paru jika pasien menggunakan e-cigarettes.

Di Indonesia, pilihan terapi farmakologis untuk membantu pasien berhenti merokok yang tersedia hanyalah vareniclin. Vareniclin ini pun distribusinya masih terbatas dan biayanya masih relatif mahal. Oleh karena itu, e-cigarettes dapat dipertimbangkan sebagai alternatif untuk membantu pasien berhenti merokok secara total.

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi